Reka Daya Galapung Lokal dan Bebas Gluten
Hidangan penutup khas Italia ini dihadirkan dalam nuansa kearifan lokal yang tak main-main.

Suasana di Galapung Bakehouse & Cafe
Sepotong tiramisu yang disajikan dalam takir daun pisang adalah suguhan manis yang sarat keberanian. Hidangan penutup khas Italia ini dihadirkan dalam nuansa kearifan lokal yang tak main-main. Tidak hanya tampilannya, tetapi juga bahan baku yang sebagian besar asli Indonesia, utamanya tanpa tepung terigu alias bebas gluten.
Tiramisu ”lokal” itu adalah salah satu menu yang tersedia di Galapung Bakehouse & Café yang berlokasi di kawasan Pejaten Barat, Jakarta Selatan. Bakehouse dan Café yang dikelola oleh Sarah Djabir (26) ini secara khusus menyediakan aneka pastry (pastri/kue) dan dessert (hidangan penutup) tanpa terigu yang bebas gluten, mengutamakan bahan baku yang tumbuh di Tanah Air.
Beberapa jenis tepung yang saat ini menjadi bahan baku utama adalah tepung singkong dan tepung beras. Ada juga tapioka (kanji) dan maizena, tetapi persentasenya sangat sedikit. Galapung, dalam bahasa Banjarmasin yang merupakan kampung leluhur Sarah, artinya ’tepung’, merujuk bahan baku utama untuk pastri dan hidangan penutup yang mereka sajikan.
Bukan hanya tepung lokal, Galapung juga menggunakan bahan baku pelengkap lain asal Indonesia. Cokelat yang berlumuran menutupi seluruh permukaan tiramisu itu, misalnya, berasal dari ”Pulau Dewata” Bali. Begitu pula selai kacang yang berkelindan sempurna dengan lelehan cokelat Bali itu. Kacang tanahnya adalah kacang tanah lokal yang banyak tersedia di pasar tradisional di Jakarta.

Tiramisu
Namun, soal rasa, jangan remehkan. Perpaduan antara cokelat, selai kacang tanah, krim vanila, dan biskuit di dalamnya sungguh sempurna. Tingkat kepahitan, manis, dan gurihnya terasa pas, juga teksturnya lembut di mulut.
Sepotong tiramisu yang biasanya terasa kepahitan dan berat kali ini terasa lebih menyenangkan untuk disantap. Meski rasanya tersesap ringan, sepotong tiramisu ”lokal” berhasil menyisipkan rasa penuh di perut alias mengenyangkan.
”Semuanya dibikin in house di sini. Biskuitnya juga bikin sendiri,” kata Sarah, Selasa (10/1/2023). Sarah adalah lulusan Le Cordon Blue Australia (Sydney) jurusan pastri. Saat membuka Galapung pada Maret 2022, dia ingin mengangkat bahan-bahan lokal Indonesia. Selain cokelat Bali dan kacang tanah lokal, Sarah juga menggunakan jenis kacang seperti kacang kenari dari Sulawesi dan kacang mede dari Wonogiri.
Dia juga tak mau memakai tepung terigu. Dia risih karena Indonesia termasuk importir gandum terbesar di dunia. Dia ingin memberi sedikit perbedaan, syukur-syukur perubahan agar Indonesia tidak terlalu tergantung pada terigu.
Di sisi lain, Sarah tidak ingin menyuguhkan kue-kue tradisional Indonesia yang dasarnya lebih banyak dikukus, bukan dipanggang sesuai latar belakang keilmuannya. Lagi pula, kue-kue tradisional Indonesia, menurut dia, sudah tidak perlu lagi diutak-atik. Menyuguhkan sesuatu yang baru, merekonstruksi menu internasional, tetapi dengan tetap memberi tempat tinggi pada bahan-bahan lokal pun menjadi pilihannya.

Eton Mess
”Jadi, awalnya itu, sih. Lalu, karena tepung-tepung yang ada di sini kebetulan gluten free, jadi sekalian di-market-in untuk gluten free juga,” ujar Sarah.
Pilihannya itu tentu membawa konsekuensi yang tidak mudah. Tidak terhitung waktu dan beragam jenis bahan baku dia gunakan untuk melakukan uji coba, termasuk tepung sorgum yang belakangan juga mulai muncul. Sarah masih terus berinovasi.
Toh, tekad dan ketekunannya berbuah manis. Sejumlah varian pastri dan hidangan penutup bebas gluten yang menakjubkan berhasil disajikan di Galapung. Kaum milenial menjadi golongan konsumen yang paling banyak menyambangi Galapung untuk menikmati menu-menu khas Galapung.
Tanpa bahan tambahan
Untuk varian pastri, salah satu yang menjadi favorit adalah Spinach & Mushroom Pie bertabur wijen yang didominasi rasa asin dan gurih. Bahan dasarnya adalah adonan scone, menggunakan tepung singkong dan tepung beras, lalu diisi dengan bayam dan jamur. Spinach & Mushroom Pie disajikan dengan saus yogurt berbumbu dan selada serta kemangi sebagai pendamping.
”Bayam dan jamur tiram ini dimasak dengan bumbu, tetapi tanpa MSG karena kayak jamur, kan, kandungan natural MSG-nya udah tinggi, jadi enggak perlu ditambahin MSG. Mungkin karena jamur, kan, ada rasa gurihnya, jadi banyak orang suka,” kata Sarah.

