Walau di Tengah Belantara Polusi, Mereka Tetap Berolahraga
Ini cerita tentang masyarakat yang tetap berolahraga luar ruang walau Ibu Kota tengah dirundung polusi. Bagaimana semestinya berolahraga luar ruang di tengah polusi?
Warga sedang asyik berolahraga tenis di Lapangan Tenis Outdoor Gelanggang Olahraga Remaja (GOR) Soemantri Brodjonegoro, Jakarta, Selasa (5/9/2023). Kendati menyadari kualitas udara sedang buruk, mereka memilih tetap berolahraga untuk menjaga kebugaran tubuh.
Di tengah polusi yang tengah melanda Ibu Kota, masih banyak warga masyarakat yang memilih tetap berolahraga luar ruang. Beragam alasan mereka, mulai dari setidaknya badan bergerak sehingga lebih bugar hingga mempertahankan kesiapan fisik untuk mengikuti ajang lari berikutnya.
Selasa (5/9/2023) sekitar pukul 19.00, area Gelanggang Olahraga Remaja (GOR) Soemantri Brodjonegoro, Jakarta, mulai dipadati warga. Kebanyakan dari mereka adalah pekerja kantoran yang sengaja mampir untuk berolahraga selepas kerja.
Di arena Kolam Renang Plaza Festival, gemercik air dari warga yang berenang memenuhi isi arena setengah terbuka itu. Di dekat area panjat tebing, ada sekelompok warga yang juga sedang asyik berlatih bela diri.
Begitu juga di area Lapangan Tenis Outdoor Kuningan. Dua dari tiga lapangan dipenuhi warga yang tengah berlatih teknik serve, sedangkan satu lapangan dalam kondisi kosong karena sedang dicat untuk peremajaan.
Salah satu warga yang hendak berolahraga tenis saat itu adalah Lolita (37). Ia tengah menunggu gilirannya bermain pukul 20.00.
Lolita mengaku gandrung luar biasa dengan tenis sejak sekitar 9 bulan terakhir. Bahkan, saking gandrungnya, dalam sepekan, hampir setiap hari dia bermain tenis dengan durasi 2-2,5 jam. Ia biasanya bermain bersama temannya atau orang yang baru dikenalnya melalui aplikasi ponsel yang mempertemukan para warga yang butuh teman berolahraga bersama.
”Kalau sudah main itu rasanya senang banget. Tenis itu bukan olahraga yang sekali main langsung bisa. Jadi, butuh Latihan terus-menerus. Saya jadi tertarik untuk terus rutin meningkatkan kemampuan,” ujarnya dengan senyum ramah terkembang.
Lolita yang sehari-hari disibukkan dengan usaha aroma terapi miliknya sebetulnya sangat sadar bahwa kondisi udara luar ruang Ibu Kota saat ini sedang buruk. Namun, menurut dia, saat sedang fokus bermain tenis, hal itu tidak akan memengaruhi dirinya.
Warga yang berdomisili di bilangan Jalan Sudirman ini mengaku, kondisi udara yang buruk membuatnya lebih mudah mengantuk. Analisis pribadinya, pasokan oksigen bersih ke otak mungkin menurun sehingga dia mudah mengantuk. Namun, saat tiba di lapangan tenis, dia kembali bersemangat lagi. Itulah yang membuatnya tetap berolahraga di tengah polusi.
Selain berolahraga, untuk menjaga kesehatan tubuhnya, dia juga rajin mengonsumsi buah-buahan dan sayuran untuk meningkatkan antioksidan dalam tubuh. Dia juga memasang alat penjernih udara ruangan di kamarnya.
Mengombinasikan olahraga luar ruang dan dalam ruang jadi salah satu strategi yang diterapkan Inan (43). Pada pagi hari, dia kerap berjalan santai di area tempat tinggal di Apartemen Taman Rasuna, Jakarta. Adapun malam harinya dia berlatih muaydi dalam area GOR Soemantri Brodjonegoro.
Dia mengatakan, durasi jalan kakinya pagi hari kini turun dari biasanya sekitar 1 jam menjadi hanya sekitar 30 menit. Ini lantaran dia merasakan udara yang tidak enak. Jumlah warga yang berolahraga jalan pagi di sekitar area apartemen, lanjut Inan, juga berkurang lantaran udara yang buruk.
”Saya sendiri sempat empat hari ini rasanya sakit tenggorokan. Makanya, saya tetap harus berolahraga agar tetap bugar,” ujarnya ditemui di sela-sela latihan muay.
