Samuel Mulia dikenal sebagai konsultan merek dan juga perancang busana. Dia bertahun-tahun menjadi penulis tetap rubrik Parodi di harian ”Kompas”. Dulu sepekan sekali, lalu menjadi dua pekan sekali.
Oleh
MOHAMMAD HILMI FAIQ
·2 menit baca
Penulis ”Parodi”, kolom gaya hidup, Samuel Mulia, berpulang pada Sabtu (25/6/2022) di apartemennya di kawasan Slipi, Jakarta. Jenazah penulis kelahiran 1963 itu disemayamkan di rumah duka Grand Heaven, Pluit, Jakarta Utara.
Samuel dikenal sebagai konsultan merek dan juga perancang busana. Dia bertahun-tahun menjadi penulis tetap rubrik Parodi di harian Kompas. Dulu sepekan sekali, lalu menjadi dua pekan sekali.
Penulis sekaligus pensiunan wartawan Kompas, Bre Redana, mengungkapkan, dia bersama rekannya, Ninuk Mardiana, menemui Samuel untuk mengajaknya menulis secara tetap di subrubrik Parodi di rubrik Urban.
”Kenapa Parodi Urban? Waktu itu saya ingin mengarahkan Kompas Minggu untuk ke life style, gaya hidup. Gaya hidup urban. Agar kelihatan berjarak dan tidak malah terbawa arus, saya menggagas rubrik yang benar-benar dari namanya saja sudah berjarak, Parodi Urban,” kata Bre, yang kala itu sebagai Kepala Desk Kompas Minggu, kini menjadi Desk Budaya.
Minggu, 3 Juli 2005, Samuel menulis ”Gara-gara ’Keberatan’ Nama”, tulisan pertama dia sebagai penulis tetap Kompas. Sejak itu tulisan-tulisan Samuel yang ”nakal”, satire, jenaka, jujur, dan terkadang sarkastis, terus mengalir tanpa henti.
Dalam tulisan-tulisannya, sangat kentara Samuel kerap menjadikan dirinya sendiri sebagai contoh yang nyata, tetapi sekaligus bisa mewakili banyak orang. Tulisan-tulisannya itu demikian melekat dalam hati pembaca.
Tahun 2005, Samuel menjalani cangkok ginjal di China. ”Satu lagi hal penting, dalam keadaan sakit, Parodi-nya enggak pernah absen. Hari Rabu, waktu itu, pasti (dia) sudah kirim ke Heru, sekretaris kita,” kata Bre.
Sekitar 17 tahun kemudian, ginjalnya bermasalah secara serius. Lewat tulisan-tulisannya, pembaca bisa menangkap itu. Pada April lalu, dia drop dan harus dirawat intensif di rumah sakit. Oleh karena itu, sepanjang April tidak ada tulisan Samuel. Ia baru menulis lagi pada 8 Mei dengan judul ”Kawah Candradimuka”.
Samuel dikenal disiplin dengan tenggat. Tanpa harus diingatkan, ia rutin mengirim tulisan setiap Rabu untuk dimuat hari Minggu. Tulisannya yang terbit pada 19 Juni 2022 berjudul ”Jangan Bilang-bilang” menjadi tulisan terakhir Mas Sam, begitu kami menyapanya.
Dia sekarang tidak sakit lagi. Deritanya telah berakhir. Tapi, ”kenakalannya” akan selalu dikenang para pembaca.