Tes Covid-19 ke Penumpang Transportasi Belum Perlu meski Kasusnya Naik
Peningkatan jumlah kasus Covid-19 subvarian Omicron, JN.1, tergolong pesat. Kenaikan tersebut diperkirakan terjadi pada Januari nanti, tetapi menurun sebulan setelahnya.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penularan Covid-19 masih membayangi Natal dan Tahun Baru kali ini, tetapi jumlah kasusnya dianggap tak merisaukan. Tes untuk penumpang transportasi umum sebelum dan sesudah menempuh perjalanan dianggap belum perlu diberlakukan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin saat menyampaikan keterangan persnya terkait kesiapsiagaan sektor kesehatan menghadapi masa libur Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 di Jakarta, Jumat (22/12/2023), mengatakan, sekitar 2.800 kasus Covid-19 terjadi per minggu.
Jumlah itu masih jauh dari batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk level satu atau sekitar 56.000 kasus per minggu. ”Relatif sedikit, tapi wajib waspada. Subvarian Omicron, JN.1, banyak yang dari luar, tapi di negara tetangga pun jumlahnya sudah menurun,” tuturnya.
Budi tak bisa memastikan masuknya JN.1 ke Indonesia karena penderitanya tertular di Singapura atau hanya transit. Negara transit, seperti Singapura, memang mencatat kasus Covid-19 lebih besar. Ia mengatakan, kasus di negara itu pun sudah mereda.
Budi memperkirakan, fenomena serupa terjadi di Indonesia. Jika varian yang mendominasi sudah lebih dari 90 persen dari jumlah kasus, biasanya terjadi saturasi. ”Maka, jumlah kasusnya menurun. Sekuens terhadap JN.1 memang naik dari 1 persen pada minggu kedua November lalu,” katanya.
Kenaikan itu menjadi 19 persen pada pekan ketiga November 2023 dan 43 persen pada awal Desember ini. Peningkatan diperkirakan mencapai puncaknya pada Januari mendatang.
”Pesat juga, tetapi setelah lebih dari 80 persen, dua sampai empat pekan setelahnya atau Februari nanti, sudah menurun,” ucapnya.
Budi berharap masyarakat mengenakan masker saat menempuh perjalanan, terutama jika penumpangnya sudah padat atau tubuh kurang sehat.
”Tetangga batuk-batuk saja tak ada salahnya pakai masker. Vaksin bisa didapat di puskesmas. Setidaknya, bisa mengurangi keparahan,” ujarnya.
Menurut Budi, saturasi JN.1 dan kemungkinan pengidapnya dilarikan ke rumah sakit masih tergolong rendah. Banyak rumah sakit dengan ruang perawatan untuk pasien Covid-19 yang kosong. Kematian memang tercatat, tetapi korban-korbannya memiliki komorbiditas.
”Sebelumnya, puncak kasus terjadi pada Mei, tapi sudah rendah. Anjurannya, imunisasi dilakukan lagi setelah enam bulan karena mungkin terjadi penurunan imunitas,” tuturnya. Ia juga menyebutkan stok vaksin mencukupi hingga enam bulan atau sekitar 2 juta dosis.
”Vaksinnya buatan dalam negeri. Sudah bagus. Kalau terlihat gejala, dites saja. Boleh istirahat kalau tidak demam. Sama seperti batuk dan pilek,” kata Budi. Pasien dengan batuk parah bisa mengunjungi dokter yang biasanya akan memberikan antivirus.
”Mudah-mudahan tak perlu ke rumah sakit. Kami, menurut rencana, tidak melakukan tes penumpang karena memberatkan. Jaga kesehatan saja. Tidur yang cukup,” ujarnya. Jika tertular Covid-19, pasien yang sudah divaksin umumnya pulih lebih cepat.
”Lebih dari 100 juta orang yang akan jalan-jalan keluar kota selama Natal dan Tahun Baru kali ini. Peningkatannya luar biasa dibandingkan tahun lalu,” ucapnya. Kementerian Kesehatan sudah menyiapkan lebih dari 2.000 pos dengan 15.000 personel, seperti di stasiun, bandara, dan pelabuhan.
Kepala Operasi Lilin 2023 Brigadir Jenderal Aan Suhanan menanggapi kasus Covid-19 dengan pembatasan yang belum diterapkan. ”Kami tetap waspada. Kementerian Kesehatan sudah mengingatkan. Bawa obat-obatan. Laksanakan protokol kesehatan. Pakai masker dan cuci tangan meski tidak wajib,” tuturnya.