Skuter Listrik, Mobilitas Jarak Pendek nan Eksentrik
Beralih ke kendaraan listrik tak melulu harus langsung membeli mobil listrik, tetapi bisa juga menggunakan skuter listrik. Baca selengkapnya.
Oleh
MELATI MEWANGI, DEFRI WERDIONO
·6 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Komunitas Scooter To Work di Jalan Melawai, Blok M, Jakarta, Jumat (30/9/2022). Kendaraan skuter elektrik menjadi pilihan mereka sebagai sarana transportasi bekerja dan menghemat biaya perjalanan.
Beralih ke kendaraan listrik tak melulu harus langsung membeli mobil listrik. Sebagian orang memilih beralih secara bertahap, salah satunya dengan menggunakan skuter listrik. Selain lebih taktis dalam mobilitas, penggunaan skuter listrik jadi jembatan menuju gaya hidup energi hijau.
Sorot mata sejumlah orang tertuju pada skuter listrik milik Eggie Herdianto (37), yang melintas di trotoar ruas jalan Kota Bekasi, Kamis (29/9/2022) malam. Tak terdengar deru mesin dari skuternya, senyap! Lampu indikator berwarna merah yang terpasang di atas roda belakang skuter dan helm menjadi penanda dirinya tengah melaju di jalanan. Ketika berpapasan dengan sejumlah orang di trotoar, Eggie sering membunyikan bel “kring..kring..”
Malam itu, jalan utama cukup padat, trotoar dipilih demi keamanan dan keselamatan. Setidaknya lebih dari tiga kali, Eggie harus bolak-balik keluar dari trotoar karena ruas itu dipenuhi dengan pedagang kaki lima dan dijadikan tempat parkir. Dalam kondisi demikian, skuter harus dituntun dengan kaki.
“Kalau di trotoar itu minim risiko. Sebisa mungkin sadar diri, skuter itu (ukurannya) paling kecil di jalanan. Jadi posisinya harus paling pinggir dan kecepatan maksimalnya 25 kilometer,” ucap Eggie.
Perjalanan dari kantor menuju Stasiun Bekasi, yang berjarak lima kilometer (km), ditempuh sekitar 15 menit. Setibanya di stasiun, tangannya cekatan melipat bagian kendali skuter ke arah roda bagian belakang, tempat klep pengunci lipatan. Skuter seberat 19 kilogram (kg) itu ditentengnya ke tangga eskalator.
Mengenakan helm di kepala dan skuter listrik yang telah dilipat di sisinya, Eggie Herdianto (37) berdiri di dalam KRL, di Jakarta, Kamis (29/9/2022). Eggie menggunakan skuter listrik untuk mobilitas sehari-hari terutama untuk berangkat dan pulang kerja dari rumahnya di Gunung Sindur ke kantornya di Bekasi.
Perhentian akhir Eggie adalah Stasiun Rawa Buntu, lalu, dilanjutkan dengan skuter menuju ke rumahnya yang berjarak sekitar 10 km dari stasiun. Jadi total jarak untuk pulang-pergi kerja menggunakan skuter mencapai 30 km.
Jika baterai terisi 100 persen, skuter bermerek Segway-Ninebot Kickscooter MAX G30P itu bisa menjangkau jarak sekitar 65 km. Dengan demikian, Eggie hanya perlu mengisi baterai setiap dua hari sekali.
Sebagai wiraswasta, dirinya dituntut untuk selalu gesit berpindah dari satu lokasi rapat ke lainnya. Menghadapi kondisi demikian, skuter menjadi teman perjalanan yang tangguh. Pada hari yang sama, dia menggunakan skuter untuk rapat dengan klien di Mal Pondok Indah (PIM). Skuter listrik dibawanya masuk kereta komuter, turun di Stasiun Kebayoran, dan dinaikinya hingga ke PIM.
Bahkan, saat penugasan ke luar kota, skuter juga ikut “bertugas”. Hanya saat hujan deras, skuter itu tidak digunakan. Pasalnya, Eggie khawatir oleng diterpa angin kencang.
Komunitas Scooter To Work di Jalan Melawai, Blok M, Jakarta, Jumat (30/9/2022).
Manfaat Skuter Listrik
Beralih ke skuter listrik merupakan salah satu keputusan terbaiknya pada tahun ini. Sebelumnya, dia harus berjibaku dengan kemacetan lalu lintas menggunakan mobil. Hampir setiap hari, ia bangun lebih pagi untuk bersiap ke kantor dan pulang dinihari. Lebih dari tiga jam waktunya habis terbuang di jalan.
Dengan skuter listrik, waktu perjalanannya dipangkas lebih singkat. “Kemanapun aku pergi, dari stasiun ke stasiun, mau rapat dimanapun, hajar saja! Yang penting selalu bawa colokan untuk isi baterai. Perawatannya juga mudah dan tidak rewel,” ucapnya semringah.
Kenaikan harga bahan bakar juga mendorong sejumlah orang untuk beralih ke skuter listrik. Misalnya, Opik (23) bisa menghemat ongkos bahan bakar sepeda motor hingga Rp 600.000 per bulan. Dia hanya mengeluarkan ongkos untuk naik kereta komuter. Adapun, tagihan listrik untuk pengisian baterai skuter listriknya tidak bertambah signifikan.
Meski telah memiliki skuter listrik sejak Januari 2021, Hari Nugroho (44), baru rutin menggunakannya pada 2022, bersamaan dengan momen kenaikan harga bahan bakar. Biasanya, dia harus mengendarai mobil dari rumahnya di Alam Sutera menuju kantor di Kebayoran. Kini, ia cukup mengendarai skuter dari rumah ke Stasiun Rawa Buntu. Kemudian, skuter ditenteng ke dalam gerbong. Lalu, dia berhenti di Stasiun Kebayoran dan dilanjutkan naik skuter menuju kantornya.
