Kisah Orang-orang Berhati Terang
Kebahagiaan terbesar bagi orang-orang berhati terang adalah melihat orang yang dibantu senang. Mereka terjun langsung ke lokasi-lokasi penerima bantuan. Mereka menggalang dana dengan menjual aneka barang.

Yandi (20) dan Jafar (18) saat memperbaiki motor penyintas gempa Cianjur di Kampung Gintung, Jumat (25/11/2022). Dua pemuda itu menjadi sukarelawan mendadak dengan membuka jasa bengkel.
Tidak salah jika Indonesia disebut sebagai bangsa paling dermawan di dunia. Tengok saja, setiap kali terjadi bencana, orang-orang tergerak membantu meringankan beban penyintas dengan menyumbangkan dana, tenaga, ataupun doa. Inilah secuil kisah orang-orang berhati terang yang mudah tersentuh oleh kesusahan orang-orang di sekitarnya.
Jafar (18) tidak menyangka bisa menjadi sukarelawan yang menangani sepeda motor rusak milik penyintas gempa Cianjur di kawasan sekitar posko pengungsian di Kampung Gintung, Desa Mangunkerta, Cugenang, Cianjur, Jawa Barat.
Awalnya, remaja asal Barukaso, Sukamulya, Cugenang, itu hanya berniat membantu temannya, Yandi (20), warga Cipanas, untuk mendistribusikan sumbangan berupa empat kardus sembako dan selimut kepada penyintas bencana gempa di Desa Gasol, Rabu (23/11/2022). Saat semua paket tersalurkan, mereka berdua bermaksud pulang ke rumah masing-masing. Sialnya, sepeda motor yang digunakan Yandi rusak di Kampung Gintung. Mereka ”terdampar” di kampung itu.
Seorang pengungsi lantas mendekati dua pemuda yang sedang kebingungan itu lalu mengajak mereka masuk ke dalam posko bantuan. Di situ, mereka justru diberi makan dan minum oleh pengungsi.
Keramahan para pengungsi itu membuat Jafar dan Yandi tidak enak hati dan merasa malu. Mereka datang ke kampung itu dengan niat membantu, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.
Setelah makan dan minum, Jafar dan Yandi segera mengutak-atik motor yang rusak itu. Kegiatan mereka ternyata mendapat perhatian warga. Mereka pun meminta Jafar dan Yandi untuk membantu memperbaiki beberapa sepeda motor milik warga yang rusak akibat gempa. Jafar dan Yandi dengan senang hati membantu.
Niat pulang mereka urungkan demi membantu warga memperbaiki sepeda motor. Tidak terasa mereka di sana hingga Jumat (25/11). ”Kami keterusan menjadi relawan dadakan perbengkelan,” ujar Jafar, pelajar SMK jurusan perbengkelan.
Jafar senang bisa membantu para penyintas gempa. ”Kami enggak mikir bayaran. Kondisi saya bagaimapun jauh lebih beruntung. Jadi, apa yang bisa kami lakukan untuk membantu, ya, lakukan saja,” ujar Jafar.

Relawan dari Dompet Dhuafa memberikan pelayanan penanganan awal psikologis (psychology first aid) bagi para korban gempa di tenda pengungsian RT 005 RW 004 Kampung Panyaweuyan, Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Jumat (25/11/2022). Penanganan awal psikologis bagi para korban bencana sangat diperlukan untuk meredakan beban psikologis dan ketakutan warga pascamusibah yang menimpanya. Selain menjadi pemulihan guncangan kejiwaan, perbaikan psikologis ini juga diperlukan untuk menjaga asa dan semangat hidup mereka.
Seperti Fajar, Naufal Jilan Anugrah (20) mencoba meringankan beban penyintas bencana gempa Cianjur berbekal keterampilan yang ia miliki. Ia tidak punya uang, tetapi ia bisa menghibur anak-anak di lokasi pengungsian dengan menjadi badut bebek.
Dibantu pembawa acara, sang badut bebek mengajak anak-anak bernyanyi, seperti ”Potong Bebek Angsa”, ”Balonku Ada Lima”, dan ”Dino Song”. ”Badannya besar, tangannya kecil kalau mengaung yang lain langsung mundur,” teriak anak-anak, bernyanyi bersama badut bebek.
Hari itu, suasana di tenda pengungsian yang ada di Kampung Panyaweuyan, Ciherang, Kecamatan Pacet, itu menjadi ceria. Mereka berteriak senang melihat badut bebek masuk ke tenda pengungsian. Trauma akibat goyangan gempa yang sempat mengancam jiwa mereka untuk sementara reda.
Para orangtua juga bisa tersenyum lebar bahkan tertawa lepas ketika melihat anak-anak mereka bermain bersama badut dan berpelukan. ”Hati saya lega dan tenang kalau lihat anak-anak sudah gembira lagi seperti ini,” kata salah seorang orangtua di sana.
Meski kegerahan karena lama dibalut kostum badut bebek, Jilan rela terus menghibur anak-anak di lokasi pengungsian. ”Lihat mereka senang, aku juga senang dan semangat. Semoga bisa membantu mereka menghilangkan rasa cemas pascabencana,” ujar Jilan, mahasiswa semester V Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanudddin, Serang, Banten.