Spinach & Mushroom Pie
Menariknya, tekstur pie tanpa terigu itu tidak keras atau kering. Tetap renyah dan empuk meski Sarah tidak menambahkan bahan pengganti gluten yang fungsinya mengikat adonan roti agar menjadi kalis atau empuk sekaligus mengikat air agar tidak cepat kering dan hancur seperti xathan gum atau guar gum dan psyllium husk. Sebagai gantinya, Sarah memilih menggunakan telur untuk mendapatkan tekstur yang setidaknya tetap empuk.
Menu lain yang juga mengusung rasa asin adalah Halloumi Slider. Ini adalah roti tangkup (sandwich) mini berwijen yang berisi keju asin bertekstur keras, irisan ketimun, selada, dan saus mustard dengan sentilan pedas manis. Adonan dasarnya tetap berupa scone dengan teksturnya yang semi-empuk dan sedikit renyah.
Tampilan kue-kue tanpa gluten itu, meski tak lazim layaknya kue-kue berbahan terigu yang kerap disebut orang menul-menul atau mekar mengembang menggemaskan, justru terasa lebih berkarakter saat dipandang. Ibarat roti atau kue bantat, tetapi lebih empuk dan lembut. Meski hanya berupa roti tangkup mini, kombinasi di dalamnya membuat Halloumi Slider ini sangat menggugah selera, kaya rasa, dan mengenyangkan.

Halloumi Slider
Jika mencari opsi yang jauh lebih ringan, ada Pizza Scone yang berbahan dasar adonan scone, dilumuri saus tomat dengan potongan tomat segar berbumbu lada hitam dan taburan daun kemangi. Lagi-lagi tanpa MSG karena sebelum mengolah tomat menjadi saus, tomat terlebih dulu dipanggang untuk mengeluarkan seluruh rasa yang ada di dalamnya. Hasilnya, piza bertekstur setengah kering dan tipis yang gurih dan segar.
”Sebenernya penginnya bikin roti yang rasa-rasanya kayak piza. Karena, kan, sebelumnya bikin roti sejenis focaccia, kayak roti Itali gitu. Tapi, aku perhatiin responsnya kurang. Jadi, aku pakai adonan scone cuma aku bikin piza. Orang lebih bisa terima kayaknya karena piza. Rasanya juga lebih familier,” kata Sarah.
Hidangan penutup yang tak boleh dilewatkan adalah Eton Mess yang disajikan dalam mangkuk berukuran cukup besar. Tampilannya yang berantakan tetap memberikan kesan cantik dari permainan warna bahan yang disuguhkan. Meringue yang dihancurkan, krim jeruk nipis rendah lemak, remah roti, serta stroberi, nanas, dan selai rosela yang memberi rasa segar. Taburan kemangi melengkapi kekayaan rasa Eton Mess ala Galapung yang segar.
“Eton Mess ini sebenarnya karena sebelumnya aku sempat bikin pavlova. Kan, basic-nya meringue juga. Tapi, karena belakangan cuacanya lembab banget, meringue-nya, karena isinya banyak gula, jadi ngeresep udara lembab dan jadi lengket. Akhirnya aku hancurin trus aku panggang lagi sampe kering. Akhirnya jadi Eton Mess supaya meringue-nya masih bisa dipakai. Jadi cuma mix and match aja sih ini,” ujar Sarah.
Sebuah padu padan yang hasilnya luar biasa. Selain praktis, rasa krim dan buahnya bisa diganti-ganti agar tidak bosan.

Pizza Scone
Sejauh ini, riset untuk menghasilkan resep-resep yang pas masih terus berjalan. Kelak, Sarah ingin bisa menghadirkan lebih banyak menu roti bebas gluten, salah satunya roti tawar, karena orang Indonesia sangat menggemari roti untuk sarapan, juga menu-menu vegan.
”Tapi, sekarang belum dapat formula yang pas. Risetnya masih terus dikuatin,” kata Sarah.
Dia berharap, kelak Galapung tak hanya menyuguhkan menu-menu yang enak, namun juga lebih terjangkau dari segi harga. Dia merasa saat ini harga yang dia patok masih terlalu tinggi. ”Mudah-mudahan nanti juga makin banyak bakery yang mulai kebuka, enggak harus bikin roti-roti Eropa pakai bahan baku impor. Produk lokal, hasil bumi yang tumbuh di sini udah bagus,” kata Sarah.
Semua tergantung etos. Mau pilih jalan susah atau jalan mudah.