NFT dan Seni Merawat Keguyuban
Manusia berwujud avatar di jagat maya membentuk masyarakatnya sendiri, mata uang sendiri, dan produk dagangan sendiri. Namun, mereka tetaplah manusia. Bahu-membahu berlaku di jagat mana pun.
Mata uang kripto dan produk NFT di semesta maya membentuk masyarakatnya sendiri. Tak berbeda dengan kehidupan di dunia nyata, ”para makhluk” yang diwakili wujud avatar ini bahu-membahu menyokong satu sama lain. Relasi sosial di tanah dan di internet sama saja. Guyub.
Pasangan Endah Widiastuti dan Rhesa Aditya tak sungkan-sungkan menunjukkan ”kekayaan” mereka di dompet (wallet) kripto-nya. ”Harta” mereka pada Jumat (17/6/2022) malam itu setara dengan 38 dollar AS. Itu didapat dari berjualan aneka produk digital berwujud NFT di lokapasar Objkt dalam rantai blok (blockchain) Tezos.
Duo Endah N Rhesa ini mulai memasarkan produknya di dalam blockchain sejak April 2022. Lima karya pertama yang diunggah adalah ilustrasi berdasarkan interpretasi lagu ”Liburan Indie” ciptaan mereka. Lima ilustrasi itu adalah pemenang sayembara kolaborasi ketika mereka manggung di galeri Superlative Secret Society di Bali.
Itu adalah galeri yang khusus memajang karya bermedium NFT. Pembangunan galeri itu, kata Rhesa, dibiayai dari penjualan karya ilustrasi NFT. Kolektor membeli ilustrasi NFT agar galeri itu terwujud. ”Roadmap seperti ini adalah contoh alasan kenapa orang mau membeli karya seni dalam bentuk NFT, saling mendukung,” kata Rhesa.
Semangat sokong-menyokong itu pula yang dipegang Endah dan Rhesa dalam ”bermasyarakat” di jagat kripto. Harta yang mereka kumpulkan di dompet kripto tidak langsung mereka uangkan. Uang itu kelak akan dipakai membeli karya NFT yang mereka suka. Sebelumnya mereka pernah membelanjakan sekitar Rp 6 juta untuk ”jajan” bikinan teman-teman mereka, misalnya NFT karya band Mocca dan penyanyi Indra Aziz.
Relasi ciptaan jagat kripto saat ini umumnya membentuk kelompok prosumer, atau producer-consumer, ya pencipta sekaligus pembeli. Meski demikian, tak menutup kemungkinan pembelinya adalah benar-benar penggemar, atau kolektor. Bisa untuk disimpan sendiri dan dibanggakan, bisa juga untuk dijual lagi mencari cuan.
Penyanyi Indra Lesmana, misalnya, penasaran siapa yang memenangi lelang album berformat NFT In The Moment yang memberinya profit tak kurang dari Rp 40 juta. Bisa jadi pembelinya adalah penggemar berat Indra, atau juga seseorang yang punya visi bahwa kelak album NFT yang hanya ada satu edisi itu bernilai tinggi. Andai dijual lagi dengan harga berapa pun, Indra selaku penciptanya tetap kebagian royalti.
Endah juga menunjukkan beberapa pengoleksi NFT karya Endah n Rhesa. Sejumlah nama dia kenal betul, rekannya sesama musisi yang sedang bergeliat di ranah NFT. Beberapa lainnya berupa rangkaian kode identitas yang tidak ia kenali. Ada juga teman baru dari California, AS, yang menyukai musik mereka ketika manggung di galeri Superlative itu.
”Lewat NFT, keuntungannya adalah kemungkinan bisa punya teman dari mana pun, karya kita bisa diapresiasi dari belahan dunia mana pun,” kata Endah. Sejak tahun ini, dia dan Rhesa rajin nongkrong di obrolan pelaku NFT lewat pelantar Space di Twitter.
Di situ, mereka berkesempatan melakukan shilling alias membanggakan produk sendiri. Itu semacam sesi promosi. Karena pesertanya lintas negara, tak jarang sesi baru dimulai dini hari. Kalau sudah begitu, begadang pun dilakoni. Sebaliknya, Endah dan Rhesa juga semangat ”mewartakan” benefit ber-NFT kepada komunitasnya. Mereka tak pelit bagi-bagi ilmu.
