Materi komedi tidak selamanya berasal dari musibah seseorang yang membuat senang orang lain. Di tangan para pembuat konten, komedi bisa berangkat dari mana saja, termasuk bahasa pergaulan
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA, BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·6 menit baca
KOMPAS/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
Dewi Sekartadji (8), bersama dua temannya, Ihza (kiri) dan Aisyah (kanan), di teras rumah, menikmati konten-konten hiburan di platform Tiktok, Selasa (19/9/2023), Sepulang sekolah, para pelajar SD itu kerap menghabiskan waktu untuk beristirahat sore sembari mencari hiburan di media sosial. Konten-konten yang disukai Dewi di antaranya musik dan parodi komedi
Komedian senior Amerika Serikat, Carol Burnett, pernah berkata, komedi adalah tragedi yang ditambah dengan waktu. Ini adalah pemahaman klasik dalam dunia komedi yang hendak mengatakan bahwa sebuah tragedi bisa dikemas menjadi lawakan setelah waktu berlalu.
Kalimat legendaris Burnett itu tecermin juga dari kebiasaan pelawak yang mengemas kesialan atau musibah yang mereka alami menjadi bahan lelucon. Namun, perlu waktu agar kenangan menyakitkan itu mereda sehingga siap untuk dibawakan di atas panggung.
Rumus lama tersebut hingga kini masih dipakai sebagian komedian. Namun, tidak sedikit yang mulai jarang menggunakannya. Belakangan, materi komedi mulai bergeser, tidak melulu mengisahkan tragedi. Di Indonesia, materi komedi yang bersumber dari percakapan di media sosial dan bahasa pergaulan mulai menjamur.
Rauf Afoche Maulana Hutagaol atau karib disapa Apos Menghibur penonton yang menyaksikan acara lawakan tunggal (stand up comedy). Apos mengamati materi humor dari konten-konten yang berkembang di masyarakat kini bergeser ke segala hal yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari.
Komedian asal Jakarta Timur, Rauf Afoche Maulana Hutagaol, mengatakan, pernah mencoba berbagai macam materi untuk konten-kontennya di media sosial. Tema dari materi komedinya beragam, mulai dari keseharian hingga kehidupan percintaan.
Namun, dari sekian banyak materi yang pernah dia angkat, tema soal bahasa pergaulan dan kehidupan anak muda di Jakarta Timur (Jaktim) menjadi yang paling digemari. Dari sana, ia mulai rutin membuat bahan komedi yang mengulas soal serba-serbi kehidupan di Jaktim. Selain Apos, komedian lain yang kerap mengangkat tema bahasa gaul kawasan Jakarta ini adalah Oza Rangkuti. Oza dikenal luas karena tema komedinya sangat banyak menggunakan bahasa-bahasa gaul yang berkembang di Jakarta Selatan (Jaksel).
“Konten Jaktim ini muncul dari proses mencoba semua materi. Kebetulan yang Jaktim ini paling kena ke orang-orang,” kata Rauf yang kerap disapa Apos Hutagaol, Senin (11/9/2023).
Ide Apos membuat konten soal Jaktim terinspirasi dari maraknya penggunaan bahasa gaul ala Jaksel yang digunakan anak-anak muda di media sosial. Bahasa gaul Jaksel ini merujuk pada kosa kata bahasa Inggris yang dicampurkan penggunaannya dengan bahasa Indonesia. Kosa kata yang kental dengan identitas Jaksel seperti ‘which is’, ‘jujurly’ dan ‘literally’. Ini bisa terjadi karena kawasan di Jaksel banyak dihuni kalangan menengah ke atas yang rata-rata fasih berbahasa asing.
Nazwa Alea (10) menonton konten komedi yang ditayangkan di platform media sosial Tiktok, Selasa (19/9/2023). Para pembuat konten kini lebih sering mengangkat tema yang lekat dengan keseharian masyarakat, termasuk bahasa pergaulan, dalam berkarya. Bahasa pergaulan mudah diterima karena berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat
Jaksel pun lekat dengan citra masyarakat kosmopolit dan elite. Sebagaimana komedian lain yang menggunakan keresahannya sebagai pemantik dalam berkarya dan membuat ide konten, Apos tergelitik dengan situasi tersebut.
Dari kegelisahan itu, Apos membuat narasi tandingan, yaitu kehidupan pemuda Jaktim yang kontras dengan Jaksel. Berbeda dengan kawasan Jaksel yang terkesan elitis, Jaktim justru penuh dengan kesederhanaan ala masyarakat menengah ke bawah. Ia pun sering mengajak Oza untuk membuat konten bersama dengan membandingkan keseharian antara pemuda di Jaktim dan Jaksel.
Pada salah satu kontennya, Apos terlihat mencoba menjawab kuis menerjemahkan suatu istilah ke dalam ‘bahasa Jaksel’. Dari semua pertanyaan yang diajukan, tiada satu pun mampu dia jawab dengan benar. Di konten itu Apos memperlihatkan keluguan ‘darah Jaktimnya’ yang kurang bisa memahami istilah-istilah Jaksel yang begitu kebarat-baratan.
“Saya bikin konten berdasarkan keseharian yang paling dekat. Kekuatan terbesar dari materi komedi jenis ini adalah kecocokannya dengan apa yang orang lain juga alami (relate). Makanya begitu saya buat soal bahasa Jaksel kontra Jaktim, itu banyak yang merasa berhubungan dengan kesehariannya,” ujarnya.
