Hati Senang, tapi Dompet Berkunang-kunang
Prinsipnya, senang-senang boleh, tetapi jangan sampai terjerat utang. Jika demikian, bisa-bisa sisa saldo membuat kepala makin berkunang-kunang.
Libur telah usai. Saatnya kembali pada rutinitas harian yang penuh tekanan. Saatnya pula memeriksa isi dompet atau saldo tabungan setelah liburan yang sisanya bisa bikin kepala berkunang-kunang.
Berlibur adalah bagian dari kamus hidup Nisa Amalina Sabrina (32). Pada liburan akhir tahun 2022, perempuan yang bekerja sebagai guru swasta di Jakarta Timur ini melancong ke Bali, Banyuwangi, Thailand, dan Singapura.
Sebagian agenda jalan-jalannya diisi dengan usaha untuk bertemu selebritas kesukaan dari Korea Selatan dan Thailand. ”Total pengeluaran aku sekitar 40 juta (rupiah). Tabungan pandemiku selama dua tahun untuk jalan-jalan, sekarang tinggal nol!” kata Nisa sembari tertawa pahit, di Jakarta, Kamis (5/1/2023).
Ia mengakui, pengeluaran liburan 2022 itu sedikit di luar rencana keuangan. Penyebabnya, ia mendapat kabar beberapa acara artis kesayangannya secara mendadak. Salah satunya ialah ketika dia baru mengetahui grup K-pop Seventeen akan konser di Indonesia dan Thailand seusai berlibur di Bali serta Banyuwangi.
Biasanya, Nisa tertib dalam menggunakan uang. Ia selalu berupaya menyisihkan sekitar 30 persen dari gajinya apabila memiliki rencana berlibur. Selama enam bulan, ia akan menabung dalam dua fase. Pada tiga bulan pertama, ia menabung untuk membayar tiket pesawat, hotel, kartu telepon, visa, dan biaya masuk atraksi. Tiga bulan berikutnya, tabungan untuk uang bekal selama di tempat tujuan.
Perencanaan dalam jangka waktu lama ini membuatnya bisa leluasa untuk memilih tiket promo yang lebih murah dan akomodasi harga miring. Salah satunya, ia pernah ke Australia sebelum pandemi dengan tiket pulang-pergi sebesar Rp 5 juta yang dibelinya saat pameran perjalanan.
”Kemarin ini, penyesalan terbesar ya karena terlalu ambisi sehingga perencanaan enggak matang. Mungkin karena habis pandemi ya jadi YOLO (you only live once). Aku sampai dimarahi orangtua. Jadi, tahun ini mau ngerem,” tutur Nisa.
Karena itu, untuk tahun 2023, Nisa sejauh ini hanya merencanakan pergi ke Bangkok pada bulan April atau Juli. Tujuannya, bertemu artis Thailand serta berlibur.
Ia mengakui, dirinya ketagihan liburan. Hal ini terjadi karena dia bisa melihat budaya dan merasakan suasana baru yang tak ditemukan di sekitarnya sekaligus mengasah kemampuan diri.
Akan tetapi, belajar dari kejadian lalu, Nisa berusaha lebih cermat dalam mengatur keuangannya. Sebab, selama ini, untuk liburan, dia sering menggunakan layanan pay later yang berbunga saat membayar tiket atau hotel ketimbang metode pembayaran normal karena prosesnya instan.
”Aku sadar sih belakangan banyak tuntutan untuk healing dengan berlibur, padahal nggak butuh-butuh banget. Tapi karena tergoda unggahan di medsos dan lingkungan, aku jadi pengin. Healing is not healing anymore. Sekarang aku belajar untuk menentukan batasan,” katanya.
Berdasarkan data dari Litbang Kompas terkait liburan Natal dan Tahun Baru, hanya 16 persen responden secara agregat yang memiliki rencana bervakansi akhir tahun. Anggarannya pun mayoritas kurang dari Rp 1 juta, yang bisa jadi pilihan lokasi berliburnya tak jauh-jauh.
Seperti dilakukan Chasan Muhammad (35) dan keluarganya, pilihan liburan tidak perlu jauh, tetapi berkualitas. Sesekali memang sampai ke luar kota atau luar negeri, tetapi menyegarkan pikiran juga perlu rutin dilakukan.
”Yang penting, setelah liburan itu, jadi ada semangat baru. Biasanya sih pengeluaran keluarga kami terbesar di akomodasi karena cari yang bagus. Kalau dekat kan kadang enggak perlu akomodasi sehingga bisa lebih hemat,” ujarnya.
Lebih sadar
Purbasari Daruningsih (45) memilih liburan ke Jepang, berdua bersama sang suami sejak 27 November hingga 7 Desember 2022. Ini adalah liburan pertama mereka ke Jepang. Selain karena tertarik mencicipi musim gugur di Kyoto dan musim dingin di Hokkaido, biaya ke Jepang masih masuk anggarannya. Tujuan yang semula ke Ladakh, India, pun berganti Jepang.
”Ketika Jepang baru buka border buat turis, harga hotel masih banyak diskon dan kurs yen juga melemah. Faktor-faktor itu, antara lain, penyebab memutuskan ke Jepang,” kata Sari.
Selama di Jepang, mereka banyak mengunjungi tempat wisata bernuansa alam, mencoba makanan dan minumannya, berjumpa teman lama, serta berbelanja. ”Soal anggaran, kita sudah nabung setiap bulan dari gaji. Anggaran khusus enggak ada, tetapi kalau mau liburan, sudah ada uang yang bisa dipakai dari tabungan. Kalau ada planning jalan jauh, tabungannya ditambah atau cari pemasukan sampingan,” kata Sari.
