Meski sudah berkepala lima, Ellya Andy tak hanya kuat mendaki, tapi juga memanjat tebing. Demikian pula Arthawidjaja yang sudah bercucu lima, tetapi rutin menjelajahi hutan, bahkan gunung. Mereka tak kesepian tanpa anak.
Oleh
DWI BAYU RADIUS, WISNU DEWABRATA
·6 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pasangan suami istri Twino Widya Iskandar dan Gemy Swari Armyn bersama-sama mempersiapkan bahan untuk kedai ramen yang mereka kelola di kawasan Limo, Depok, Jawa Barat, Sabtu (17/9/2022). Mereka hidup berdua setelah anak-anak mereka memutuskan untuk bersekolah di luar kota.
Pasangan-pasangan yang ditinggalkan anaknya untuk menuntut ilmu atau berkeluarga tak lantas tenggelam dalam kesunyian. Usia yang tak lagi muda bukan aral melintang untuk mengusir sepi sekaligus mengisi hari dengan aktivitas positif, mulai membuka usaha, mengikuti yoga, bahkan panjat tebing.
Beberapa bulan terakhir, pasangan paruh baya Twino Widya Iskandar (45) dan Gemy Swari Armyn (43) akhirnya sedikit lega. Pasalnya, mereka punya kesibukan dengan membuka bisnis kecil-kecilan di salah satu pusat jajan serba ada di Cinere, Depok, Jawa Barat.
Di warung ramen itu, Gemy memasak ramen dan Widi, begitu Twino disapa, tengah menyiapkan sushi, Sabtu (17/9/2022). Setiap akhir pekan, pertunjukan musik juga digelar di area makan yang kebanyakan menawarkan konsep ruang terbuka tersebut.
Tak tampak sama sekali jika Widi maupun Gemy sebenarnya sempat mengalami kekosongan dan kebingungan, paling tidak selama dua tahun. Secara bersamaan, kedua anak mereka, Sanchia (17) dan Khaezanadeem (16), melanjutkan studi di sekolah model asrama di Yogyakarta.
Bisa dibayangkan, biasanya Widi dan Gemy sibuk mengurus segala keperluan anak-anak, mulai bangun, sekolah, hingga menjelang tidur. Terlebih, bertahun-tahun lalu, Gemy memutuskan mundur dari pekerjaannya sebagai pegawai perusahaan telekomunikasi.
ARSIP PRIBADI
Seto Mulyadi yang tetap mesra bersama istrinya, Deviana Mulyadi.
”Enggak kerja sejak anak (pertama) kelas VI SD. Jadi, full mengurus mereka,” ujar Gemy. Pilihan membuka usaha juga terkait keputusan Widi berhenti sebagai bankir. Ia sempat mencoba mencari pekerjaan sambilan sebagai pengemudi aplikasi daring, sementara sang istri mengurus kedai mereka.
Belakangan Gemy, lulusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, memutuskan kembali kuliah S-1 Bahasa Arab, sedangkan Widi baru-baru ini diterima di perusahaan ekspedisi. ”Kalau saya bisanya membantu penuh di sini (warung ramen) setiap akhir pekan. Biasanya, saya menemani mengantar pesanan. Kalau istri, menangani administrasi dan kasir. Kami mengisi waktu dengan lebih bermanfaat,” ujarnya.
Mendaki gunung
Arthawidjaja (77) juga tak berpangku tangan. Dokter penyakit dalam itu masih praktik di kediamannya dan rumah sakit. Malah, ia bersama istrinya, Lenny Artha (68), sesekali mendaki gunung meski sejak pandemi harus dialihkan ke tujuan yang lebih lengang.
”Gunung yang pernah saya kunjungi seperti Bromo, Lamongan, dan Penanggungan. Mulai mendaki waktu menjelang pensiun dari rumah sakit daerah, tahun 2005,” katanya. Warga Lumajang, Jawa Timur, itu lantas diajak teman-temannya bekerja di rumah sakit swasta.
”Saya sambut dengan senang hati. Moto saya, lansia tak boleh pensiun. Di rumah, saya praktik pada pukul 07.00-08.00 dan 17.00-20.00,” ujarnya. Artha, sapaannya, juga menyempatkan berjalan kaki setiap pagi selama 1 jam dan sore sekitar 30 menit.
ARSIP PRIBADI
Arthawidjaja (kanan) didampingi istrinya, Lenny Artha, berjalan-jalan di hutan pinus, Banyuwangi, Jawa Timur, Oktober 2021.
”Istri saya waktu masih muda suka naik gunung. Dengar ceritanya seru, jadi tertarik. Tentu, sekalian buat kesehatan. Saya juga tamasya ke perbukitan,” ujarnya. Artha yang mendaki dua kali setahun sebelum pandemi kini berwisata ke hutan-hutan pinus di Banyuwangi, Jatim.
”Sebulan sekali, soalnya hutan lebih sepi. Kadang dengan anak-anak, saya dan Lenny biasanya keliling selama 2,5 jam,” kata Artha. Saat di gunung atau hutan, pasangan itu sesekali tentu mengungkapkan afeksi dengan mengingatkan agar berhati-hati, menyodorkan minuman, atau berpegangan tangan.
Artha yang hobi berjalan kaki itu menikah pada 1974. Ia dikaruniai tiga buah hati yang sudah tinggal dengan keluarga masing-masing, dua tahun lalu. ”Supaya otak tak ikut menua, penting untuk briskwalking (jalan cepat), belajar, dan koneksi sosial,” ujar kakek dari lima cucu itu.
Saat mendaki, Artha juga menyingkirkan ceceran sampah ke lokasi yang mudah terlihat dengan harapan petugas akan memungutnya. ”Saya belajar segala hal, termasuk ilmu kehidupan. Terutama spiritual karena kita adalah spirit dalam raga. Beraktivitas sosial juga untuk kurangi pikun,” katanya.
