Menu Fusi Nusantara dengan Semangat Sumpah Pemuda
Semangat Sumpah Pemuda juga bisa dituangkan dalam bentuk fusi menu-menu Nusantara yang pastinya lezat dan bersatu di dalam piring saji
Sebuah perjamuan istimewa dengan sajian beragam hidangan spesial nan lezat biasanya identik digelar saat merayakan atau memperingati momen peristiwa besar. Kali ini momentum peringatan Sumpah Pemuda menyuguhkan kuliner rasa Nusantara.
Sebagai bagian dari episode bersejarah negeri ini, momen Sumpah Pemuda terbilang penting. Lebih dari sembilan dekade lalu para pemuda berlatar belakang suku, bahasa, dan tanah kelahiran yang berbeda sepakat bertemu dan berikrar menjadi satu. Mereka sama-sama mengakui hanya ada satu tanah air, bangsa, dan bahasa, yaitu Indonesia.
Sebuah kesadaran kolektif akan kondisi senasib di bawah penjajahan, yang pada periode 17 tahun kemudian berubah menjadi semangat dan keberanian untuk merdeka. Tekad bulat yang diwujudkan dalam bentuk pembacaan teks proklamasi kemerdekaan oleh Bung Karno dan Bung Hatta.
Kali ini bertempat di Restoran Kaum Jakarta, Jumat (28/10/2022), empat chef berkumpul dan berkolaborasi. Mereka berkreasi menghadirkan beragam menu hidangan khas Nusantara yang ditampilkan dalam perjamuan makan experiential. Dengan tuan rumah Head Chef Rachmad Hidayat, tiga chef lain, Aditya Muskita, Nadja Azzura, dan Xena Sawitri, mencoba menghadirkan lagi semangat Sumpah Pemuda. Mereka melakukan itu dalam bentuk karya-karya kreasi kuliner baru, orisinal, dan mengagumkan.
”Setiap hidangan yang disajikan di acara ini terinspirasi, bukan hanya dari peristiwa Sumpah Pemuda, melainkan juga dari lagu-lagu nasional dan para tokoh yang terlibat dan berjasa mewujudkan peristiwa bersejarah itu,” ujar Kevindra Soemantri dari Feastin.
Selain Restoran Kaum Jakarta dan Feastin, acara ini juga digagas Yayasan Warisan Budaya Indonesia dan 7per8 Studio. Beragam menu hidangan hasil kreasi keempat chef disajikan dalam empat bagian, mulai dari canape alias sajian camilan jelang rangkaian perjamuan utama, makanan pembuka (appetizer), hidangan utama (main course), dan makanan penutup (dessert).
Semua chef berkontribusi, mulai dari ide, brainstorming, hingga pengolahan akhir setiap hidangan yang disajikan. Untuk canape, misalnya, tema yang diangkat adalah kuliner Tionghoa peranakan serta boga laut (seafood) yang mewakili kekhasan kuliner kawasan timur Indonesia.
”Proses rembukan atau brainstorming-nya berlangsung dua bulan hingga kami kemudian memutuskan menu-menu sesuai tema apa saja yang akan disajikan,” ujar Chef Nadja seusai acara.
Rangkaian hidangan
Untuk hidangan canape, para chef menyajikan Lumpia Kaum dan Mini Bakchang. Tema Tionghoa peranakan dipilih sebagai bentuk penghormatan pada jasa dan peran dua warga keturunan Tionghoa, Sie Kong Lian dan Yo Kim Tjan, dalam menyukseskan Kongres Pemuda.
Sie Kong Lian diketahui meminjamkan rumahnya sebagai lokasi berkumpul dan tempat digelarnya kongres. Sementara Yo Kim Tjan berjasa besar membantu WR Supratman, sahabatnya, merekam lagu ”Indonesia Raya”. Lagu yang kelak menjadi lagu kebangsaan Indonesia itu pertama kali diperdengarkan di kongres tersebut.
Seperti layaknya lumpia, kreasi Lumpia Kaum berisi aneka sayuran dan orak-arik telur, yang walau sederhana, tetapi enak dikudap. Sementara untuk menu Mini Bakchang bahannya terdiri dari beras ketan yang dikukus dalam balutan daun pisang dengan isian irisan daging ayam kecap dan kuning telur asin. Paduan manis, asin, dan gurih itu cocok disajikan sebagai perangsang nafsu makan menuju menu selanjutnya yang lebih berat.
Pada tahap hidangan appetizer, keempat chef coba menerjemahkan tema lagu ”Bangun Pemudi Pemuda”. Dari lagu berirama tegas khas semangat pemuda itu, mereka menghadirkan sejumlah menu yang unik. Sajian appetizer pertama berupa Ikan dan Udang Asam Padeh bercita rasa mengejutkan. Perpaduan rasa manis, asam, dan pedas dengan aroma bumbu khas masakan daerah Minang. Menu satu ini sengaja dipilih sekaligus untuk menghormati sosok Johan Muhammad Cai, aktivis Jong Islamieten Bond asal Sumatera Barat.
