Porsche World Road Show (PWRS) Indonesia kembali digelar pada 2-10 Februari 2023 setelah berselang delapan tahun. Inilah pengalaman menyetir yang ”mahal” karena bisa mencoba banyak model terbaik merek asal Jerman ini.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·7 menit baca
Perhelatan Porsche World Road Show (PWRS) Indonesia 2023 pada 2-10 Februari lalu di Sirkuit Internasional Sentul, Bogor, Jawa Barat, layak menjadi hari untuk dikenang bagi pesertanya. Betapa tidak, peserta berkesempatan menjajal kemampuan terbaik semua lini Porsche yang didatangkan langsung dari Stuttgart, Jerman. Tidak ada satu mobil pun yang tak enak.
Awak media, termasuk Kompas, mengikuti hari pertama ajang ini pada Kamis (2/2/2023). Acaranya dimulai dari pukul 09.00. Artinya, awak media yang berasal dari Jakarta dan sekitarnya berangkat dua jam sebelumnya. Mata masih mengantuk, segelas kopi espresso rasanya tak cukup menyegarkan. Tak apa, karena kami beruntung diundang ke acara ini. Peserta umum, pemilik Porsche atau bukan, harus membayar tak kurang dari Rp 11 juta per orang.
Di arena berjajar 20-an model Porsche yang dipasarkan saat ini, yang rata-rata diproduksi tahun 2022. Mobil beraneka warna dan tipe itu menyambut kedatangan kami. Terlihat seri legendaris, seperti 911, dan Boxster, serta mobil-mobil empat pintu semacam Panamera, Macan, dan Cayenne. Ada pula mobil listrik sejati Taycan. Tiap model disediakan varian berbeda.
Acara dimulai dengan peluncuran model terbaru seri 911, yakni Porsche 911 GT3 RS. Mobil performa tinggi—tenaga maksimum 518 hp dan torsi puncak 469 Nm—ini baru pertama kali hadir di kawasan Asia Tenggara. Maka, acara ini juga mengundang beberapa wartawan dari negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia.
Awak media dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok mengikuti sesi berbeda secara simultan. Setiap kelompok didampingi instruktur berpengalaman. Kompas bergabung dalam kelompok yang didampingi Wim Daems, instruktur ramah berkebangsaan Belgia.
Daems mengajak kami mengikuti sesi pertama, yakni breaking alias pengereman. Di sesi ini, kami menguji seberapa pakem rem cakram berbahan keramik yang terpasang di setiap roda Porsche 911 Turbo S Cabriolet. Mobil berpenggerak empat roda ini disebutkan bisa berakselerasi 0-100 km/jam dalam waktu 2,8 detik. Dari kecepatan 100 km/jam, mobil hanya membutuhkan jarak sekitar 28 meter hingga berhenti total. Mobil pada umumnya, seperti VW Golf yang disebut Daems, perlu jarak hingga 40 meter.
Itulah yang kami bakal lakukan: melajukan Porsche bertorsi 800 Nm hingga kecepatan 100 km/jam lalu rem mendadak. ”Hajar pedal rem sekeras mungkin,” pesan Daems. Teknik start-nya pun bukan sembarangan, melainkan menggunakan cara launch control: mesin yang sudah berputar di atas 6.000 rpm ditahan oleh rem, lalu remnya dilepas. Maka, seperti anak panah, Porsche hijau itu melesat.
Rasanya sekejap saja, Daems yang duduk di sisi kanan berseru, ”Rem, rem, rem!” Sedalam mungkin pedal itu dilesakkan. Badan yang sebelumnya terdesak ke sandaran ketika berakselerasi, sontak maju ke depan. Sabuk pengamannya makin mengetat ketika rem diinjak keras.
Mobil berhenti tepat di titik yang direncanakan. Suara gesekan ban pada aspal membuat girang. Permukaan aspal yang basah tak membuat mobil mengepot sedikit pun.
”Sempurna,” ucap Daems. Mata yang semula masih agak mengantuk seketika segar. Rem cakram Porsche berbahan keramik lebih menyentak dibandingkan dengan espresso pekat. Ini keasyikan pertama.
Anteng di lumpur
Sesi berikutnya tak kalah menantang, yakni off-road. Ada lima tipe Porsche Cayenne yang disiapkan melintasi jalur tanah. Kami kebagian varian Cayenne terendah, nonturbo dan bermesin diesel. Meski versi paling biasa, kami yakin, SUV besar bermesin V6 dengan torsi 451 Nm tetap tangguh.
Sebelum memasuki jalur tanah, Daems mengingatkan untuk mengaktifkan kenop Offroad di konsol tengah, dan memilih mode Rocks atau bebatuan. Dengan mode ini, daya putar dari mesin tersalurkan secara imbang ke empat roda. ”Jalan perlahan saja, berakselerasi dengan lembut asal konstan,” pesan Daems.
Jalan tanah itu mulai berlumpur sebagian karena sempat diguyur hujan. Cara mengemudi perlahan asal konstan, serta posisi tangan pada setir memengaruhi gerak mobil. Kamera 360 yang memperlihatkan sekitar mobil bermanfaat ketika harus membaca tikungan sempit.
