Dari balik kaca gondola Jungfraujoch, panorama Pegunungan Alpen di Swiss yang berselimut salju mendebarkan hati. Butiran salju pada Sabtu (17/12/2022) membungkus pucuk-pucuk pohon cemara, rumah, dan jalanan.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·5 menit baca
Dari balik kaca gondola Jungfraujoch, panorama Pegunungan Alpen di Swiss yang berselimut salju mendebarkan hati. Butiran salju pada Sabtu (17/12/2022) membungkus pucuk-pucuk pohon cemara, rumah, dan jalanan. Untuk sesaat, jantung terasa berhenti berdetak. Keheningan menyeruak. Inilah pengalaman wisata yang tak akan terlupakan!
Selama ini, saya hanya bisa melihat salju melalui film atau foto-foto yang bertebaran di internet. Begitu melihat selimut salju sungguhan di Pegunungan Alpen, rasanya seperti sedang menatap lukisan. Namun, ini sungguhan! Pemandangan musim dingin khas seperti yang muncul pada film natal terkenal, Home Alone.
Pagi-pagi buta saya berangkat menuju stasiun Zurich, kota terbesar di Swiss. Saya katakan pagi-pagi buta karena pukul 08.00, matahari belum kelihatan wujudnya. Selama musim dingin, matahari bangun lebih siang dari biasanya.
Di stasiun kereta api, saya merapatkan lapisan jaket. Jiwa tropis memberontak merasakan udara dingin minus 3 derajat celsius menusuk tulang belulang. Meskipun sudah menyeruput segelas teh panas untuk menghangatkan tubuh, nyatanya udara dingin tetap membuat kulit dan tulang terasa ngilu.
Setelah 20 menit menunggu di stasiun, akhirnya kereta api yang dinantikan datang. Kereta api itu mengantar saya menuju Interlaken, sebuah kotamadya di Bern, Swiss. Kota ini terletak di Pegunungan Alpen, Swiss bagian tengah. Sungai Aare yang terkenal mengalir di kota ini.
Dari Interlaken, perjalanan berlanjut menuju Desa Grindelwald. Dari situ, saya naik gondola dengan rute Grindelwald-Eeigergletscher-Jungfrau. Perjalanan menggunakan gondola dari Desa Grindelwald menuju puncak Jungfrau (3.454 meter di atas permukaan laut) memakan waktu 45 menit.
Jungfraujoch adalah pelana yang menghubungkan puncak Jungfrau dan Mönch. Sejak dibangun konstruksi kereta api bernama Jungfraujoch pada awal abad ke-20, puncak di Pegunungan Alpen ini menjadi tempat yang paling banyak dikunjungi wisatawan. Di antara dua puncak itu juga terdapat Gunung Eiger yang tak kalah terkenal.
Daerah wisata Jungfraujoch sangat terkenal karena keindahannya dan termasuk dalam Warisan Dunia UNESCO. Jungfraujoch juga terkenal sebagai daerah bongkahan es terpanjang di Eropa. Sepanjang tahun, daerah ini diselimuti salju.
Jalur gondola
Untuk menikmati panorama Jungfrau, wisatawan tidak perlu berjalan kaki. Pemerintah Swiss sudah menyiapkan moda transportasi kereta dan gondola menuju puncaknya. Wisatawan perlu merogoh kocek sebesar 213.80 franc Swiss (sekitar Rp 3,5 juta) untuk perjalanan Grindelwald–Eeigergletscher–Jungfrau.
Begitu tiba di puncak Jungfrau, pemandangan puncak gunung yang diselimuti salju langsung terpampang nyata. Ada perasaan aneh karena biasanya perlu waktu berjam-jam untuk mendaki gunung. Sementara di Jungfraujoch, perjalanan menuju puncak dipangkas menjadi kurang dari satu jam. Dengan bantuan gondola, pengunjung juga tidak perlu ngos-ngosan untuk melihat puncak gunung.
Satu-satunya tantangan adalah suhu dingin yang membuat jari-jemari beku. Ketika saya menapak di puncak Jungfrau, suhu mencapai minus 14 derajat celsius. Meski sudah mengenakan jaket dan sarung tangan berlapis, udara dingin tetap menyiksa, membuat tubuh ini terasa tidak nyaman. Untungnya, di puncak Jungfrau terdapat kafe dan restoran sehingga bisa menghangatkan diri sambil menikmati makanan dan minuman hangat.
