Santap ala Orisinalitas Nganjuk
Ruth Wijaya dan Maria Kristiana berinovasi dengan susu untuk menggantikan santan. Sekelebat manis mangga podang endemik Nganjuk turut menetralisasi pekatnya kari.
Nganjuk tak hanya dikenal karena Gunung Wilis dan Kendeng. Kabupaten berjuluk ”Kota Angin” itu juga mengandalkan bawang merah, mangga podang, hingga bumbu siap sajinya. Variasi otentisitas tersebut lantas bersintesis dalam aneka hidangan bertajuk ”Makan Siang Indonesia”.
Ruth Wijaya mempersilakan undangan mencicipi balung kethek, keripik yang terbuat dari singkong, garam, dan minyak nabati. ”Saya ambil tulang (balung) dari anak monyet (kethek) yang nakal terus dimasak. Enggak, cuma bercanda, ya,” ujarnya sambil terbahak.
Di Cafe d’Aurelie, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (11/11/2023), Ruth yang mendirikan usaha bumbu racik aneka masakan Nusantara berjenama Mbah Djo tersebut menyodorkan olahan singkong cokelat keemasan dengan menjemur dan menggorengnya.
Baca juga: Kuliner Nusantara Berdialog dengan Zaman
Sajian pembuka atau klethikan itu ditemani chutney alias saus untuk cocolannya. Spontan, gurihnya keripik berpadu manis mangga podang dengan juruh gula lontar. Masamnya cuka dari nira lontar yang sama-sama diproses secara tradisional dan alami di Buleleng, Bali, menambah sedap kuah pekat tersebut.
Paling, sayur-mayurnya saja dari pasar setempat. Mangga podang juga endemik Nganjuk, Madiun, Kediri, dan Tulungagung.
Ruth lalu menghidangkan soerabaja roll atau gado-gado siram dengan tampilan yang dimodifikasi. Tahu, tempe, hingga sayur-mayur dibungkus kol rebus dan selada. Gado-gado ala Nganjuk, demikian ia menyebut santapannya, seraya menerangkan pemakaian susu ketika dimasak untuk menggantikan santan.
”Bumbunya beda dengan pecel. Kalau orang Jawa Timur pasti tahu. Penyajiannya modern dengan dipercantik biar agak resik,” katanya. Ia menaburkan kacang sangrai dan bawang goreng dengan orisinalitas Nganjuk. Tak heran karena kreasi Ruth didominasi pasokan dari kabupaten di Jatim tersebut.
Olahan umbi itu berbeda dengan varian asal Brebes, Jawa Tengah, yang turut dikenal sebagai sentra bawang merah. Bawang goreng khas Nganjuk tercecap lebih menyengat, legit, dan krispi. Ruth kemudian menunjukkan bawang merah mentah yang lebih kecil dan gelap daripada hasil budidaya dari Brebes.
Terendam kari
”Paling, sayur-mayurnya saja dari pasar setempat. Mangga podang juga endemik Nganjuk, Madiun, Kediri, dan Tulungagung,” tutur Ruth. Kacang pun dipilah dulu berdasarkan ukurannya. Kalau tidak, kacang kecil bisa gosong waktu digoreng sementara yang besar belum matang.
Dilanjutkan hidangan utama, salmon kari, makan siang yang dikemas khas gourmet atau serba berestetika itu dikawinkan dengan acar mangga. Irisan cabai dipadukan mangga podang, daun ketumbar, bawang merah, dan tomat kecil. Ia tentu menggunakan Mbah Djo yang tak ketinggalan berasal dari Nganjuk.
Sewaktu dikunyah, salmon nyaris lumat dengan kelembutan di dalam, namun garing di luar. Salmon pun begitu gurih berkat marinasi dengan bumbu kari semalaman. Dipanggang dengan pan, sajian tersebut semakin menggugah selera lantaran sedikit terendam dalam kuah kari.
Tampil bersama sayuran panggang dengan marinasi gulai dan bumbu kari pula, sekelebat manis mangga ternyata mampu menetralisasi pekatnya kari yang semula agak berat menekan indera pengecap. Tersesap juga sekejap cita rasa kaldu sapi dalam kari.
Gurihnya kaldu dari tulang pun unik karena setelah mengental, tak digenangi santan, melainkan susu. Pengunjung juga bisa memilih menu utama lain, ayam bakar, yang dimarinasi dengan bumbu bali merah dan dipanggang. Potongan tersebut diimbuhi sayur-mayur segar, kentang, dan wortel panggang.
