Guna menjaga kelestarian kain khas Batak ulos, dan mengembangkannya menjadi kain yang dikenal baik di dalam maupun luar negeri, Tobatenun hari Rabu (19/10/2022) di Plaza Indonesia, Jakarta memamerkan 17 busana perempuan.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO
·3 menit baca
Untuk menjaga kelestarian kain khas Batak ulos, dan mengembangkannya menjadi kain yang dikenal baik di dalam maupun luar negeri, Tobatenun memamerkan 17 busana perempuan dan pria dari kain ulos yang sudah direvitalisasi menjadi motif baru, Rabu (19/10/2022), di Plaza Indonesia, Jakarta. Pihak Tobatenun menyebutkan, karya-karya bertema ”Kayu & Kosmos” itu sebagai koleksi couture pertamanya.
CEO Tobatenun Kerri Na Basaria menjelaskan, bagi dirinya yang berdarah Batak Toba, ulos merupakan kain yang sangat bermakna. Ulos dipenuhi doa dan harapan dengan adanya tondi dan roh menjadi amanah bagi penerimanya. Akan tetapi, dia melihat keberadaan ulos di era modern ini terancam punah.
Berangkat dari kondisi itulah, ia mendirikan Tobatenun sebagai upaya melestarikan kain khas leluhurnya itu. Selain berfungsi sebagai kain adat yang harus terus dijaga keberadaannya, Kerri melihat ulos juga memiliki potensi besar yang bisa menyejahterakan para pembuatnya.
”Di balik ulos, ada para petenun (partonun) yang mayoritas perempuan. Mereka selama ini menjaga warisan budaya ulos itu, tetapi mereka juga perlu diberdayakan secara budaya dan ekonomi,” kata Kerri sebelum acara dimulai.
Ia mendirikan Tobatenun pada tahun 2018, tetapi baru mulai memproduksi kain tahun 2020. Upaya memperbarui ulos dilakukan dengan membuat motif baru, misalnya garis-garis dengan gradasi warna, motif kotak-kotak, sampai kain polos yang dihiasi sulaman rumah khas Batak dan lainnya.
Sejak berdiri, Tobatenun telah membangun dan memperkuat ekosistem ulos dengan memberdayakan pelaku usaha melalui program edukasi, pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi. Sebanyak 200 mitra terdiri dari 174 petenun, 10 penjahit, 3 pangikat, 5 panirat, 3 spesialis membuat pewarna alam dan lima mitra lainnya yang berada di Sumatera Utara.
Koleksi busana bertema ”Kayu & Kosmos” terdiri dari tas, topi, baju terusan, luaran, vest, celana, korset, jaket bagi perempuan serta setelan celana panjang-jaket, blazer, kaus, overall buat pria berwarna merah, coklat, dan biru. Semua busana berbahan katun, bemberg dan linen tersebut memakai pewarna alam.
Tampilan tiga warna terinspirasi dari dewa-dewa Batak kuno yang terukir di ruma bolon sebagai doa-doa perlindungan dan merepresentasikan tradisi kosmologis yang kaya pada tradisi Toba sebelum kolonisasi Eropa dan agama luar. Warna biru (balau) dari ulos Bintang Maratur yang banyak dipakai di acara adat, dan merah (rara) dari ulos Ragi Hotang (motif ulos biasa digunakan sebagai bahan jas lelaki untuk pesta) yang merupakan representasi air dan api, dua kebutuhan dalam kehidupan manusia.
Lewat koleksinya itu, Tobatenun ingin memperlihatkan sulaman rumit yang memperlihatkan rupa makhluk spiritual dalam budaya Batak, dan mengangkat kembali seni ukir khas Batak Toba yang kerap kali terlupakan oleh masyarakat. Menurut Kerri, sepuluh persen dari keuntungan penjualan produk Tobatenun diberikan kepada rumah komunitas Jabu Bonang yang menjadi tempat edukasi bagi petenun ulos di pesisir Danau Toba.