Awalnya, ia membuat kain batik tulis dengan proses pembatikan pada umumnya. Pada bahan batik tulis yang sudah jadi, ia menambahkan sentuhan sapuan kuas yang membuat tampilan batik itu berbeda dengan batik umumnya.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO
·5 menit baca
Desainer Agnes Linggar Budhisurya punya cara tak biasa untuk merayakan Hari Batik. Ia membuat 30 baju dari batik tulis, batik lukis dengan gradasi warna, dan kain bermotif batik dengan teknik cetak halus. Tampilannya tampak elegan dan berkelas.
Baju karya Agnes tersebut dipamerkan untuk merayakan Hari Batik di mal Sarinah Jakarta pada Selasa (3/10/2023). Meski tak tampil di landas peraga seperti acara peragaan busana pada umumnya, tetapi di lantai dasar mal pertama, tampilan setelan, terusan, luaran beserta aksesorinya tetap menarik perhatian.
Pasalnya, sebagian besar baju karya desainer berusia 78 tahun tersebut dibuat dengan cara rumit dan waktu lama. Pada beberapa karya terdapat sentuhan teknologi cetak digital. Ini dilakukan oleh Agnes untuk membuat kain motif batik.
Awalnya, ia membuat kain batik tulis dengan proses pembatikan pada umumnya. Pada bahan batik tulis yang sudah jadi, ia menambahkan sentuhan sapuan kuas yang membuat tampilan batik itu berbeda dengan batik tulis pada umumnya.
Setelah jadi, motif pada batik tulis-lukis ini diperbanyak dengan teknik cetak digital menjadi kain bermotif batik. Yang rumit adalah meletakkan motif batik yang akan dipakai pada kain bermotif batik tersebut.
Kain ini selanjutnya dibuat menjadi baju model kaftan (baju longgar) warna dasar hitam dengan gambar kepala Janaka (nama lain Arjuna), salah satu tokoh dalam pewayangan yang populer. Agnes membuat gaun model itu agar bisa menampilkan gambar wayang secara jelas.
”Pembuatan ’batik’print itu untuk menyiasati supaya harga baju lebih terjangkau. Jika baju saya semua dari kain lukis batik, siapa mau beli. Harganya mahal sekali. Lagi pula jika saya harus membuat batik lukis dalam jumlah banyak, ya tak sanggup,” jelas Agnes, Kamis (4/10/2023), di Jakarta.
Meskipun harga baju berbahan kain motif batik hasil cetak digital halus karya Agnes masih mencapai jutaan rupiah, bagaimanapun harga itu masih jauh lebih murah daripada harga baju dari batik lukis yang mencapai puluhan juta rupiah per helai.
Agnes mengaku tak bisa menjual baju karyanya dengan harga lebih murah mengingat sekalipun bahan kain bermotif batiknya dicetak, seniman digital harus bekerja dalam pendampingannya.
”Saya harus terus berada di samping mereka. Saya orangnya rewel. Peletakan motif mesti ditata secara tak biasa dengan gradasi warna. Penataan saya njlimet (rumit), tapi itulah saya. Jika saya belum OK, bahan untuk di-print tidak bisa jalan,” ujar Agnes mengenai jalan panjang dan lama yang harus dilalui untuk memindahkan karya batik lukis menjadi kain bermotif batik.
Saat menata letak motif batik, di kepala Agnes sudah terpikir, model baju seperti apa yang cocok dengan motif tersebut. Selain menjadi kaftan, kain itu juga ia buat atasan berpotongan asimetris, bagian kiri blus lebih panjang, dengan lengan tertutup. Sementara itu, lengan sebelah kanan model u can see dari kain yang dibelah menjadi dua sehingga bagian samping tubuh model menampakkan dalaman warna kuningnya.
Sebagai penggemar batik, Agnes juga memamerkan gaun dari bahan batik tulis. Kedua terusan itu seolah menjadi minoritas di antara karya lain yang merupakan batik lukis, tetapi hal itu perlu dilakukan agar khalayak melihat perbedaan bahan batik yang ia pakai untuk koleksi spesial di Hari Batik.
Menghidupkan
Pada dua baju berwarna oranye, dua baju bermodel kimono berbahan batik lukis, Agnes menjelaskan proses pembuatan kain batik dari sutra itu. Ia lebih dulu menggambar motif dalam hal ini bunga peony warna ungu yang digambar di atas kain sutra oleh pembatik. Proses pencucian batik dan seterusnya dilakukan oleh Agnes.
Setelah kering, ia menyapukan kuas untuk menyempurnakan batik tersebut. ”Tambahan besi memberi warna lebih gelap atau terang, lalu membuat gradasi untuk memunculkan warna batik yang cantik,” kata Agnes.
Sentuhan tangannya membuat tampilan baju batik dari bahan tersebut menjadi amat berbeda dengan kain aslinya. Warnanya tidak baku lagi, tetapi muncul warna lain yang tidak setegas pada batik tulis.
Proses hampir sama ia lakukan pada lembaran batik bergambar burung besar yang ia beli di Solo. Batik berukuran besar warna krem dan kecoklatan itu ia buat luaran panjang menjuntai ke tanah untuk pesta gala, tetapi Agnes menambahkan motif lain untuk melengkapi motif yang sudah ada, plus membuat warna kain batik tulis itu bergradasi. Dari berwarna krem, bertambah warna coklat lebih tua dan kehijauan.
Untuk memunculkan kesan anggun, kerah leher luaran ia buat lebih tinggi dari bahan polos warna cokelat. Agnes membuatkan gaun panjang warna hijau bergradasi ke warna keemasan dengan belahan tinggi di bagian depan untuk melengkapi jubah tersebut. Setelan itu membuat tampilan model bagai putri kerajaan dengan jubah indah bergambar burung besar.
Pada lain bagian koleksinya, ia membuat batik aplikasi, yakni menggunting motif-motif batik tulis miliknya, lalu menempelkan ke kain polos. Untuk membuat aplikasi batik menempel dengan baik dan menyatu dengan kain polos, Agnes membordir pinggiran motif batik tersebut. Hasilnya bisa dilihat pada gaun panjang warna hitam yang ditutup luaran panjang warna hitam dari kain tulle berhias aplikasi batik.
Pemasangan aplikasi batik membuat tampilan batik menjadi lebih hidup sehingga tampak elegan, tidak terlalu ramai oleh banyak motif. Cara ini membuat orang fokus ke keindahan batik tulis pada aplikasi tersebut. ”Kadang saat kita membeli batik tulis, motifnya terlalu ramai. Itu membuat saya memikirkan untuk mengambil bagian kecil dari batik tersebut,” tutur Agnes.
Agnes mengakui, butuh ketelitian, ketelatenan, kemampuan memadukan warna dan punya ”rasa” yang terlatih untuk membuat sentuhan tambahan pada batik. Tak ada jalan pintas untuk mencipta karya indah.