KKN dan Kisah-kisah Tentangnya
Kekerabatan dengan warga kerap terjalin hingga menimbulkan keharuan saat mahasiswa menuntaskan kuliah kerja nyata. Sebagian dari juga mereka terlibat cinta lokasi, bahkan berlanjut sampai membangun mahligai rumah tangga.
Seiring situasi yang dinilai kondusif, kuliah kerja nyata kembali digelar secara luring. Pengalaman berkesan pun mewarnai mahasiswa dengan cinta lokasi, peristiwa lucu, dan gegar budaya. Beberapa peserta bahkan melanggengkan asmaranya hingga membangun mahligai rumah tangga.
Wisnu Krisna Yudha Pratama (21) menunjukkan pintu yang kerap bikin apes rekan-rekannya. Lubang di rumah bolon itu tingginya hanya 1,5 meter dengan lebar 80 sentimeter. ”Banyak teman kejedot gara-gara lupa menunduk,” ujarnya sambil tertawa, Jumat (12/8/2022).
Wisnu bersama sekitar 15 kawannya bermalam di rumah tersebut. Sejak akhir Juni 2022, mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) itu merampungkan kuliah kerja nyata (KKN) di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Di tengah panorama indah menghadap Danau Toba, mereka sungguh menikmati waktu nyaris dua bulan.
Bersosialisasi demi pengabdian masyarakat di Pulau Samosir, mereka pastinya memahami budaya yang masih kental. Selain mengecap sedikit kenaasan di rumah adat Batak tadi, mereka menghadap tunggane huta atau semacam kepala adat saat baru tiba untuk meminta restu. Wisnu mengaku deg-degan.
”Jujur, lumayan takut. Sulit juga karena melewati beberapa bawahannya, tapi tunggane huta malah bilang matur suwun (terima kasih),” katanya seraya tergelak. Disusul ucapan berbahasa Jawa yang cukup panjang, mahasiswa angkatan tahun 2019 itu dan kawan-kawannya terkejut sekaligus lega.
Romantika tak ayal senantiasa mewarnai KKN. Pengalaman kocak, mengharukan, kendala bahasa, hingga jatuh cinta juga membumbui kesibukan Wisnu dan teman-temannya. ”Setelah sebulan, dua pasangan terlihat saling suka. Pasangan pertama makin dekat. Eh, pasangan lain mundur teratur,” katanya sembari tersenyum.
Wisnu sempat pula mengalami gegar budaya tatkala sedang duduk-duduk di lapo sambil menunggu camat. Pembeli yang datang sekonyong-konyong meminta mandi. ”Masa, mau mandi di lapo? Ternyata, mandi itu manis dingin. Sebutan buat es teh. Saya pesan teh tawar, datangnya air putih,” ujarnya.
Koordinator Mahasiswa Unit (Kormanit) Tim KKN-Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (PPM) UGM Kecamatan Pangururan itu tentu menerapkan rupa-rupa program. Kelompok tersebut memasang lampu tenaga surya, merevitalisasi penginapan, mengembangkan panggung rakyat, dan mengadakan pelatihan pembuatan pupuk cair.
”Waktu KKN selesai, sebagian mahasiswa dan warga menangis. Sudah seperti keluarga. Kepala desa matanya juga berkaca-kaca,” ucapnya. Mahasiswa Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM itu dan kolega-koleganya sampai mengadakan perpisahan di empat lokasi.
Sementara, M Ilham Akbar alias Iil, mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Sumatera Selatan, sudah hampir sebulan tinggal di Kemang Tanduk, Prabumulih untuk menjalani KKN.
Iil merasa betah. Ia bahkan senang bisa belajar bahasa dan dialek baru yang lumayan beda dengan bahasa Palembang yang digunakannya sehari-hari. Kehangatan warga, termasuk rekan sebaya juga membuat nyaman. Iil merasa seperti punya keluarga baru. ”Di sini, sukunya Rambang. Bahasa dan dialeknya lebih mendekati bahasa Pagaralam. Lebih Melayu lagi. Jadi tambah ilmu,” ujarnya.
Selain itu, ia dan rekan-rekannya senang punya banyak kenalan sebaya dari anggota Karang Taruna. Iil pun membenarkan ada rekan-rekannya yang kemudian dekat dengan pemuda atau remaja setempat. Hubungan berlanjut, biasanya dengan saling bertukar nomor kontak dan akun media sosial.
Jenjang pernikahan
Para peserta melaksanakan KKN selama 40 hari, baik menyelenggarakan program sendiri maupun terlibat dalam kegiatan masyarakat. Setelah vakum beberapa tahun, kampusnya kembali mengirim mahasiswa untuk KKN. Sedikitnya, tambah Iil, hampir 2.000 mahasiswa mengikuti mata kuliah itu.
Di posko Iil, terdapat SMP yang secara rutin mereka datangi untuk mengajar agama dan mengaji. Selain itu, Iil dan rekan-rekannya mengajar anak-anak mengaji di dusun tempat mereka tinggal untuk memenuhi permintaan pemerintah daerah setempat.