Pembuatan sumur bor untuk pemenuhan air bersih bagi pengungsi di cugenang, Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Minggu (27/11/2022). Bantuan relawan berupa pengadaan air bersih bagi pengungsi gempa di wilayah ini mulai terlihat. Pemenuhan air bersih di pengungsian selama ini masih sangat minim karena beberapa sumur sumber air ikut tertimbun reruntuhan bangunan rumah.
Ia berada di Cianjur sebagai sukarelawan pendampingan psikologis, diajak lembaga filantropi Dompet Dhuafa. Ia tidak berpikir panjang untuk terjun sebagai sukarelawan meski harus meninggalkan kuliah. Bagi dia, kuliah sesungguhnya ada di lapangan. Di situlah, ia dapat banyak pembelajaran.
”Di luar kondisi bencana, aku terjun dalam kegiatan sosial pada akhir pekan saja. Namun, kalau dalam kondisi bencana seperti Cianjur, beda. Aku enggak mikir kuliah, pokoknya berangkat dulu. Setelah seminggu pascagempa, saya atur ulang jadwal,” kata Jilan.
Sebelum terjun ke Cianjur, Jilan ikut terlibat dalam pendampingan psikologi saat bencana tsunami 2019 di Banten. Lalu, longsor dan banjir bandang 2020 yang meluluhlantahkan Kabupaten Bogor dan Banten. Peran yang ia pilih adalah menjadi badut bebek, Hello Kitty, Spiderman, atau dinosaurus.
Jilan terinspirasi menjadi sukarelawan karena melihat temannya melakukan berbagai trik sulap di salah satu acara kegiatan sosial. Anak-anak yang menyaksikan pertunjukan itu ternyata terhibur. ”Ternyata hiburan sederhana bisa berwarna bagi yang melihatnya. Nah, dari situ aku mau seperti itu,” ujar Jilan.
Jilan sadar menjadi sukarelawan harus berdedikasi dan belajar ikhlas. ”Dari awal sudah sadar menjadi sukarelawan memang tidak dibayar. Nanti yang bayar Allah.”
Gempa dangkal Cianjur bermagnitudo 5,6 dan berpusat di darat terjadi pada 21 November lalu. Hingga Rabu malam, korban meninggal akibat gempa setidaknya berjumlah 334 orang. Gempa juga menyebabkan 593 orang luka berat, sekitar 50.000 rumah rusak, dan 114.683 warga mengungsi. Pantauan hingga Jumat (8/12) malam, masih banyak warga penyintas gempa yang tinggal di tenda-tenda darurat.

