ISSHU dan Saya menjadi pemenang Fashion Force Award 2023 - penghargaan untuk jenama lokal kreatif, unik, dan independen.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·5 menit baca
Hari kedua Jakarta Fashion Week (JFW) 2024 adalah panggungnya merek-merek lokal yang berada dalam ”radar” para pegiat mode. Di bawah bendera Fashion Force Award 2023, delapan jenama unjuk kebolehan di landas peraga. Kualitas dan kreativitas mereka diyakini layak mendapat lampu sorot.
Fashion Force Award digelar pertama kali pada 2008 dengan nama Cleo Fashion Award (2008-2016). Ajang penghargaan ini dicetuskan majalah Cleo yang ada di bawah Femina Group. Kala itu banyak merek mode lokal tumbuh. Kualitas produk mereka bagus-bagus. Sayang, mereka tak punya panggung sehingga dibuatlah ajang ini.
Dari dulu kita merayakan kreativitas dan independensi. Kita juga selalu mencari keseimbangan antara kreativitas dan potensi bisnis.
Fashion Force Award tahun ini dibagi dalam kategori ready-to-wear dan aksesori. Kedua kategori ini diwakili empat jenama busana, yaitu Saya, Acheté de Nous, Blanc Studio, dan KALLArona. Empat lainnya jenama aksesori, yakni ISSHU, Gelap Ruang Jiwa, Esemu, dan ØJE Eyewear. Mereka tampil sambil menutup JFW hari kedua di Jakarta, Rabu (25/11/2023) malam.
Semuanya adalah jenama lokal berusia muda yang didirikan oleh generasi Z dan kaum milenial. Oleh dewan juri, mereka dinilai kreatif dan potensi bisnisnya cerah. Mereka mampu memanfaatkan lokapasar serta membangun relasi dengan konsumen lewat media sosial.
”Dari dulu kita merayakan kreativitas dan independensi. Kita juga selalu mencari keseimbangan antara kreativitas dan potensi bisnis,” kata Creative Director JFW 2024 sekaligus juri Fashion Force Award, Andandika Surasetja, kala dihubungi, Rabu (22/11/2023).
Selain Andandika, dewan juri tahun ini ada Cynthia Wirjono (pendiri Brightspot Market), Lisa Malonda (pendiri Atlas Education, perwakilan Domus Academy dan Istituto Marangoni di Indonesia), Olivia Lazuardi (influencer mode), dan Chriselda Tantra (Retail Specialist di Fashionlink). Para juri memutuskan Saya sebagai pemenang di kategori ready-to-wear dan ISSHU di aksesori.
Saya masuk ke landas peraga dengan keanggunan. Rok terusan berwarna muted gold melambai santai kala model berjalan pelan. Terusan bermodel off-shoulder itu terbuat dari material tipis yang memantulkan kilau samar. Sekilas itu mirip kain sifon glitter atau shimmer silk.
Rok terusan pertama yang ditampilkan disusun dari beberapa lapis kain. Lapisan kain itu melindungi kulit yang telanjang. Walakin, karakter kain yang tipis membuat busana itu jauh dari kesan berat. Saat model berputar di landas peraga, busana itu ”menari-nari” lalu jatuh perlahan seperti sedang menawar gravitasi.
Jenama yang dibentuk pada 2019 ini menampilkan enam busana dari koleksi ”Saudade”. Kata Creative Director Saya, Ines Aryaniputri, busana pertama rupanya mencuri perhatian audiens. Banyak yang memesan terusan off-shoulder tersebut.
Perhatian publik juga tersita ke busana nomor enam yang bertali spageti, berwarna hitam, berpunggung terbuka, dan ringan. Sekilas ia tampak sederhana, tetapi setiap kaki model mengayun, maka tersibaklah kilauan warna emas cerah dari belahan tinggi di sisi kiri-kanan. Kejutan yang menyenangkan sekaligus anggun.