Pengalaman yang jelas tak terlupakan juga dialami Alma Alfarini (24). Ia menapaki jenjang pernikahan dengan Dandi Zainal Arifin (23) yang diawali KKN di Desa Pucanganom, Kecamatan Jambesari Darus Sholah, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, pada tahun 2019.
Alma yang sedang KKN selama 45 hari kerap berkunjung ke rumah kades Jambesari untuk membahas program-program, termasuk lomba agustusan. ”Saya sering minta bantuan karena belum tahu lokasi untuk membeli keperluan lomba. Jadi kenal sama Dandi, anak Pak Kades,” katanya.
Awalnya, mahasiswi Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Jember (Unej) angkatan tahun 2016 itu merasa biasa saja. Tak dinyana, ternyata Dandi kuliah di kampus yang sama. Ia mengambil Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, Unej angkatan tahun 2017.
”Dandi suka chat (mengobrol lewat aplikasi percakapan) untuk membahas program KKN. Lama-lama, dijodohin warga, teman, sampai keluarga Pak Kades,” ujarnya sambil tertawa. Ketika kembali kuliah, mereka kerap bertemu hingga berpacaran. Alma sungguh tak menyangka, hubungannya dengan Dandi bakal abadi.
Mereka mengikat janji suci pada 23 Maret 2021. Kini, Alma tengah mengandung sembilan bulan dengan kelahiran diperkirakan tinggal tiga pekan lagi. ”Kalau diingat, lucu. Berkesan dan unik. Awalnya, keluarga Pak Kades sangat baik. Selalu ngabarin, tanya kabar, dan nyuruh main ke rumah. Dandi juga baik jadi saya simpati,” katanya.
Alpyan Juliyanto (32) ikut terenyuh mencecapi interaksinya dengan peserta KKN. Warga Desa Turpuk Sihotang, Kecamatan Harian, Samosir, yang kerap disapa Anto itu mengenyam manfaat dengan kedatangan mahasiswa UGM. Mereka berkolaborasi untuk memajukan industri hilir kopi harian.
Anto bersama Kormanit Tim KKN-PPM UGM Kecamatan Pangururan Ayu Wulandari (22) mempresentasikan pembaruan label (rebranding) kopinya. Di hadapan Rektor UGM Ova Emilia dan Bupati Samosir Vandiko T Gultom, awal Agustus 2022, mereka juga menjelaskan hasrat mengenalkan kopi itu kepada dunia lewat media sosial.
Awalnya kecewa
Awalnya, Anto mengaku kecewa sehingga mahasiswa sungguh terkejut. Mereka sempat berpikir sudah berbuat tak pantas. Tak dinyana, Anto tak puas karena merasakan banyak faedah, tetapi sahabat-sahabat barunya itu terlalu singkat berdiam di Samosir. Kontan, mahasiswa sangat terharu.
”Mereka datang ke kafe saya mau perpisahan, tapi saya harus mengunjungi petani. Saya sedih banget,” kata pemilik Convenient Place Coffee and Eatery itu. Anto yang dilematis sampai mengaku amat bersalah tak sempat bersalaman dengan Ayu dan rekan-rekannya.
Kepala Dusun I Kemang Tanduk Yayan Haryanto (27) juga merasa terbantu dengan KKN. Beberapa mahasiswa membantu aparat pemerintah mengerjakan administrasi seperti memasukkan data terbaru. ”Bagus juga mereka mengajar mengaji atau agama. Ada yang membuat semacam penyuluhan soal media sosial dan bahaya hoaks untuk anak-anak dan remaja,” tambah Yayan.
Kemang Tanduk menampung 42 mahasiswa. Yayan melihat mahasiswa dapat beradaptasi dan bersosialisasi dengan pemuda setempat. ”Peserta KKN dahulu juga ada satu dua orang kadang mampir. Ada yang menginap. Makanya, saya bilang ke anak-anak sekarang supaya jangan putus silaturahmi,” ujar Yayan.
Saat senggang, Yayan kerap mengajak mahasiswa mengopi dan mengobrol di rumahnya. Ia dan warga lain pun tak segan membantu seperti meminjamkan sepeda motor atau mobil milik bumdes. Termasuk, jika mereka harus bepergian ke Kota Prambumulih untuk berbelanja.
Wakil Rektor UGM Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat, dan Alumni Arie Sudjito mengungkapkan, pihaknya menerjunkan sekitar 6.000 mahasiswa yang KKN, tahun ini. ”Dari Sabang sampai Merauke digelar lagi secara luring. Sebelumnya, kami mengadakan KKN daring, dua tahun berturut-turut,” katanya.
Selain ditambah kenangan manis, mahasiswa memahami budaya dengan KKN. Tak kalah penting dengan penerapan tridarma perguruan tinggi, mereka pun belajar dari warga. ”Mahasiswa tahu kebudayaan yang plural diikuti pembauran kelas sosial. Jadi multivitamin buat mereka,” kata Arie yang juga sosiolog itu.