Wisata di puncak Jungfrau menawarkan beragam aktivitas. Selain bisa menikmati panorama puncak gunung salju, wisatawan juga bisa bermain ski atau melihat museum yang menceritakan proses pembangunan daerah wisata ini. Di puncak Jungfrau juga terdapat arena untuk melihat panorama pegunungan dan istana es. Rasanya, saya tidak pernah melihat wisata pegunungan dengan aktivitas sebanyak di Jungfrau.
Keinginan untuk pergi ke Jungfrau sebenarnya sudah saya pendam sejak lama. Namun, selama ini hati saya selalu gojak-gajek (ragu-ragu) untuk berangkat. Konon, liburan ke Swiss menelan biaya tinggi. Setelah terpapar citra Jungfrau melalui sosial media, akhirnya saya memutuskan untuk mengunjungi daerah itu pada musim dingin 2022.
Sebelum berangkat ke Jungfrau, banyak orang mengatakan agar saya memilih tempat duduk di sebelah jendela kereta. Nantinya, dari jendela itu saya bisa menyaksikan pemandangan berupa daerah pedesaan dan pegunungan yang memukau.
Nyatanya, saat saya masuk kereta api yang membawa saya dari Interlaken menuju Grindelwald sudah penuh sesaak dengan ratusan orang yang hendak bermain ski. Mereka membawa perlengkapan ski, seperti sepatu boots, papan, dan tongkat yang memakan tempat. Bisa mendapatkan tempat duduk di antara lautan manusia saja sudah beruntung.
Saya duduk di salah satu kursi untuk empat orang. Meskipun tidak dapat kursi di sebelah jendela, saya tetap mengeluarkan kamera dan memotret.
Seorang penumpang yang duduk di sebelah jendela menyapa: ”Hai, kamu fotografer, ya?” Dari perbincangan singkat, saya mengenalnya sebagai seorang insinyur yang sedang kuliah di Swiss. Selama kuliah, ia meluangkan waktu untuk liburan keliling Swiss.
Kepadanya, saya memperkenalkan diri sebagai jurnalis sekaligus mahasiswa yang sedang kuliah di London, Inggris. Sama sepertinya, ini merupakan perjalanan pertama saya ke Jungfrau.
Setelah berbincang-bincang, penumpang asal Arab Saudi itu kemudian menawarkan diri untuk bertukar tempat duduk. Saya menolak karena merasa tidak enak, tetapi ia tetap memaksa. ”Saya ingin kamu bisa mendapatkan pengalaman terbaik di Jungfrau,” katanya.
Akhirnya saya luluh dan bersedia bertukar tempat duduk. Seperti omongan banyak orang, Swiss terlihat indah di setiap sudutnya. Apalagi perjalanan dengan kereta api membuat wisatawan bisa berlama-lama menikmati pemandangan alam.
Dari balik jendela, saya menatap jalanan dan rumah-rumah penduduk yang diselimuti salju. Kehidupan masyarakat di negara bersalju terlihat ajaib. Di satu sisi, saya merasa masyarakat menjalani kehidupan luar biasa, di sisi lain saya penasaran bagaimana mereka bisa bertahan di tengah gempuran udara dingin.
Kim, wisatawan asal Korea Selatan, mengatakan, saya beruntung karena matahari bersinar cerah selama perjalanan di Jungfrau. Menurutdia, selama sepekan terakhir ini Swiss selalu mendung dan hujan salju. Akibatnya, jarak pandang sangat tebatas.
”Kemarin saya sudah ke Jungfrau, tetapi tidak bisa melihat apa-apa karena mendung. Jarak pandang sangat terbatas. Hari ini cerah, kita bisa melihat gunung dan rumah-rumah,” katanya.
Manusia paling bahagia adalah mereka yang beruntung. Setelah beruntung bisa mendapatkan tempat duduk di sebelah jendela kereta, saya beruntung menikmati liburan dengan matahari bersinar cerah. Kalau mendung, bisa-bisa rencana liburan ini berantakan dan berakhir dengan bersembunyi di balik selimut hotel.