”Dress itu dari koleksi awal kami dan sangat populer. Sudah lama kami enggak keluarkan dress itu karena banyak yang bikin versi KW-nya,” kata Ines. Ada yang menjualnya di lokapasar dengan harga jauh lebih murah. Tak hanya desain baju yang dibajak, foto-foto aset Saya pun turut dibajak.
Ia mengaku geregetan, tetapi tak bisa berbuat banyak. Di Fashion Force Award ini, Saya didukung untuk mengeluarkan lagi busana ini, tapi dengan style baru dan elemen kejutan. Saya juga diberi banyak masukan oleh dewan juri untuk berani mengeksplorasi diri, misalnya dari sisi warna. Saya yang semula berencana menampilkan enam busana hitam langsung menambahkan warna-warna lain.
Dalam kacamata juri, busana karya Saya mampu membuat penggunanya merasa cantik, anggun, seksi, tapi tidak nakal. Adapun ”Saudade” berkisah soal perempuan berperan ganda. Ada yang menjadi ibu, pekerja, istri, dan pengasuh sekaligus. Lapisan-lapisan kain merepresentasikan peran ganda itu. Semburat warna emas melambangkan keanggunan, serta kematangan perempuan yang tumbuh seiring perannya yang kian banyak.
Perayaan cinta
ISSHU merayakan cinta lewat koleksi aksesori bertajuk ”Forever Together”. Sebanyak lima aksesori utama ditampilkan sembari memamerkan pula busana hitam-putih garapan ISSHU. Jenama yang dibentuk pada 2020 ini memang bermula dari aksesori, tetapi kini merambah produksi busana juga. Menurut Co-founder ISSHU, Billy Saputra, aksesori dan busana sejatinya saling melengkapi.
Busana berpotongan sederhana itu lantas melengkapi ear cuff, bros, ikat pinggang, dan kalung yang bisa diubah menjadi mahkota. Semuanya terbuat dari kuningan berlapis perak yang dibuat oleh perajin dari Bali. Khusus untuk koleksi ini, ISSHU memakai kuningan berlapis perak agar harganya terjangkau. Biasanya, ISSHU menggunakan perak 925 yang bisa lebih mahal hingga jutaan rupiah dibanding kuningan berlapis perak.
”Forever Together” menampilkan ikat pinggang yang dinamai Hug Belt. Bagian depannya berbentuk seperti tangan karena mengadaptasi pelukan dan sentuhan hangat orang yang disayangi. Model serupa juga dibuat dalam bentuk gelang.
Ada lagi ikat pinggang bertajuk Vision Belt yang bagian depannya serupa mata yang diputar secara vertikal. Kedua mata itu bertemu menjadi kait yang memeluk pinggang. Ini merepresentasikan tatapan mata pada pertemuan pertama dua insan.
Kami bikin aksesori yang lebih menonjol untuk di runway. Orang, kan, duduk jauh (dari landas peraga), jadi kami buat piece yang besar-besar.
Ada lagi ear cuff besar dengan bentuk dominan bulat seperti setengah cangkang telur. Aksesori ini tak punya banyak detail, tetapi mencuri perhatian karena ukurannya. Menurut Billy, desain ISSHU minimalis, sederhana, tapi banyak cerita. Ear cuff berjudul The Egg Earcuff ini, misalnya, menyimbolkan permulaan dari segala sesuatu. Dalam siklus kehidupan beberapa makhluk hidup, kehidupan bermula dari telur.
“Kami bikin aksesori yang lebih menonjol untuk di runway. Orang, kan, duduk jauh (dari landas peraga), jadi kami buat piece yang besar-besar,” ucap Billy. “Tapi, kami mau rilis beberapa piece yang bisa dipakai sehari-hari seperti cincin.”
Dalam pandangan juri, tema yang diusung ISSHU menarik. Tema superromantis itu bisa diterjemahkan menjadi ekspresi cinta yang edgy dan nyeleneh. Ekspresi ini dikemas menjadi aksesori yang cocok dengan selera pasar mereka yang kebanyakan generasi Z.