Tanjakan dengan sudut kemiringan di atas 40 derajat pun berhasil dilahap dengan tenang oleh Cayenne, bahkan bisa berhenti anteng di tengah-tengahnya berkat fitur Porsche Hill Control (PHC). Ketika turun dari ”bukit buatan” itu, kaki tak perlu menginjak pedal gas maupun rem karena lajunya ”dikunci” konstan pada kecepatan 3-4 km/jam.
Urusan laju, biar mobil yang menentukan meski melewati kubangan lumpur sekalipun. Tangan pengemudi, yang disarankan pada posisi jarum jam 9 dan 3, jadi penentu haluan. Posisi duduk yang tinggi memungkinkan mata mengawasi rintangan di kiri dan kanan jalur. Tantangan off-road ini aman bagi Cayenne, yang katanya justru lebih sering dibeli untuk mengantar anak ke sekolah atau berbelanja.
Selepas rehat makan siang, kami mendapat tantangan yang cukup merisaukan, yaitu slalom, atau berkelit di antara kerucut. Mobil yang dipakai adalah Porsche 718 Boxster GTS Cabriolet, yang mesinnya di tengah. Perut terisi penuh, tetapi harus meliuk-liuk dan mengerem sekencang mungkin di kotak finis.
Kami diberi kesempatan mencoba dulu trek dengan tiga kali liukan, satu memutar (u-turn), dan berakselerasi penuh sebelum finis. Kalau mual boleh tidak ikut. Setelah dicoba, rasanya baik-baik saja, malah keasyikan. Dua putaran pencatatan waktu rasanya kurang. Mobil warna putih itu punya perbandingan bobot depan-belakang yang imbang sehingga cocok dipakai bermanuver.
Benar saja. Setiap putaran setir rasanya presisi. Catatan waktu slalom kami 25 detik, termasuk penalti 3 detik karena menjatuhkan satu kerucut. Catatan terbaik peserta lain adalah 18 detik.
Turun ke sirkuit
Setelah bermanuver di sudut sempit, akhirnya kami benar-benar turun ke sirkuit dalam sesi handling atau pengendalian. Bagian pertama sesi ini adalah menggunakan lini mobil dua pintu, semuanya dari seri 911, seri legendaris idaman banyak penyuka mobil. Setiap peserta bergantian mencicipi menyetir 911 Carrera GTS, 911 Targa 4 GTS, dan 911 Carrera 4S.
Pada kesempatan pertama, Kompas masuk ke kabin 911 Targa yang rangka atapnya berbahan alumunium. Dilihat dari bentuknya, mobil ini tampak lebih kecil dibandingkan dengan seri 911 lainnya. Ia gesit betul di tikungan. Tapi, begitu mencoba Carrera, varian Targa rasanya kurang bertenaga. Porsche Carrera GTS, yang berpenggerak roda belakang, jauh lebih agresif.
Rasanya nikmat betul mendengar raungan mesin 6 silinder yang tak perlu diredam ke dalam kabin. Suara mesin berpadu dengan kerikil sirkuit yang berterbangan menambah dorongan adrenalin untuk memacu lebih cepat lagi. Sayangnya, kami diminta untuk menjaga jarak dengan mobil depan. Kecepatan puncak 293 km/jam hanya kami petik separuhnya.
Bagian kedua sesi handling ini menyajikan mobil berpintu empat, yaitu Panamera GTS, Macan GTS, serta Taycan Turbo. Bintang dari ketiga model itu adalah Taycan yang bertenaga listrik. Torsi instan 850 Nm bukan main-main. Kapan pun membutuhkan tenaga, terutama saat menapak racing line sehabis tikungan, Taycan memenuhinya. Suaranya hening, tetapi tenaganya buas.
Saking asyiknya, kami menunggangi Taycan ini sebanyak empat putaran sirkuit. Tenaganya yang besar membuat penasaran seberapa cepat yang bisa kami capai. Angka 200 km/jam sempat terpampang di spidometer setelah sengaja menjauhkan diri dari rombongan. Kami tak bisa lebih cepat dari itu karena lintasan lurus sirkuit terbatas, dan aspalnya bergerunjal.
Sesi terakhir adalah bonus taxi ride. Peserta jadi penumpang di dalam mobil yang disetiri instruktur. Kompas kebagian masuk mobil 911 Carrera GTS Turbo yang disetiri Paolo asal Spanyol. Dia masih malu-malu saja di tikungan pertama yang cukup lebar. Kencang, tapi terukur.
Selepas tikungan kedua, dia mulai memamerkan kebolehannya juga kemampuan mobil. ”Lihat ini,” ujarnya sambil menunjuk spidometer yang menunjukkan kecepatan 220 km/jam. Kelokan demi kelokan dilibas dengan gaya drifting, atau mengepot dalam kecepatan tinggi. Suaranya memberi sensasi tersendiri. Badan memang terhuyung-huyung, tetapi menyenangkan.
Rangkaian acara selesai sekitar pukul 16.00. Ini bukan mimpi bahwa dalam satu hari Kompas mencoba 9 model Porsche, yang semuanya bersetir kiri. Semua model memberi sensasi menyenangkan. Menggenggam setir berbalut alkantara pada 911 Carrera itu masih terkenang sampai sekarang. Adrenalin berkelindan dengan endorfin. Begini rasanya ”mengalami” Porsche di sirkuit, pengalaman yang belum tentu terjadi setahun sekali.