Warga lainnya, Christoforus Ristianto, tetap rutin berlari 3-4 hari per pekan. Biasanya, pria 27 tahun ini berlari tiap Selasa, Kamis, dan Jumat di sekitaran area BSD, Tangerang Selatan. Lalu pada Minggu, dia biasa berlari saat hari bebas kendaraan bermotor di Jakarta.
Biasanya dia berlari mulai pukul 05.00 hingga 07.30. Setiap berlari, rata-rata dia bisa menempuh jarak 27-28 kilometer. Setelah lari pagi itu, karyawan perusahaan rintisan di bidang akomodasi wisata ini pun kemudian bersiap bekerja dari rumah (work from home).
Ia mengatakan, sudah beberapa pekan terakhir, udara pagi hari yang dihirupnya memang tidak menyejukkan seperti sebelumnya. Christo mengatakan, saat ini udara yang dihirupnya bikin perih dan tidak segar. Jarak pandang pun menurun, kelihatan buram di depan.
Kendati demikian, dia tetap memutuskan rutin berolahraga pagi lantaran akan mengikuti ajang lari beberapa waktu ke depan. ”Perlu terus berlari buat menjaga kecepatan dan stamina,” ujar pria yang telah mengikuti berbagai lomba lari maraton ini, antara lain Maybank Marathon di Bali, BFI Run di BSD, dan Standar Chartered Singapore Marathon.
Ia menyadari, berlari di tengah polusi memang berisiko karena bisa saja mengganggu pernapasan. Kalaupun mengenakan masker, dia juga sulit bernapas. Adapun kalau berlari selama 2 jam lebih di dalam ruangan menggunakan treadmill membuatnya bosan.
”Idealnya pemerintah membuat fasilitas olahraga publik indoor seperti di negara lain,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintah perlu segera berbenah memperbaiki kualitas udara. Karena tak hanya berolahraga, berbagai kegiatan masyarakat juga lekat di luar ruang. Jadi, semua orang berpotensi berisiko alami gangguan kesehatan selama kondisi udara masih buruk.
Mengutip IQAir, indeks kualitas udara (AQI) Jakarta pada Rabu (6/9/2023) pukul 13.00 berada pada level 157. Adapun konsentrasi debu PM 2,5 di kawasan Jakarta mencapai 13,3 kali lipat dari nilai panduan kualitas udara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Tinjauan medis
Dokter spesialis paru Rumah Sakit Pelni, Erlang Samudro, mengatakan, saat seseorang berolahraga luar ruang di kondisi udara yang polutif, sebetulnya dia beraktivitas dalam dua hal yang berlawanan. Sebab, olahraga sejatinya menyehatkan, sementara itu polusi bersifat sebaliknya.
”Antara olahraga dan polusi itu kontradiktif. Itu fakta yang mesti pegang,” ujar Erlang, Selasa (5/9/2023).
Ia menjelaskan, saat berolahraga luar ruang di udara polutif, warga harus betul-betul menghitung kapasitas kesehatannya, kualitas udaranya, dan durasi olahraganya. Misalkan, apabila seseorang tergolong berkesehatan rentan, dia dianjurkan berolahraga saja di dalam ruang.
Selain itu, warga juga harus memperhatikan tingkat kepekatan polusi udara. Bila AQI tidak sampai 150, dia menganjurkan olahraga luar ruang maksimal 30 menit.
Setelah itu, jika masih ingin berolahraga, sebaiknya mengenakan masker. Ini berlaku baik olahraga seperti jalan kaki, joging dan lari, ataupun bersepeda. Dengan mengenakan masker, polusi bisa berkurang hingga setengahnya.
Hal senada juga dikemukakan Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Masalah Rokok Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Feni Fitriani. Ia menjelaskan, bila AQI sudah di atas 150, tidak dianjurkan untuk aktivitas di luar ruang termasuk olahraga. Apalagi, untuk masyarakat kelompok sensitif, tidak dianjurkan berolahraga, bahkan saat AQI di atas 100.
Perhatikan juga durasi berolahraga luar ruang. Waktu 30 menit dianggap relatif aman untuk olahraga luar ruang saat AQI 51-150. ”Namun, tetap memperhatikan kondisi personal. Jika memang merasa tidak nyaman, segera menghindar atau menghentikan kegiatan olahraga di luar ruangan,” ujar Feni.
Selain itu, dia juga menganjurkan menggunakan masker saat olahraga. Ada pula warga yang menggunakan masker yang dilengkapi filter PM 2,5 di balik masker.
Baca Juga: Olahraga di Tengah Kualitas Udara Buruk Bisa Berbahaya