Fitur keselamatan Toyota Safety Sense dirancang untuk mengurangi risiko kecelakaan. Fitur ini juga tersemat di All-New Toyota Veloz, mobil tujuh penumpang yang disukai masyarakat banyak.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·4 menit baca
Sejak diluncurkan pada November 2021, penjualan Toyota Veloz generasi terbaru terus merangkak naik. Bersama Avanza, Veloz menjadi mobil berjenis low multi-purpose vehicle (LMPV) terlaris di paruh pertama tahun 2022. Khusus Veloz, konsumen lebih menyukai varian Q tanpa fitur keselamatan naungan Toyota Safety Sense (TSS). Padahal, fitur keselamatan berbasis kamera ini dimaksudkan melindungi pengguna jalan.
All-New Toyota Veloz dipasarkan dalam tiga varian, yaitu MT atau transmisi manual dengan harga Rp 286 juta, varian Q CVT dengan transmisi otomatis dengan harga Rp 309,1 juta, serta varian Q CVT bertransmisi otomatis ditambah TSS. Varian terlengkap ini dibanderol dengan harga Rp 331,1 juta. Semua harga berlaku on the road untuk wilayah DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat.
Selisih Rp 22 juta demi fitur-fitur keselamatan TSS mungkin dirasa cukup tinggi bagi sebagian calon konsumen di kelas harga ini sehingga varian Q tanpa TSS masih lebih laris. Namun, pihak Toyota mengklaim, fitur TSS dirancang untuk mendukung kewaspadaan pengemudi. TSS ini dimaksudkan untuk mencegah dan mengurangi dampak tabrakan dari depan, menjaga pengemudi tetap berada di lajurnya, dan meningkatkan keselamatan selama mengemudi.
Ketika mencoba unit Toyota Veloz tipe Q TSS pada Rabu (29/6/2022), Kompas mencicipi fitur-fitur keamanan itu di dalam Kota Jakarta dengan kondisi lalu lintas umumnya padat. Di jalan umum, termasuk jalan tol, kami mencoba fitur lane departure warning (LDW) dan lane departure prevention (LDP).
Dua fitur ini sama-sama menjaga laju mobil dalam lajurnya ketika mobil membaca marka jalan. Jika mobil mengarah keluar lajur, melintasi marka, muncul peringatan audio, juga visual di layar instrumen balik kemudi. Ini cara kerja fitur LDW. Andaikata peringatan itu diabaikan, setir akan sedikit bergetar dan berupaya mengembalikan arah mobil ke dalam lajur. Ini fitur LDP.
Kedua fitur ini tak akan berfungsi jika pengemudi menyalakan lampu sein. Makanya, fitur LDW dan LDP secara tidak langsung juga membiasakan pengemudi memakai lampu sein setiap hendak membelok atau berpindah lajur. Di jalan umum ini juga kami merasakan fitur blind spot monitor, yang memunculkan tanda di kaca spion serta suara bip-bip di kabin. Artinya, ada obyek, biasanya kendaraan lain, di titik yang tak terlihat pengemudi. Jika sudah begini, sebaiknya waspadai sekita Anda sebelum mengubah arah mobil.
Dari area parkir, ada fitur keselamatan lain yang bermanfaat, yaitu rear crossing traffic alert (RCTA). Fitur ini sempat kami rasakan ketika hendak mundur sementara ada kendaraan lain yang mendekat. Ada suara peringatan di kabin sehingga memungkinkan kami menunda mundur. Setelah mengamati sekeliling melalui monitor di dasbor tengah dan aman dari gangguan, kami baru bisa keluar dari parkir. Fitur RCTA dan tampilan monitor pengamatan kamera 360 otomatis aktif ketika transmisi mobil baru dipindah dari P atau N ke D atau R.
Fitur yang paling seru dites adalah pre-collision warning dan pre-collision braking. Sederhananya, fitur ini aktif ketika mobil membaca kemungkinan tabrakan dengan kendaraan di depan. Karena terkait dengan pencegahaan kecelakaan, PT Toyota-Astra Motor (TAM) menyediakan lahan tertutup di area parkir perkantoran di Cilandak, Jakarta Selatan.
Cara kerja fitur ini adalah memberi peringatan berupa bunyi dan gambar ketika mobil diduga bakal menabrak. Kalau masih tidak ada intervensi dari pengemudi, mobil akan mengaktifkan rem ABS sampai mobil benar-benar berhenti. Fitur pre-collision braking akan berfungsi hanya jika mobil melaju konstan. Kalau mobil membaca ada upaya pencegahan dari pengemudi, misal mengurangi tekanan pada pedal akselerator, atau bahkan sempat menginjak rem, fitur ini tidak aktif.
Makanya, instruktur mengingatkan kami untuk menjaga kecepatan meski di depan makin mendekat dengan dummy bagian belakang mobil lain. Kompas menjaga laju mobil di kecepatan sekitar 25 km/jam. Hingga jaraknya sekitar 1 meter dengan dummy, mobil mengeluarkan suara peringatan, dan tak lama kemudian mengerem mendadak, sampai berhenti. Tumbukan urung terjadi.
Beberapa rekan lain berhasil juga, tetapi ada pula yang gagal. Kegagalan terjadi karena spontan mengurangi kecepatan sehingga mobil ”membaca” pengemudi cukup awas menghindari tabrakan. Hasilnya, dummy itu terbelah dua setelah ditabrak beberapa kali.
Dimas Aska, Head of Media Relations PT TAM, menjelaskan, fitur pre-collision braking berguna bila pengemudi dianggap tidak sadar keberadaan obyek di depannya sehingga tidak sempat mengantisipasi. ”Melepas akselerator, atau mengerem dianggap sebagai antisipasi, jadi mobil menganggap tak perlu mengintervensi,” jelas Dimas.
Simulasi itu menunjukkan bahwa fitur-fitur di mobil menyokong keselamatan penumpang dan pengguna jalan lain. Namun, penentu keselamatan terbesar adalah pengemudi. Jadi, meskipun Anda rela menambah Rp 22 juta demi fitur TSS, jangan serta-merta menyerahkan segalanya pada mobil. Tetap waspada saat berkendara.