Baca juga: Rawon, Kuliner Legenda Jatim yang Mendunia
Opsi selanjutnya, soto daging, dimarinasi dengan kuah yang kaya akan rempah-rempah. Sebelum dimasak, daging dipanggang agar kecokelatan dan manisnya lebih keluar, baru dimasak dalam kuah. Porsi itu didampingi kentang dan wortel panggang yang hanya dibumbui bawang putih dicampur mentega.
Makan yang diselingi kelakar, gelak, dan obrolan hangat tersebut ditutup dengan teh atau kopi ditemani kue mendut, lapis, dan kukis. Ruth terlihat hampir selalu sibuk hilir mudik untuk mengangkat piring hingga sekadar berbincang dengan tamu-tamunya.
Sempat ditertawakan
”Awalnya, enggak sengaja gara-gara pemilik Cafe d’Aurelie, Maria Kristiana Dewi, bikin soto. Masakan Indonesia, kan, enak-enak. Ya, mulai saja, deh,” ujar Ruth. Ia malah ditertawakan teman-temannya saat mencetuskan untuk menyajikan balung kethek.
”Semua bisa dikemas dengan baik. Saya enggak pernah tahu bakal diterima kalau belum dimulai. Siapa yang mengira kalau semuanya bisa dihidangkan dengan elok,” ujarnya. Ruth tak hendak kebarat-baratan dengan racikan model gourmet, tetapi sebagian konsumen terbiasa menikmatinya.
”Bukan fusion (penggabungan) juga karena Maria sehari-hari masaknya begitu. Memang, suaminya orang Perancis, tetapi tetap masakan rumahan,” katanya. Bumbu-bumbu Mbah Djo juga memudahkan Maria untuk menyiapkan ”Makan Siang Indonesia” sesuai seleranya tanpa modifikasi yang aneh.
”Asal bumbu Mbah Djo saja sudah pas. Daging dan kari enggak diubah. Ya, sudah, saya ajak bikin makan siang, Maria langsung setuju,” tutur Ruth. Maria pilihan yang tepat karena senang memasak ditambah kerap mengunggah konten ke media sosial.
Enggak gampang bikin masakan Indonesia yang pakai santan. Ternyata, pakai susu lebih enak dan sehat.
Ruth dan Maria pun sangat ingin merealisasikan ”Makan Siang Indonesia” karena sama-sama anggota komunitas pegiat kuliner Jalansutra. ”Saya mau komunitas berguna. Kalau ngomong pendidikan kuliner, mesti gesit menyesuaikan dengan keinginan terkini konsumen,” katanya.
Semisal salmon yang direkomendasikan Ruth, banyak anak muda memilihnya ketika mereka lebih sering mendapati kari ayam. ”Disesuaikan market (pasar), tetapi kari, kuah soto, dan saus ayam bakar enggak berubah. Saya sampai mengkhayal, taplak sampai bunganya kayak apa,” ujarnya diikuti senyum.
Ruth menambahkan kertas yang mencantumkan penjelasan mengenai ”Makan Siang Indonesia” sekaligus untuk alas dengan suguhan tetap berkarakter Jawa. ”Kayak memfasilitasi ide gila saya dan Maria saja. Piringnya dipikirin. Buat soto saja beda,” katanya.
Maria terpikir untuk menggunakan susu ketimbang santan yang dilatari pengalamannya bermukim antara lain di Perancis, China, dan Uni Emirat Arab. ”Enggak gampang bikin masakan Indonesia yang pakai santan. Ternyata, pakai susu lebih enak dan sehat,” tuturnya.
Ia bersama Ruth menggagas “Makan Siang Indonesia” pada akhir September 2023. Maria pun berencana menambah menu tersebut di Cafe d’Aurelie mulai awal Januari 2024. ”Sekarang, menu salmon ada dua, tetapi sebagian konsumen pengin yang khas Indonesia. Jadi, saya tawarkan yang beda,” ujarnya.
Ruth pun harus meluangkan waktu di sela pontang-panting menyiapkan keberangkatan ke Kathmandu, Nepal, pekan selanjutnya. ”Saya mau ikut konferensi kontraktor Asia Pasifik. Maria, sih, sudah pengin bikin rawon kapan-kapan. Saya ayo saja. Hajar, Mar,” ujarnya sembari tertawa.