Komunitas Scooter To Work setelah turun dari kereta di Stasiun Kebayoran, Jakarta, Jumat (30/9/2022).
Hari tak perlu memesan ojek daring dan tunggu-tungguan dengan pengemudi di depan stasiun. Skuter dapat langsung dinaikinya untuk meluncur ke kantor. “Jauh lebih hemat waktu dan tidak capek ya. Yang unik lagi, baju tetap harum dan tidak bau asap. Kadang disorakin sama orang-orang di jalan, jadi lebih happy ya,” ujarnya terbahak.
Berbeda dengan Eggie, Opik, dan Hari yang menggunakan skuter untuk transportasi jarak pendek, Joey Inkiriwang (41) justru menggunakan skuter untuk jarak jauh. Hampir setiap hari ia mengendarai skuter dari rumahnya di Bintaromenuju ke kantornya di Lebak Bulus secara penuh. Jarak sepanjang 14 km itu ditempuhnya dalam waktu kisaran 15-20 menit. Selama itu pula, dia harus berdiri di atas skuter untuk menembus kepadatan lalu lintas.
Dia tak merasa lelah meski berdiri, karena baginya jauh lebih melelahkan jika menyetir mobil dan dihadapkan pada situasi macet. Kemudahan lain yang dirasakan adalah tak perlu memikirkan parkir, bensin, dan servis rutin. “Kalau dihitung-hitung, saya bisa irit hingga Rp 3 juta per bulan untuk transportasi sehari-hari. Jauh lebih hemat dibandingkan membawa mobil,” ucap Joey, yang juga ketua Glisser Scooter Club.
Tak hanya di Ibukota, skuter listrik juga dimanfaatkan oleh Ila (39), warga Kelurahan Tlogomas, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, untuk berbelanja ke pasar, mengantar anak ke sekolah, hingga mendukung kegiatan bisnis suaminya yang berjualan ayam potong.
Selain ukurannya lebih kecil dari sepeda motor dan ringan, alat transportasi ini juga lebih praktis. Dia hanya perlu mengisi baterai selama 6 jam, tidak perlu memikirkan ongkos bahan bakar. “Kenapa saya suka dengan skuter listrik ini dibanding sepeda motor konvensional, karena saya memang tidak bisa naik motor. Saya tidak berani. Trauma, saat belajar pernah jatuh,” ucapnya.
Komunitas Scooter To Work melintasi jalur sepeda di Jalan Melawai, Blok M, Jakarta, Jumat (30/9/2022).
Keselamatan Naik Skuter
Eggie, Opik, dan Hari tergabung dalam Scooter to Work (STW), sebuah komunitas yang digagas oleh Sukarno sejak 3 Juni 2022. Anggotanya adalah para pengendara yang menjadikan skuter listrik sebagai transportasi sehari-hari. Semula mereka bertemu secara tidak sengaja di stasiun saat sedang transit, saling menyapa, dan mengobrol perihal skuter.
Hingga kini, jumlah anggota yang tercatat sebanyak 37 orang. Setiap sebulan sekali mereka rutin mengadakan kumpul bersama. Komunitas ini menjadi tempat bertukar informasi sesama pengendara skuter listrik, mulai dari kelengkapan aksesoris untuk keselamatan hingga kerusakan skuter.
“Yang kami tekankan adalah para pengendara wajib memakai helm, lampu penanda, bel, dan tidak boleh ngebut,” ucap Anno panggilan akrab Sukarno.
Penuturan Anno sesuai dengan persyaratan keselamatan skuter listrik yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 45 Tahun 2020 tentang Kendaraan Tertentu dengan Menggunakan Penggerak Motor Listrik. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah lampu utama, lampu pemantul cahaya (reflektor) pada bagian belakang, reflektor di kiri dan kanan, rem yang berfungsi dengan baik, dan klakson/bel.
Warga mengendarai skuter listrik di Jalan Talang Betutu. Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat, tanpa mengenakan helm, alat pelindung kaki dan siku, Minggu (24/11/2019). Polda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta menetapkan sejumlah aturan operasional skuter listrik, seperti wajib menggunakan alat pengaman dan lokasi yang diperbolehkan. Warga yang melanggar peraturan tersebut rencananya akan dikenai tilang.
Skuter listrik barangkali masih cukup asing karena belum banyak orang yang menggunakannya. Pengamat transportasi publik, Djoko Setijowarno, menilai, ke depan, skuter listrik berpotensi menjadi moda transportasi yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk jarak pendek atau menghubungkan dengan transportasi publik lainnya.
Selain di kota besar, edukasi juga perlu dilakukan di daerah-daerah terpencil. Pemerintah daerah juga didorong untuk membuat regulasi yang detail tentang penggunaannya dan menyediakan infrastruktur pendukung yang lebih baik. Ia mencontohkan Distrik Agats, Papua, yang telah lebih dulu mengatur retribusi kendaraan listrik.
Terkait dengan penjualan skuter listrik, CEO Erajaya Active Lifestyle, distributor untuk produk Segway-Ninebot Kickscooter D series, Djohan Sutanto, menilai pasar skuter listrik di Indonesia cukup potensial karena bisa mengakomodasi kebutuhan mobilitas jarak pendek masyarakat, terutama yang tinggal di perkotaan.
“Kami meyakini adanya tren kendaraan listrik, kesadaran tentang sarana transportasi yang ramah lingkungan, dan efisien, akan membuat skuter listrik menjadi salah satu opsi yang menarik untuk mobilitas jarak pendek,” ucap Djohan.