Ellya Andy (52) dan suaminya, Aris Siswoko (52), juga sangat menikmati wisata alam. Mereka, misalnya, mengunjungi Gunung Parang di Purwakarta, Jawa Barat, pada Agustus 2022. Saat pertama kali datang, warga Bintaro, Jakarta, itu latihan mental dulu dengan memilih rute sekitar 50 meter saja.
ARSIP PRIBADI
Ellya Andy dan suaminya, Aris Siswoko, berwisata di Kawah Putih, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (17/9/2022).
Bukan hanya mendaki, mereka malah sampai memanjat tebing meski masih disediakan semacam cetakan, dan petunjuk untuk pindah ke pegangan selanjutnya. ”Mengatur napas, energi, dan keberanian. Begitu melirik ke bawah, jurang. Jadi, ngeri-ngeri sedap,” kata Ellya seraya tergelak.
Mereka menggandrungi avontur karena sudah tak menaruh interes lagi dengan berjalan-jalan di mal, mengunjungi restoran, atau menyesap kopi. ”Pemicunya juga, anak sulung kuliah di Jerman dan adiknya di Jepang. Paling, ada anak bulu (anjing),” ucap Ellya seraya tersenyum.
Ellya yang tak mau mati gaya kemudian mengukur jalan tanpa memusingkan penginapan. Jika menemukan hotel, mereka bermalam, tetapi tak keberatan menginap di mobil. ”Siap menggelandang. Saya asalnya Solo (Jateng). Jadi, eksplorasi diarahkan ke barat,” ujarnya.
Ia juga tak mengacuhkan trek yang mendaki dan menurun hingga harus berbasah-basah dengan menceburkan diri di Curug Putri, Pandeglang, Banten. ”Tadinya, kayak bego, mau ngapain, ya. Kalau panggilan video dengan anak-anak, paling 30 menit selesai,” katanya sambil tertawa.
Kini, Ellya dan Aris ketagihan jalan-jalan saat akhir pekan. Sepi pun hilang dengan berwisata sekaligus menjaga kebugaran. ”Kami pernah tidur di mobil saja di Sawarna (Lebak, Banten) karena malas cari hotel. Jalan kaki enam jam ke Baduy Dalam (Lebak). Ke Gunung Gede juga, dua pekan lalu,” katanya.
ARSIP PRIBADI
Irawati mengikuti Yoga Gembira di Taman Suropati, Jakarta, Agustus 2022.
Demikian pula Irawati (57) yang memilih yoga untuk mengenyahkan kesunyian. Anak semata wayang warga Rawamangun, Jakarta, tersebut bersama suaminya, Misdi Sumarsono (59), menuntut ilmu ke Malang, Jatim, hampir lima tahun lalu. Gerak badan itu ia ikuti selama 1,5 jam setiap Sabtu atau Minggu.
Irawati sudah beryoga lebih kurang lima tahun terakhir, antara lain di Taman Suropati, Gelora Bung Karno, atau Tebet Eco Park. ”Di rumah, saya juga yoga sesempatnya. Pilih yoga karena enggak cuma menyehatkan fisik, tapi batin atau mental juga,” katanya.
Irawati memetik manfaat kelenturan tubuh, pernapasan hingga filosofi. Berkat pemusatan pikiran, ia pun lebih khusyuk saat shalat. ”Kalau terlalu sibuk, fisik di sini, tapi pikiran di mana. Gerakan yoga lentur, pesertanya jadi tunduk atau mengikuti irama alam,” ujarnya.
Puluhan kilometer
Selepas yoga, Irawati yang menikah pada 1990 itu pun tak lantas menghabiskan hari-hari dengan bertopang dagu. Ia menangani perekrutan, penilaian, dan pelatihan. ”Saya freelance (pekerja lepas) konsultan sumber daya manusia bidang psikologi industri,” katanya.
Sumarsono yang akrab disapa Sonny pun tak kalah dinamis. Ia sesekali menemani istrinya beryoga meski lebih menggemari joging. Jika senggang, Irawati menemani Sonny lari. ”Bisa juga saya diantar lalu suami ke Jalan Thamrin atau Sudirman ketemu teman-temannya,” ucapnya.
ARSIP PRIBADI
Ellya Andy berwisata di Gunung Parang, Purwakarta, Jawa Barat, awal Agustus 2022.
Bahkan, Sonny mengikuti ITB Ultra Adventure Trail Run pada 10 September 2022. Ia menempuh jarak 50 kilometer dari Bandung hingga Sumedang, Jabar. ”Turun naik bukit. Di timnya, suami saya termasuk paling muda. Peserta paling tua 67 tahun,” ujar Irawati.
Dosen Komunikasi Kalbis Institute, Santi Delliana, yang meneliti hubungan komunikasi dan dialektika antarpasangan menikah untuk program doktornya, menjelaskan, beberapa pasangan memang bisa langsung sepakat melanjutkan hubungan berdua saja ketika anak-anak telah mandiri.
Namun, hal itu biasanya baru bisa terjadi jika ada komunikasi yang baik, bahkan sejak awal pernikahan. Jika tak terbiasa, hal itu semakin sulit dilakukan di masa tua. Pada prinsipnya, komunikasi antarpasangan dilakukan untuk membentuk dialektika.
Hal seperti itu mutlak diperlukan, termasuk dalam membangun keharmonisan. Santi menyarankan, sejak awal, setiap pasangan mencari cara menghangatkan hubungan mereka. Misalnya, dengan melakukan kegiatan berdua saja di luar rutinitas. Suami istri bisa pergi dan menginap tanpa anak-anak demi menghangatkan kembali hubungannya.