Jadi Tetangga yang Baik Itu Gampang, Kok
Kalau ada yang kesulitan, yang dimintai tolong lebih dulu itu tetangga, bukan saudara biologis yang tinggalnya mungkin jauh. Inilah yang membuat kerukunan bertetangga itu penting untuk menjaga modalitas kebangsaan.
Berolahraga, menyanyi bersama, atau kerja bakti jadi sarana ampuh untuk saling mengakrabkan warga. Komunikasi pun lancar dan potensi gesekan antarwarga menguap ke udara. Jadi tetangga yang baik itu gampang, bukan?
Kamis (12/1/2023) di Taman Bona Indah, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Sepuluh laki-laki dan perempuan, sebagian besar warga senior, mendengungkan suara. ”Ayo penuhi taman ini dengan dengungan…,” ujar Adri Prematura Wicaksono, guru menyanyi, yang memimpin latihan paduan suara sore itu.
Mereka mengulangi beberapa kali hingga dengungan suara mereka bergelombang kuat seperti suara ribuan lebah. Sesekali dengungan suara mereka tenggelam oleh suara knalpot sepeda motor yang melintas di jalan depan taman.
Latihan berlanjut dengan harmonisasi suara peserta laki-laki dan perempuan hingga puncaknya mereka menyanyikan lagu ”Feliz Navidad” dengan riang. Menjelang senja latihan selesai dan para peserta bercengkerama, ngobrol ngalor-ngidul sambil mengudap kacang rebus.
Kelompok paduan suara bernama PaRa Bona itu berlatih di Taman Bona Indah setiap Minggu sore sejak September 2022. PaRa Bona awalnya terbentuk ketika Risa Permanadeli, peneliti psikologi sosial, berjalan-jalan di taman kompleks yang hijau tetapi sepi aktivitas itu.
Suatu ketika, Risa bertemu Sugeng, pengurus RT di Bona Indah, yang juga senang jalan-jalan di taman. Risa mengusulkan agar ada aktivitas yang bisa meramaikan taman. Ternyata, Sugeng memiliki pemikiran serupa.
Dari pertemuan, muncullah gagasan membuat kelompok paduan suara warga di taman. ”Alasannya sederhana saja, paduan suara enggak butuh banyak biaya, enggak perlu peralatan,” ujar Sugeng, Kamis sore itu.
Awalnya hanya ada segelintir warga ditambah Adri, guru menyanyi, yang berlatih di taman. Lama-kelamaan ada warga lain yang melihat latihan bergabung. Anggota PaRa Bona pun bertambah jadi 20-an orang, tetapi yang benar-benar aktif 15 orang.
Udiwibowo, anggota PaRa Bona, menceritakan, awalnya mereka tidak saling kenal. ”Paling kami hanya tahu, oh, itu warga Bona juga karena kadang bertemu saat jalan-jalan di taman. Setelah bergabung dalam PaRa Bona, kami jadi akrab,” ucapnya.
Jelang Natal bulan lalu, PaRa Bona menggelar pertunjukan di taman. Mereka menyanyikan lagu-lagu untuk menghibur warga yang merayakan Natal. ”Warga ikut nyanyi. Wah, senang sekali,” ujar Nunuk, anggota PaRa Bona.
Menurut rencana, PaRa Bona akan menggelar pertunjukan pada Ramadhan nanti di taman. Mereka akan membawakan lagu-lagu bernapas Islam. ”Aku udah enggak sabar,” tambah Risa.
Ia melihat kegiatan PaRa Bona tidak hanya berhasil meramaikan taman, tapi juga memperkuat relasi antarwarga kompleks yang selama ini belum tentu saling kenal.
Berjemur bareng
Warga kluster di Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten, memakai cara berjemur dan ngopi bareng untuk membangun keguyuban. Lazuardi Indra Pranowo yang akrab disapa Ditto bercerita, hingga sekarang warga di perumahannya masih melanjutkan kebiasaan dan aktivitas bersama yang dimulai saat pandemi Covid-19.
Mereka berjemur pukul 07.00-09.00 atau pukul 10.00. Saat itu diyakini cahaya matahari membantu orang terhindar dari infeksi virus Covid-19. Tak hanya duduk berjemur, beberapa warga berinisiatif menyediakan kopi dan gorengan yang dimasak di lokasi.
Baca juga: Kisah Warga Urban: Ujug-ujug Jadi Ketua RT/RW
”Saya bersyukur, sejak tinggal di kluster ini tahun 2013, kami diberkahi modal awal keguyuban yang lumayan besar. Kondisi itu makin menguat di masa pandemi. Hubungan yang erat serta semangat jaga tonggo (saling menjaga antartetangga) sangat terasa manfaatnya sampai sekarang,” tutur Ditto.
Kegiatan itu sempat dikurangi dan bahkan dihentikan saat ada pembatasan kegiatan masyarakat. Namun, upaya saling menjaga dan membantu antartetangga sesama penghuni kluster yang berjumlah 532 jiwa itu terus berlanjut.
”Kalaupun masih ada persinggungan atau senggolan antarwarga, paling hanya karena salah paham saat berkomunikasi via media sosial. Salah paham teks,” ucap Ditto.
Sementara itu, warga perumahan Puri Anom Asri, Pancurbatu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, mendirikan Serikat Tolong Menolong (STM) sebagai ajang saling kenal dan bantu warga. Kegiatannya berupa kerja bakti bersama. Juan Verry Lingga, warga perumahan yang memimpin STM Puri Anom Asri, mengatakan, organisasi yang didirikan dua tahun lalu itu beranggota 1.000 warga. ”Warga aktif ikut kerja bakti. Di situ kami bisa membincangkan beragam masalah kami,” kata Juan, Rabu (11/1).
