Di Jalur Trabas Semua Saudara
Prinsip persaudaraan kental di kalangan komunitas trabas. Persaudaran memunculkan sejumlah moto populer di kalangan mereka, seperti Di Jalur Semua Sedulur, Satu Jalur, Satu Lumpur, Satu Saudara, dan lain-lan.
Jangan pernah meremehkan bebek trail. Tanpa motor modifikasi yang juga disebut bektrail atau trail odong-odong itu, olahraga trabas di Indonesia tidak akan semeriah saat ini. Motor buah kreativitas akar rumput yang muncul di akhir 1990-an itu pula yang memicu spirit persaudaraan dan kesetaraan mengakar di dunia trabas.
Yanto sudah menggeluti dunia trabas selama 24 tahun dan tak pernah bosan memacu motor trailnya menembus hutan hingga sekarang. Dia mulai menembus hutan-hutan tak terjamah, menyusuri sungai-sungai berbatu, serta membelah trek berlumpur sejak 1998. Yanto dan teman-temannya awalnya belum menggunakan motor-motor trail pabrikan, tetapi memodifikasi seadanya motor bebek mereka untuk melewati medan tanah yang berat.
Pada awalnya, modifikasi motor hanya menambah besi penguat yang dilas pada rumah kemudi dan kerangka utama motor, mirip pada sepeda cowok. Tampilan motor hanya kerangka sasis karena plastik badan motor dilepas supaya tidak pecah. Ban masih menggunakan ban jalan raya karena ban penggaruk tanah belum banyak di pasaran serta harganya mahal.
”Dulu masih pakai ban untuk aspal dan lingkar roda 17 inci depan belakang. Kalau hujan di jalur licin minta ampun. Jatuh bangun sudah biasa, tetapi itu yang membuat seru, bisa tertawa. Kami jadi seperti anak-anak, kalau ada jalur berlumpur, justru kita masuki, main becek-becekan pakai motor,” ujar Yanto yang kini membuka bengkel trail di rumahnya di daerah Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
”Sajalur, salumpur, sadulur. Kita bersaudara dalam lumpur saat di jalur. Gak ada baper-baperan, bebas lepas bercanda dan tertawa,” ucap Yanto.
Ban bermotif kasar dual purpose baru mulai ada di pasaran pada awal 2000-an seiring dengan salah satu pabrikan motor yang mengeluarkan motor trail dan tumbuhnya kegiatan trabas. Namun, untuk bisa menggunakan ban berukuran lebih besar dari standar motor bebek, perlu memanjangkan lengan ayun serta mengubah posisi dudukan peredam kejut belakang.
Bektrail rata-rata menggunakan lingkar roda depan 19 inci dan belakang 16 inci. Jika menggunakan lingkar roda depan 21 inci dan belakang 18 inci, seperti motor enduro pabrikan, tenaga motor bebek enggak kuat dan juga biaya modifikasi membengkak. Padahal, merakit trail odong-odong alasannya untuk menghemat biaya.
”Gir dulu juga gak ada yang ukuran besar, kita bikin di tukang bubut yang disebut gir buta karena bisa dibikin sesuai permintaan. Tromol juga masih menggunakan tromol bawaan motor, sering ambrol di jalur karena disiksa,” ujar Rudi yang akrab disapa Raymond.
Motor-motor rakitan itu memang tidak sekuat dan setangguh motor-motor pabrikan yang memang didesain untuk disiksa di jalur keras. Kerusakan di jalur, mulai dari tromol pecah, setang bengkok karena terjatuh, mesin jebol, sudah menjadi risiko yang disadari. Karena itu, setiap kali masuk jalur, pemacu bektrail ataupun trail odong-odong selalu siap kunci-kunci dan onderdil cadangan.
”Pokoknya siap buka bengkel di jalur, yang tidak dibawa hanya kompresor dan alat tambal ban,” ujar Raymond yang kini menjadi leader atau pemandu trabas di jalur enduro Akasia, Parung Panjang, Kabupaten Bogor.
”Karena motor odong-odong rawan rusak, makanya kita perlu kompak. Masuk jalur bareng, keluar juga bareng. Kita tidak akan meninggalkan kawan yang motornya rusak di jalur. Tolong-menolong di jalur itu menjadi prinsip kami para pegiat trabas. Sering kita ketemu orang yang kita belum kenal yang motornya rusak di jalur. Kita selalu bantu, kami pun pernah dibantu oleh pegiat lain,” ujar Yanto.
Spirit tolong-menolong dan persaudaraan dipertebal oleh kondisi jalur yang sulit dilewati seorang diri, atau karena tenaga motor odong-odong yang terbatas. Jika motor terjebak di lumpur, solusinya hanya gotong royong menarik motor.
”Di jalur tidak ada yang jagoan karena rintangan sering tidak terduga. Kalau egois, ya, susah sendiri. Tolong menolong di jalur itu kuncinya. Tetapi, sebelum dibantu, kita tertawakan dulu, pokoknya kita jadikan kesusahan menjadi kebahagiaan,” ucap Yopi Wijaya dari komunitas XTraf dan pemilik bengkel Ramdys MX di daerah Pamulang, Tangerang Selatan.