Untuk membeli tiket pesawat atau transportasi lain dan memesan hotel, Sari memilih menggunakan kartu kredit. Namun, selama di Jepang, dia mengupayakan untuk tak menggunakan kartu kredit demi menghindari tumpukan utang. ”Pembayaran kartu kredit pun selalu aku usahakan langsung lunas setelah tagihan datang,” katanya.
Sari dan suami berusaha untuk tetap menepati anggaran selama liburan. Namun saat meleset, keduanya berusaha tetap santai. Kalau pun melebihi anggaran, diakuinya tak banyak dan masih bisa diatasi tanpa mengganggu kesehariannya. Siasat lainnya, memilih destinasi wisata yang sesuai dengan kemampuan keuangan.
”Jangan liburan yang mahal-mahal. On budget aja. Kalau budget cuma sampai 10 misalnya, ya jangan ambil yang 15 atau 20. Intinya jangan sampai pulang liburan utang numpuk,” kata Sari yang berencana membuka open trip ke India pada tahun ini.
Hal serupa dilakukan Yusuf Darmawan (43) dengan berlibur ke Bali pada 26-29 Desember 2022 bersama istri dan dua anaknya. Mereka berpelesir antara lain ke Sanur, Canggu, Batu Belig, Renon, dan Sukawati.
Meski sudah beberapa kali berlibur ke ”Pulau Dewata”, warga Cinere, Depok, Jawa Barat, ini tak bosan karena banyak tujuan berkumpul yang nyaman dan anak-anak bisa bermain di pantai sambil mempelajari budaya.
Iyus, sapaan Yusuf, menganggarkan sekitar Rp 15 juta untuk liburan. Ia sudah menyiapkan prioritas-prioritas kebutuhan sehingga pengeluarannya tak terganggu. Tentu, tak semua belanja sesuai rencana sehingga musisi tersebut sempat menggunakan kartu kredit.
”Buat yang penting-penting saja. Saya enggak merasa tekor. Aman. Masih bisa diatur, soalnya istri saya cermat banget. Maklum, lulusan akuntansi,” katanya sambil tertawa.
Iyus dan istri dapat mengalokasikan anggaran sejak jauh hari karena liburan sudah dijadwalkan sejak tahun sebelumnya. Adapun dalam setahun, Iyus bisa dua hingga tiga kali berlibur. Kecermatan dan kedisiplinan ini membuatnya bisa menghindari kerepotan seusai liburan karena pos-pos lain tidak terganggu.
Liburan memang diupayakannya karena bisa berbuah kenangan manis sekaligus nostalgia bagi keluarganya. ”Jadi sweet memory (kenangan manis). Waktu kecil, saya suka minta orangtua ke Bali. Liburan bareng tiga kakak saya. Lihat anak-anak nonton tari kecak, saya juga jadi flashback,” ujarnya.
Perhitungan
Perencana keuangan dari OneShildt Financial Independence, Agustina Fitria, menuturkan, untuk menghindari anggaran yang membengkak atau bahkan utang yang menumpuk setelah bersenang-senang selama liburan, ada baiknya sebelum liburan dibuat hitung-hitungannya terlebih dahulu.
Hitung-hitungan ini mencakup periode liburan, tujuan, lengkap dengan tempat menginap, kebutuhan makan dan minum serta lain sebagainya selama liburan. ”Jadi bisa dikalkulasi dulu sebetulnya. Tinggal mau seperti apa tipe liburannya, backpacker-an atau yang luxury. Jadi nanti tinggal disesuaikan dengan situasi kantong,” ungkap Fitri.
Hal yang sama, ujarnya, berlaku bagi orang yang senang liburan secara impulsif atau dadakan, misalnya setelah menerima bonus akhir tahun atau THR. Selama kewajiban pokoknya sudah terpenuhi sesuai peruntukan dan kebutuhan, sisa dana yang ada sah-sah saja digunakan untuk berlibur.
Yang jelas, Fitri menyarankan dana liburan tidak diperoleh dengan cara ”berutang” karena hanya akan menimbulkan masalah baru. Terlebih untuk hal yang sifatnya konsumtif seperti liburan.
Kembali lagi, jika memang sejak awal liburan menjadi hal penting, harus ada dana yang memang dialokasikan untuk liburan di rekening khusus. Besaran setiap bulannya bisa disesuaikan. Misalnya 5 persen dari gaji tiap bulan. Bisa juga lebih asal tidak mengorbankan kebutuhan pokok.
Metode kombinasi dapat juga dicoba. Misalnya membeli tiketnya bulan ini dengan memanfaatkan promo, lalu beberapa bulan ke depan menabung untuk akomodasi seperti hotel, makan, dan lain-lain.
”Tapi balik lagi, beli tiketnya jangan pakai utang. Menggunakan program 0 persen kartu kredit boleh-boleh saja, sepanjang kita memang mempunyai kemampuan untuk membayar,” ujar Fitri.
Soal skema pembayaran seperti pay later atau bayar belakangan, Fitri menyarankan sebisa mungkin ”ditolak” karena hanya akan mendorong perilaku menjadi lebih konsumtif.
Prinsipnya, senang-senang boleh, tetapi jangan sampai terjerat utang. Jika demikian, bisa-bisa sisa saldo membuat kepala makin berkunang-kunang.