Kain tenun ikat Kediri terbukti bisa tampil untuk semua usia dan kesempatan. Kreativitas desainer Wignyo Rahadi, Era Soekamto, dan Priyo Oktaviano mendesain baju dari kain tenun Bandarkidul, Kota Kediri, Jawa Timur.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO
·5 menit baca
Kain tenun ikat Kediri terbukti bisa tampil untuk semua usia dan kesempatan. Kreativitas desainer Wignyo Rahadi, Era Soekamto, dan Priyo Oktaviano membuat kain tenun buatan perajin Bandarkidul, Kota Kediri, Jawa Timur, menjadi busana apik dan modern bagi anak muda hingga dewasa.
Kesan kain tenun ikat Kediri hanya bermotif dan warna itu-itu saja seketika hilang ketika menyaksikan para model silih berganti membawakan bermacam model busana di arena Dhoho Street Fashion ketujuh pada 10 Desember 2022 lalu. Ada busana terusan, setelan celana-blus, rok-blus buat perempuan dan sarung-kemeja, sarung-kemeja plus luaran buat para lelaki yang seolah bukan berbahan dasar kain tenun ikat Kediri.
Para desainer membuatkan desain baju yang membuat pemakainya tampak anggun, memesona. Pada bagian lain, para model pun kelihatan ceria sesuai dengan warna, motif, dan model busana yang membalut tubuh mereka.
Era Soekamto, yang dikenal sebagai desainer kaya filosofi berkat ketekunan mempelajari kearifan lokal dari nenek moyang bangsa Indonesia, menampilkan 24 busana untuk pria dan wanita. Dalam koleksi bertema ”Kadhiri” membuat dia memilih motif, antara lain, berbentuk trisula yang menunjukkan bahwa manusia harus berbudi pekerti, berdaya, dan punya sopan santun. ”Banyak pesan dari Kediri, tetapi saya hanya bisa mengangkat sedikit untuk dinikmati,” kata Era pada jumpa pers sebelum acara.
Mode busana yang ia tampilkan ada baju terusan dengan variasi lengan tiga perempat dari bahan tipis tembus pandang yang memberi aksen manis kepada busana itu. Paduan tenun bermotif dengan kain polos dan kain tembus pandang berbahan semacam organza dengan motif umpamanya bunga besar, seperti digunakan model Laura Muljadi menjadikan pemakainya anggun. Sementara padu padan kain batik dengan tenun menjadikan busana tak kalah indah.
Selain warna hitam, coklat, emas, Era juga menampilkan busana dalam warna lebih cerah. Ada merah, biru, abu muda, dan merah bata.
Untuk para lelaki, Era membuatkan celana dengan aksen bagian depan ditumpuk dengan tenun motif yang sama dengan atasan tenun warna polos dihias tenun motif di ujung lengan. Ada pula sarung dari kain batik dengan kemeja berbahan katun yang cocok untuk anak muda. Sebagian dari kain tenun dan batik untuk busana sengaja tak ia potong terlalu banyak.
Terjangkau
Pada kesempatan itu, Wignyo Rahadi menampilkan busana siap pakai buat perempuan dan lelaki. Potongan busananya tampak sederhana, tetapi justru membuat keberadaan kain ikat lebih menonjol.
Padu padan motif tenun ikat dengan tenun bermotif garis, tenun bermotif dengan tenun warna polos, misalnya warna biru tua dan biru muda-putih menjadi ciri sajian desainer yang sejak 20 tahun lalu memulai karier sebagai desainer kain itu. Untuk busana perempuan, ia memberikan penambahan ruffle pada ujung lengan, dada, serta bagian samping busana atau kerah setengah bulat menjadi cara Wignyo menampilkan tenun ikat Kediri secara berbeda.
Buat kaum lelaki, Wignyo memberikan alternatif dalam berbusana dengan tenun ikat. Ia mengikatkan kain tenun polos warna abu-wabu yang menutup sebagian celana panjang. Di bagian atas, ia memasangkan kemeja biru muda polos, lalu ditutup luaran dari tenun ikat warna biru tua dengan kombinasi tenun warna biru muda dan putih. Tampilan itu memberi kesan etnik, tetapi tetap modern.
Jika ingin tampil di acara lebih resmi, ada alternatif lain. Bagian bawah sarung panjang, seperti yang biasa digunakan untuk pengajian, bagian atas memakai kemeja biru laut, dengan garis seperti dasi warna biru yang berbeda, lalu ditutup luaran model jas baniang (jas khas lelaki Ambon tanpa kancing di bagian depan). Model jas baniang memberi keleluasan bagi pemakaianya untuk memakainya di acara santai ataupun resmi, tergantung dari paduannya.
”Sengaja saya buat baju siap pakai karena saya ingin orang melihat bahwa tenun ikat Kediri juga bisa ditampilkan dengan bagus dan harganya tetap terjangkau. Dengan cara itu, saya ingin mendorong kemajuan UMKM tenun Bandarkidul,” ujar Wignyo pada Kamis (25/1/2023).
Ceria dan elegan
Sebagai desainer yang lahir dan tumbuh besar di Kediri, Priyo Oktaviano menggunakan kesempatan tampil di rumah sendiri sebagai ajang bernostalgia. Ia ingin mengenang masa kecilnya yang ceria, maka muncullah baju-baju bergaya sportif, kasual, seperti ciri khas urban street, dalam warna kuning, hijau, putih, jingga. Kantong-kantong besar (boxy) yang cocok untuk para generasi Z menjadi aksen yang menambah manis tampilan.
”Warna kuning itu aku ambil dari warna tahu asli Kediri. Tahu Kediri-lah yang pertama kali memakai warna kuning, namanya tahu takwa,” kata Priyo pada Kamis (25/1). Ia menggunakan kain tenun ikat Kediri yang motifnya ia pesan sesuai dengan keinginannya. Itulah sebabnya, mengapa ia bisa menampilkan jaket cowok warna hijau bermotif polkadot ukuran besar yang dipadu dengan kemeja berlengan menerawang serta celana panjang garis-garis warna hijau dan jingga yang mencerminkan jiwa muda pemakainya.
Priyo tak hanya ingin mengingat kebahagiaan masa kecil, ia juga ingin mengenang penampilan sang ibu yang belum lama wafat lewat busana yang feminin dan anggun. Muncullah gaun terusan dari tenun Kediri dengan bordir di bagian bawah gaun. Untuk memperindah tampilan, Priyo memasangkan selendang juga dari kain tenun dengan rumbai di tepiannya.
Alternatif lain, ia menutup gaun terusan dengan luaran semacam cape (jaket) dengan bordir cantik di seluruh bagian. Jadilah gaun indah yang membuat anggun pemakainya.
Gelaran Dhoho Street Fashion 2022 bertema keragaman tak hanya telah mempersatukan penonton yang berlatar belakang beragam, tetapi juga persatuan antara jenis kain Nusantara, batik, dan tenun ikat.