Pengalaman serupa juga disampaikan komedian sekaligus sutradara, Ernest Prakasa. Ernest menjelaskan, harus ada unsur emosi dalam setiap materi yang diobservasi oleh komedian. Inilah yang menjelaskan mengapa materi-materi komedi yang berangkat dari keresahan bisa sangat kuat serta mudah dicerna banyak orang. Dalam konteks Apos, ia menggunakan perasaan atau emosinya yang jengkel terhadap kehidupan pemuda Jaksel yang dianggapnya elitis dan sok Inggris.
KOMPAS/FABIO MARIA LOPES COSTA
Ivandro Saba peraih juara Stand Up Comedy Jaga Papua di Kota Jayapura, Papua, Kamis (1/12/2022).
Peneliti Humor dari Institut Humor Indonesia Kini (IHIK) Ulwan Fakhri menjelaskan, fenomena berkembangnya bahasa sebagai unsur humor seperti “Bahasa Jaksel” seperti yang ditampilkan komika Oza Rangkuti berawal dari kegelisahan masyarakat. Ia menjelaskan, masyarakat sudah enek dengan sekelompok masyarakat tertentu yang sengaja menggunakan sepenggal-penggal Bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari agar dianggap sebagai bagian kelas masyarakat yang lebih tinggi.
Hal ini, lanjut Ulwan, adalah fenomena sejak zaman kolonial, di mana segelintir masyarakat sengaja menggunakan Bahasa Belanda saat bercakap-cakap agar terlihat dari kalangan yang lebih tinggi dibanding lainnya.
Keresahan masyarakat atas sekelompok tertentu inilah yang kemudian menjadi bahan parodi yang diolah oleh para komika. “Saat konten itu muncul untuk parodi atau mengejek sekelompok masyarakat itu, maka boom! Bom waktu itu meledak dan dinikmati bersama-sama,” ujar Ulwan.
Cepat tenggelam
Materi komedi yang bersumber dari bahasa pergaulan sebagaimana digunakan Apos memang mempunyai daya ungkit luar biasa. Namun, materi seperti itu juga punya kelemahan, yaitu lekas tenggelam karena orang-orang berpotensi jenuh karena kosa kata bahasa pergaulan sangat cepat timbul dan berlalu begitu saja.
Apos mengakui hal tersebut. Setelah satu tahun lebih mengangkat komedi yang bersumber dari keseharian dan bahasa gaul di Jaktim serta Jaksel, Apos menangkap sinyal bahwa langgam komedinya itu mulai menjemukan.
“Kelemahannya itu (konten komedi dari bahasa gaul) enggak bisa bertahan lama. Kalau konten begitu paling lama banget itu bertahannya dalam hitungan pekan. Paling lama bisa bertahan enam bulan itu sudah bagus.
Hal ini berbeda dengan materi komedi yang berangkat dari kritik sosial seperti kerap dilontarkan grup Warkop DKI di era 1980-an dulu.
Salah satu komedi yang masih relevan dan menggelitik hingga disimak hingga saat ini adalah perkataan Kasino, seorang anggota grup lawak Warkop, yang menyebut bahwa anak-anak orang kaya cenderung tengil atau menyebalkan. Padahal, belum tentu harta yang orangtua mereka miliki diperoleh dari cara yang halal dan bersih. Kalimat Kasino itu tidak tergerus zaman dan mampu dinikmati hingga hari ini sebagai bahan komedi sekaligus bentuk refleksi keadaan sosial di masyarakat.
Ernest Prakasa (40) di Jakarta, akhir Desember 2022.
Mengenai fenomena bahasa pergaulan yang banal digunakan sebagai bahan komedi, pakar linguistik, Ivan Lanin, menjelaskan, ragam bahasa pergaulan itu muncul lantaran adanya kebutuhan untuk menghasilkan bahasa yang hanya dipahami oleh kelompoknya yang membedakan dengan kelompok lainnya. Bahasa pergaulan atau yang lebih dikenal sebagai slang ada pada hampir semua generasi dan bahasa.
Meluasnya penggunaan bahasa gaul ala Jaksel, kata Ivan, disebabkan sebutan sebagai anak Jaksel menimbulkan identitas sosial yang dianggap bergengsi bagi sebagian orang. “Orang-orang yang ingin dapat diterima atau dianggap bagian kelompok tersebut akan mempelajari dan menggunakan slang kelompok itu,” ucap Ivan.
Bahasa slang itu bisa diterima menjadi materi komedi karena merupakan jenis humor dengan teknik bahasa yang paling mudah diciptakan dan disebarkan. Faktor utama yang menumbuhkan humor berupa permainan kata slang adalah kreativitas. Manusia senang mengekspresikan diri dengan bahasa yang tidak konvensional untuk memberikan keunikan dan kebaruan.
Menurut Ivan, humor dalam bahasa gaul amat mudah diterima karena lebih akrab dan santai. Dengan semakin banyaknya penggunaan bahasa gaul, Ivan menilai hal itu tidak akan serta merta membuat generasi muda melupakan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. “Proses tersebut alamiah. Kalau hanya melihat kondisi anak muda saat ini yang belum dituntut oleh pendidikan dan pekerjaan, kita mungkin cemas. Namun, bahasa mereka akan berubah seiring dengan pertambahan umur dan tuntutan terhadap mereka,” ujarnya.