Bahan baku daging ikan makerel terasa cocok bersanding dengan tekstur kenyal manis daging udang. Kedua bahan disajikan dalam kondisi dingin ala sashimi. Rasa pedas berempah bumbu asam padeh memberi sensasi menarik di lidah dalam setiap kunyahan.
Dua hidangan pembuka selanjutnya adalah Trancam Gurita dan Sambiki yang juga tak kalah menggugah selera. Hidangan trancam sendiri berasal dari Jawa Tengah atau Timur. Sajian dan tampilannya mirip sayur urap. Menariknya, kali ini trancam disajikan dengan irisan daging gurita asap. Sensasi hidangan sehat serba sayuran bersanding dengan cita rasa boga laut yang gurih dan manis dengan aroma asap (smoky).
Sebagai menu appetizer ketiga, para tamu undangan diberi kesempatan mencicipi sup labu kuning Sambiki asal Gorontalo. Sup satu ini menghadirkan sensasi rasa berkrim (creamy) dan manis dari labu kuning dan santan kelapa.
Satu nusa bangsa
Memasuki rangkaian menu hidangan utama, para tamu undangan merasa tidak hanya dimanjakan, tetapi juga ditantang melakukan petualangan rasa. Tantangan itu muncul karena beragam menu utama tersebut merupakan hasil fusi karya-karya kuliner sejumlah daerah yang berpadu dalam satu piring saji. Sebuah perpaduan yang melambangkan prinsip Bhinneka Tunggal Ika sesuai tema dan tujuan utama perjamuan ini.
Hal itu bisa dilihat dari salah satu menu, yakni Rumpu Rampe Tumbuk. Dari namanya saja orang bisa langsung melihat adanya upaya memadukan dua kuliner khas dari dua daerah berbeda. Rumpu Rampe berasal dari Nusa Tenggara Timur sementara Sayur Daun Singkong Tumbuk berasal dari Sumatera Utara.
Kedua menu saling beririsan di salah satu bahan bakunya, yaitu daun singkong. Walau keduanya difusikan, karakter utama Rumpu Rampe dan Daun Singkong Tumbuk tetap dipertahankan. Irisan jantung pisang muda, daun dan kembang pepaya, serta taburan ikan teri dalam Rumpu Rampe masih dipertahankan. Sementara karakter khas kuliner Sumatera Utara diwakili juga dengan kehadiran sayuran beraroma khas, kecombrang. Menariknya kedua jenis hidangan ini tetap bisa saling melebur dalam satu kelezatan.
Di kreasi hidangan utama selanjutnya, Burung Puyuh Batokok, para chef memadukan ciri khas kuliner dari Sumatera Barat dan Jawa Tengah. Karakter khas Minang diwakili bumbu batokok yang aromatik dan tegas pedasnya. Sementara ciri khas Jawa Tengah diwakili oleh burung puyuh berbumbu ungkep yang digoreng. Walau berbeda karakter aroma serta sensasi rasa rempah keduanya berhasil saling melebur satu sama lain. Hanya ada sedikit hal yang harus dikompromikan, terutama bagi mereka yang terbiasa mengonsumsi daging ayam atau bebek.
Daging burung puyuh memang tak seberlimpah ayam maupun bebek. Akan tetapi cita rasa dagingnya justru jauh lebih gurih dan renyah apalagi setelah dibumbui dan digoreng. Kenikmatan semakin meningkat saat daging burung puyuh dimakan dengan cocolan sambal batokok serta sejumput nasi jagung gurih dan manis. Rasa gurih nasi jagung berasal dari tambahan santan saat ditanak dengan bumbu kuning. Kuliner hasil fusi dua sajian khas daerah berbeda selanjutnya adalah paduan daging sapi bumbu rawon kering yang dimasak bakar dalam bilah bambu khas Tana Toraja (pa’piong). Daging tebal bagian iga tersebut terasa empuk, gurih, dan manis, serta enak dinikmati karena seratnya sangat mudah diurai.
Sebagai hidangan penutup, para tamu diberi sajian beberapa jenis kue basah manis khas Nusantara macam Kue Lumpur, Bobengka, Cantik Manis, dan puding Ketan Item bersantan kelapa dalam bentuk busa (foam).
Dari jamuan peringatan Sumpah Pemuda kali ini, semangat Bhinneka Tunggal Ika sangat nyata bisa dirasakan. Walau berbeda-beda asal dan cara membuatnya, para chef berhasil meracik semuanya bersatu dalam piring saji.