Semangat menggairahkan mode di Tanah Air terpancar di landas peraga pergelaran Jakarta Fashion Week 2023. Warna warni cerah memanjakan mata pecinta mode yang telah lama menanti ingar bingar pekan mode.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO
·4 menit baca
Semangat menggairahkan mode di Tanah Air terpancar di landas peraga pergelaran Jakarta Fashion Week 2023. Warna warni cerah memanjakan mata pecinta mode yang telah lama menanti ingar bingar pekan mode.
Tiga desainer terkemuka, Stella Rissa, Yogie Pratama dan Rinaldy Yunardi menjadi penampil pamungkas di Jakarta Fashion Week 2023, Minggu (30/10/2022). Karya mereka dikemas dalam rangkaian acara Dewi Fashion Knights yang mengambil tema "Future Couture". Ketiganya membawa karya dari hati sanubari yang dikerjakan secara spesial, dengan tangan yang dipersembahkan terutama untuk kaum perempuan.
Stella menampilan sosok perempuan yang lembut namun kuat melalui 25 busana dalam tema "In The Name of The Mother". Dengan menggunakan beberapa jenis kain bertekstur, Stella ingin menunjukkan kekuatan seorang perempuan. Warna merah menjadi satu pilihan yang dituangkan di beberapa baju.
Atasan berkerah V dengan celana lebar berwarna merah menegaskan karakter perempuan yang kuat. Gaun hitam dihiasi bunga-bunga mawar merah menunjukkan sisi feminin seorang perempuan. Selain merah, ada warna nude yang menyerupai warna kulit. Salah satunya ditampilkan dalam sebuah gaun sepanjang lutut berwana nude dihiasi rumbai-rumbai merah. “Aku gunakan warna-warna kulit, kita kadang suka lupa warna aslinya. Lalu, ada warna merah, yang dimiliki perempuan seperti menggambarkan reproduksi, ada elemen seperti tetesan darah,” kata Stella sebelum peragaan busana.
Untuk pengerjaan karyanya itu, Stella butuh waktu sekitar tiga bulan. Salah satu tantangannya, material kain yang berbeda. Ada kain yang dilapisi aluminium foil menjadi gaun panjang berpotongan lurus. “Banyak gunakan kain sutera super halus, ketebalan benang paling tipis, lalu disambungkan dengan material yang cukup berat. Di sini aku menceritakan perempuan, ada softness sekaligus strong,” ujar Stella tentang gaun yang harus dijahit dengan tangan. Ia membeli beberapa bahan busananya dari New York.
Stella juga menggandeng desainer perhiasan Galuh Anindita yang memiliki jenama Mahija. “Kami bekerja sama, perhiasannya bukan hanya sekadar elemen yang menjadi pemanis, tetapi menyatu dengan bajunya,” kata Stella.
Cantik dari dalam
Desainer aksesoris Rinaldy A Yunardi mengangkat tema "Inner Beauty" untuk 20 tampilan. Demi ingin menampilkan sesuatu yang berbeda, Rinaldy mempersembahkan warna-warna ngejreng seperti kuning, pink, merah, hijau dan biru. Model mengenakan material transparan dari lembaran PVC yang disambung seperti patchwork. Shape atau bentuk menjadi kekuatan karya Rinaldy kali ini.
Model mengenakan kalung rantai besar berwarna keemasan di leher. Rantai serupa juga menjadi aksen di bagian pinggang. Headpieces berupa topi dengan berbentuk segitiga, setengah lingkaran, dua tanduk runcing dengan rumbai-rumbai. Beberapa topi di bagian depan diberi untaian rantai kecil yang berbentuk seperti tirai. Rantai menggambarkan belenggu yang dialami setiap orang selama pandemi. Selama ini kita dikurung, tetapi sekarang kita lepaskan.
“Semua dari hati, keindahan dari hati, cinta kesucian dari hati yang diungkapkan lewat wearable art. Keindahan dan kecantikan yang saya tampilkan itu sesuatu. Saya memberanikan diri yang memang ingin saya coba, bukan lari dari Rinaldy,” kata Rinaldy.
Rinaldy menerjemahkan inner beauty yang berbeda-beda pada setiap orang. Untuk itulah para model mengenakan berbagai bentuk penutup tubuh dan mengenakan kemben di dalam material transparan. “Yang ingin saya ungkapkan masing-masing individu punya masing-masing inner beauty. Aku memberi kebahagiaan dengan karya saya, dengan keceriaan karena selama pandemi kelam. It’s a shape, laki-laki wanita shape, hidup shape. Semua berawal dari garis yang membentuk” ujar Rinaldy yang karya aksesorisnya dipakai pesohor dunia dari Galgadot, Beyonce sampai Madonna.
Tak hanya memamerkan aksesoris berbentuk rantai besar, desainer yang akrab dengan panggilan Yung-yung ini juga menampilkan hiasan kepala yang uniknya juga menghiasi sekeliling wajah. Aksesori berbentuk seperti matahari tersebut tampak megah dengan rumbai di ujung lempengan logam motif bunga ceplok yang menjadi motif klasik suweng (semacam anting-anting) perempuan Jawa era dulu.
Personal
Berawal dari bengong ketika mengagumi lukisan karya Salvita de Corte yang ia lihat di Bali, Yogie menciptakan 19 busana yang sebagian besar bermodel klasik, column. “Aku duduk bengong, karena melamun sambil berimajinasi saat melihat lukisan itu,” jelas Yogie yang memberi nama “Bengong Style” bagi koleksinya itu. Warna-warni lukisan Corte membuahkan busana yang juga multi warna.
Sebuah kebiasaan amat berbeda bagi Yogie yang selama ini membuat busana dalam warna monokrom. Toh karyanya membuat mata bersemangat memandangnya. Dari bahan crepe, tille, sequins (yang memunculkan kesan gemerlap pada busana) dan jeans ia menciptakan aneka gaun terusan dengan potongan column maupun lurus, serta jaket dan tank top untuk berbagai kesempatan.
Yogie menyebut couture bagi dirinya bermakna personal, tergantung karakter masing-masing orang. “Mereka suka apa enggak, mau bawain enggak, cocoknya rambut seperti apa. Ini ada tiga rambut yang berbeda. Jangan yang ini deh, lu cocok yang ini say.. Itu karena personalize,” ujarnya menjelaskan makna personal yang ia maksud.
Dengan prinsip itulah, Yogie membebaskan perempuan memilih gaun yang ia tampilkan untuk kesempatan yang mereka suka. Tak perlu mendengarkan pihak lain, yang penting nyaman dengan pilihannya sendiri.
Begitulah Stella, Yurnaldy dan Yogie lewat karyanya mengajak perempuan tetap menjadi sosok yang lembut tetapi kuat, berdandan dengan aksesori indah dan unik, menjadi dirinya sendiri serta selalu optimis menatap masa depan.