Ada potensi masalah di perumahan yang memiliki jalan lingkungan selebar 4 meter itu. ”Soal parkir mobil sering mengganggu karena jalan lingkungan kami sempit. Ditambah warga sering kali naruh pot tanaman di pinggir jalan. Ah, makin sempitlah jalan,” ujarnya.
Sempat terjadi cekcok antarwarga. Setelah Juan turun tangan, masalah teratasi. Juan lalu mengajak mereka bergabung ke STM Puri Anom untuk mengeratkan tali silaturahmi. ”Dengan saling kenal, masalah di tempat kami relatif menjadi mudah diselesaikan,” katanya.
Olahraga jalan nordic (memakai tongkat nordic) juga menyatukan warga Perumahan Bumi Pesanggrahan Mas, Petukangan Selatan, Jakarta Selatan, sejak empat bulan lalu. Awalnya hanya beberapa orang, kini puluhan warga bergabung. Bahkan, warga dari perumahan lain juga ikut bergabung.
Baca juga: Berkat Bu RT Semua Masalah Selesai
”Saya merasa surprise, jalan nordic bisa menyatukan banyak warga. Selain sehat, kami jadi saling kenal dan bisa berkomunikasi lebih baik sebab hidup bertetangga kadang ada saja masalah yang muncul,” ujar Ina Trefina, warga.
Valent Hartadi, pendiri jejaring rukun tetangga dan warga, rtrwnetwork, menyebutkan, bagaimanapun tetangga adalah keluarga terdekat. Jadi, sudah sepatutnya kita saling bantu dan bersikap baik pada tetangga. ”Kalau terjadi apa-apa, biasanya tetangga paling dekat yang bantu,” ujar Valent yang juga ketua RT di kluster tempat tinggalnya di kawasan Jurangmangu, Tangerang Selatan.
Ia punya pengalaman. Suatu ketika salah seorang tetangganya, perempuan berumur yang sedang ditinggal kerja anaknya, sakit parah sampai tak bisa bangkit dari tempat tidur. Valent yang tinggal di sebelah rumah, dan sedang bersiap-siap berangkat bekerja, langsung menghubungi tetangga lain. Bersama-sama mereka melarikan si ibu ke rumah sakit terdekat.
Kebersamaan seperti itu terasah selama masa pandemi. Secara bergantian dan sukarela warga di kluster tempat tinggal Valent membantu warga yang tengah sakit dan harus isolasi mandiri. ”Jadi, pandemi membuat orang semakin dekat dan peduli pada orang lain, setidaknya tetangga terdekat. Kalau dulu elu-elu gue-gue, sekarang sudah berubah,” ujar Valent.
Kohesi sosial
Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Arie Sujito, mengatakan, komunitas seperti pada level RT atau kampung ke bawah merupakan bagian penting dalam kohesi sosial. Maka, interaksi antarwarga perlu dijaga dalam tingkatan. Misalnya, lewat praktik hidup saling toleransi, gotong royong, dan berempati.
”Kalau ada yang kesulitan, yang dimintai tolong lebih dulu itu tetangga, bukan saudara biologis yang tinggalnya mungkin jauh. Inilah yang membuat kerukunan bertetangga itu penting untuk menjaga modalitas yang akan membangun kebangsaan,” tutur Arie, dari Yogyakarta, Jumat (13/1).
Praktik hidup yang menjunjung kerukunan bertetangga menjadi krusial bagi bangsa heterogen seperti Indonesia. Di Jawa, umpamanya, ada ungkapan luwih becik pager mangkok tinimbang pager témbok atau lebih baik pagar mangkok ketimbang pagar tembok.
Ungkapan itu, lanjut Arie, menunjukkan pentingnya konsep berbagi dan saling peduli di masyarakat. Sebab, secara kultural, manusia dijaga oleh komunitas. Untuk memupuk ikatan sosial yang erat, kita harus punya mekanisme interaksi sosial dalam bentuk formal ataupun informal.
Baca juga: Balada Satpam Metropolitan
”Pertemuan-pertemuan tersebut bisa menjadi semen perekat. Kita perlu menghidupkan ruang bersama untuk saling berbagi dan saling mengingatkan,” katanya.
Dalam konteks masyarakat urban yang kian individual, penguatan komunitas bisa tetap berlangsung. Keberadaan teknologi digital yang canggih seharusnya mempermudah interaksi dalam pertemuan formal dan informal tersebut.
Ia menekankan, pertemuan formal dan informal tetap diperlukan. Interaksi langsung berfungsi untuk menyampaikan informasi yang tak tersampaikan lewat media sosial. Sebagai contoh, ada orang yang bisa marah karena tidak memahami guyonan di media sosial. Pertemuan langsung bisa mengurai kesalahpahaman itu.
Aspek penting lain yang Arie soroti adalah anak muda harus diajari bersikap peduli satu sama lain. ”Supaya ada regenerasi nilai untuk membangun kohesi sosial. Apalagi di perkotaan semua serba terpenuhi, tapi tingkat persaingan individual tinggi,” katanya.
Ia mengingatkan bahaya mengabaikan pentingnya kohesi sosial, yakni keretakan dan perselisihan. Tanpa elemen ini, warga bisa cepat tersinggung dan sering bermusuhan. Perselisihan bisa muncul dari masalah sepele.
Nah, untuk itu, perlu aktivitas seperti yang dilakukan warga Lebak Bulus, Pancurbatu, dan Pondok Aren di atas. Menyimak aktivitas mereka terkesan betul bahwa menjadi tetangga yang baik itu gampang, kok.