Prinsip tolong-menolong itu terus bertahan hingga kini saat enduro sudah populer dan menyebar dari Sabang sampai Merauke. Pegiat trabas pun bukan hanya pengendara bek trail atau trail odong-odong, justru kini lebih banyak yang pemakai motor pabrikan yang dirakit di dalam negeri serta diimpor langsung dari Eropa. Apa pun motornya, status ekonominya, jabatannya, prinsip tetap sama, semua saudara di jalur.
Spirit itu mendarah daging dalam diri Dyan Isnomo yang mengawali trabas di awal 2000-an secara tidak sengaja karena perkerjaannya yang menuntut survei lokasi sumber air yang lokasinya di dalam hutan, pegunungan, dan lokasi-lokasi yang jarang dijamah manusia. Memasuki daerah antah berantah itu membuat Dyan yang lahir di Malang, Jawa Timur, untuk selalu membawa peralatan membengkel dan onderdil cadangan.
”Saya sering sendirian saja masuk hutan. Karena itu, saya harus bisa memperbaiki mesin hingga mengganti ban dalam jika bocor. Peralatan kunci-kunci, tali untuk menarik kalau perlu evakuasi, dan juga lem epoxy yang disebut juga lem kapal untuk menambal blok mesin jika retak, tangki bensin jika bolong, dan tuas kopling jika patah,” ujar Dyan.
Dyan yang kini memiliki koleksi hampir 30 motor berulang kali menolong pegiat trabas di jalur. Suatu ketika dia menjumpai dua orang yang sedang kesulitan di jalur Cigudeg, Kabupaten Bogor, karena tangki bensin salah satu motor bocor. Motor hanya bisa direbahkan, kalau posisi berdiri bensin ngocor. Padahal, jalur Cigudeg ini berlimpah tanjakan yang menuntut gaspol untuk bisa keluar jalur. Kalau tangki bocor, alamat tidur di hutan, atau motor ditinggal.
”Mereka sudah frustrasi, kasihan sekali. Tetapi, saya selalu bawa lem epoxy, jadi saya tambal tangki yang bocor, tunggu 30 menit biar kering, dan mereka bisa gas lagi,” ucap Dyan yang sudah menjelajah dari Aceh sampai Merauke.
”Belum lama ini di Hambalang (Bogor) saat gaspol, saya melihat motor Husqvarna melintang di jalur, tetapi orangnya tidak ada. Saya yakin motor itu pasti rusak dan ditinggal. Benar saja saat saya lanjut gas ketemu pemiliknya. Motor itu ternyata akinya tekor dan tidak bisa distater dan tidak ada engkol kaki. Saya lepas aki motor saya, dan saya pasang ke motor itu, jreng hidup lagi. Motor saya kan versi lama, jadi pakai engkol bisa hidup. Ya begitulah di jalur, tolong-menolong gak peduli siapa yang kita bantu,” ucap Dyan.
Membantu dan dibantu merupakan lingkaran keseimbangan hidup. Dyan dua kali kehilangan dompet di jalur trabas, tetapi dompetnya selalu kembali dan isinya utuh, uang, KTP, STNK, ATM. Semua dikembalikan oleh pegiat trabas yang menemukan dompet itu di jalur. ”Kalau di jalur trabas, saya percaya, pasti ada yang menolong,” ujar Dyan.
Prinsip-prinsip persaudaraan itu kemudian memunculkan semboyan-semboyan yang sering diucapkan oleh para pegiat trabas, dicetak pada sticker ataupun kaus. Sejumlah moto yang populer, antara lain, ialah Gas Sak Keselmu Sedulur Sak Lawase (gas secapekmu, saudara selamanya); Satu Jalur, Satu Lumpur, Satu Saudara; Apa Pun Motormu Semua Saudara; Di Jalur Semua Sedulur.
Bahkan, di kalangan para pebalap enduro, yang selalu berjuang menjadi yang terbaik dalam balapan, prinsip persaudaraan tidak pupus. Setelah selesai balapan, mereka tetap berlatih bersama dan saling mengunjungi untuk bermain di jalur enduro masing-masing.
Herjuno, pebalap enduro asal Magelang, Jawa Tengah, merasakan spirit itu tetap kental meskipun saat balapan saling bersaing. Seusai balap Xtreme Enduro Race Megathrust 2021, misalnya, dia lanjut bermain enduro d Hambalang, Bogor, bersama para pebalap tim Seri Aja Ogah, serta berkunjung ke tim Ubas Extreme.
”Semangat paseduluran (persaudaraan) kental banget. Meskipun di jalur kadang saling ngapusi (menipu) jalur, kalau sudah selesai, ya, sudah tertawa bareng, latihan bareng, gak baper,” ujar Herjuno.
Bahkan, di level dunia, para pebalap, seperti Billy Bolt, Manuel Lettenbichler, Mario Roman, dan Graham Jarvis, sering berlatih bersama, menembus jalur-jalur enduro keras. Padahal, saat balapan, mereka bersaing untuk meraih gelar juara. Atmosfer persaudaraan yang universal itulah yang membuat enduro menyenangkan meskipun melelahkan. Para pemula biasanya merasa aman bermain trabas karena spirit kekeluargaan ini dan kemudian mereka ketagihan. Trabas pun menjadi kanal berolahraga, mencari saudara, dan menyeimbangkan hidup.
”Trabas itu sudah menjadi kebutuhan,” ucap artis senior Mathias Muchus yang sudah menggeluti trabas sejak 1990-an.