Baim dan Iga Massardi dalam konser amal bertajuk Gitaris untuk Negeri: Donasi Gempa Cianjur di Bentara Budaya Jakarta, Rabu (7/12/2022). Gerakan ini merupakan bentuk nyata kepedulian para musisi terhadap gempa Cianjur. Konser Gitaris untuk Negeri telah diselenggarakan untuk keempat kalinya.
Bencana besar ini menyentuh banyak orang berhati baik. Mereka menyumbang dana lewat yayasan ataupun menyalurkan sumbangan secara langsung ke posko-posko atau tenda-tenda darurat.
Donasi untuk penyintas bencana gempa Cianjur juga masuk lewat Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas (DKK). Penggalangan dana antara lain dilakukan bekerja sama dengan para musisi baik hati lewat konser Gitaris untuk Negeri: Donasi Gempa Cianjur, Dompet Dana Kemanusiaan Kompas, dan penggalangan dana di acara Kompas100 CEO Forum. Dari tiga kegiatan itu, terkumpul setidaknya Rp 4,6 miliar untuk disumbangkan kepada korban gempa Cianjur.
Dinda Pangesti, anggota staf sekretariatan Yayasan DKK menceritakan, donatur menyumbang mulai Rp 5.000 hingga puluhan juta. Sebagian tidak mencantumkan nama. Orang-orang berhati terang itu tak ingin dikenal.
Transfer bertubi-tubi
Di luar kondisi bencana, kata Dinda, ada sejumlah donatur yang rutin menyumbang melalui Yayasan DKK. ”Ada donatur yang mentransfer donasi 3-4 kali sehari. Setiap transfer Rp 10.000. Kadang saya bingung, kenapa nggak transfer sekalian saja ha-ha-ha.”
Ada juga donatur yang setiap hari, dari Senin sampai Minggu, mentransfer donasi masing-masing Rp 300.000. ”Begitu setiap hari selama beberapa tahun terakhir, termasuk saat pandemi. Tidak pakai nama. Mungkin dia sama sekali tidak mau orang lain tahu kalau dia menyumbang,” kata Dinda.
Donasi, bagi penyumbang tersebut, sepertinya sudah menjadi semacam kebutuhan. Mereka berderma, ada atau tidak ada bencana. Itu pula yang dilakukan puluhan warga RW 008 Perumahan Bumi Pesanggrahan Mas, Kelurahan Petukangan Selatan, Jakarta Selatan. Sejak 1999, mereka menjadi orangtua asuh bagi anak-anak dari keluarga miskin yang ingin melanjutkan sekolah.

Syamsudin (51), pendongeng Satwa Langka Indonesia, berinteraksi dan mendongeng untuk anak-anak pengungsian di RW 002 Kampung Sarampad, Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Minggu (27/11/2022). Dongeng menjadi salah satu media para relawan yang bergerak untuk memberikan penanagan psikologis bagi korban gempa, terutama anak-anak di pengungsian. Selain menghibur, dongeng dengan media wayang yang diberikan Syamsudin juga memberikan pesan dan edukasi akan pentingnya menjaga alam dan lingkungan.
Para donatur bukanlah orang-orang kaya. Sebagian adalah pensiunan dan orang-orang yang tidak punya penghasilan tetap. Bahkan, ada donatur yang penghasilannya hanya Rp 250.000 per bulan dan sebagian biaya hidupnya ditanggung anak-anaknya.
Salah seorang donatur adalah Sri Nella yang berpulang pada November lalu. Ketua PKK RW 008 Sarwo Indah Puji Utami dengan nada haru menceritakan, Sri sakit cukup lama. Akan tetapi, ia tetap membayar iuran donasi. ”Sebelum meninggal, ia telah membayar penuh iuran bantuan sampai akhir tahun. Mulia sekali hatinya,” tutur Utami.
Berkat donasi yang rutin diberikan ibu-ibu di kompleks itu, banyak anak dari keluarga tidak mampu akhirnya bisa melanjutkan sekolah mulai jenjang SD, SMP, dan SMA, bahkan ada yang hingga kuliah.
Rasa welas asih juga dimiliki sekelompok anak remaja Jakarta usia 14-16 tahun yang menyediakan sarana sanitasi bagi warga miskin. Mereka adalah Mark Pramana, Amanda Widjanarko, Bianca Gabriella Goenawan, Christie Arianne Lim, Jerremy Handojo, dan Ayrton Maknawi. Mereka tergabung dalam The Spring.
Sejauh ini, ada 700-an keluarga di desa Ranca Bungur, Kabupaten Bogor, serta Mauk dan Teluk Naga Kabupaten Tangerang yang bisa menikmati air bersih dan fasilitas mandi cuci kakus (MCK) berkat gerakan mereka.
Mereka terjun langsung ke lokasi-lokasi penerima bantuan. Mereka menggalang dana dengan menjual aneka barang atau meminta donasi ke lembaga-lembaga filantropi. ”Senang dan bangga, akhirnya mereka bisa menggunakan air bersih seperti kami,” kata Ayrton.
Begitulah, kebahagiaan terbesar bagi orang-orang berhati terang adalah melihat orang yang dibantu senang.