Pelukis Galam Zulkifli, yang lukisan berformat NFT-nya pernah terjual 5 ETH di jagat etherium, atau setara sekitar Rp 225 juta, juga tidak semerta-merta menarik ”uang maya” itu menjadi rupiah di bank nyata. Ia memiliki komitmen untuk menyimpan atau menggunakannya di dunia metasemesta.
Selama ini, Galam menggunakan sebagian uang kriptonya untuk membeli karya-karya seni digital NFT dari seniman lainnya. Galam sudah mengoleksi sekitar 100 karya seni digital NFT dari sekitar 80 seniman. Sebagian besar dari mereka adalah seniman yang tinggal sekota dengannya, yaitu Yogyakarta. Galam mendukung karya lingkungan terdekatnya.
Kekuatan komunitas
Selain estetika karya, kekuatan komunitas adalah salah satu faktor penting dalam keberhasilan sebuah produk NFT. Indra Lesmana, misalnya, merupakan figur besar di kancah musik. Sepanjang kariernya, Indra gemilang menciptakan lagu berbagai genre; dari pop, jazz, fusion, elektronika, sampai metal. Kerumunan penggemarnya adalah komunitas potensial.
Setiawan Winarto, pedagang alat musik yang ternama di kalangan musisi, meluncurkan lokapasar Netra bersama dua rekannya, Brian Blanc dan Andy Fajar Handika. Netra adalah wadah para musisi menjual karya dalam wujud NFT. Indra Lesmana tergabung di dalamnya. Selain Indra, ada pula Dewa Budjana, Tohpati, Lalahuta, Andra Ramadhan Project, Echa Soemantri, dan yang terbaru Titi DJ. ”Hari ini Titi DJ merilis lagu baru ’Still Learning’ dalam bentuk NFT,” kata Setiawan ketika dihubungi Jumat (17/6/2022).
Netra baru berjalan sekitar tiga bulan. Oleh karena itu, Setiawan selaku Chief Executive Officer (CEO) Netra merasa perlu menggandeng musisi dengan pengaruh besar agar khalayak menengok. ”Di tahap awal ini, artis yang influensial dulu yang masuk sehingga memberikan dorongan. Nanti pada tahap berikutnya, baru terbuka untuk publik,” ujarnya seraya menyebut dua nama artis populer yang segera gabung dengan Netra.
Menurut Setiawan, hakikat kripto adalah pump and dump, atau membeli dan menjual. Dua hal tersebut sama-sama didorong oleh komunitas. Karya seni berformat NFT ini adalah wujud dari kripto. Di kancah musik, kata Setiawan, NFT tak ubahnya cakram padat (CD) yang sebelumnya menjadi jualan para musisi.
”Tapi sekarang CD-nya sudah enggak ada. Lagu-lagunya dipajang di DSP (digital service provider, semacam Spotify dan Apple Music). Itu galeri kami, tapi kami juga berikan sertifikat kepemilikannya,” kata Setiawan. Jadi, produk musik NFT yang ada di Netra terkoneksi dengan DSP. Royalti pemutaran di DSP itu menjadi hak musisi dan juga pembeli NFT-nya.
Ada baiknya pembeli musik NFT di Netra memutar juga lagu yang mereka beli melalui DSP untuk menambah pemasukan. Makin banyak kerumunan, atau komunitas yang memutar lagu, makin besar pula profit yang didapat. Netra merawat komunitas mereka lewat grup percakapan aplikasi Telegram.
Hasilnya lumayan juga. Lagu ”To Lose” milik Titi DJ terjual habis sebanyak 500 token. Lagu Indra Lesmana lainnya, ”My Devotion” juga ludes dalam jumlah yang sama.
Meski senang menerima uang dari karya NFT, Indra Lesmana memimpikan hal lain, yakni proses transparansi dan apresiasi publik yang lebih baik terhadap setiap karya seni. Sebelum era NFT, kata Indra, seniman dihadapkan pada persoalan kepercayaan dalam urusan pengelolaan hasil karya. Royalti atau nilai pendapatan sebuah karya sering dipotong.
Kemunculan NFT dengan sokongan komunitas mengubah banyak kepahitan itu. Impian Indra mulai mewujud. Dia bahkan berencana membuat album baru dalam format NFT yang menurut rencana dirilis September mendatang. ”Selain membuat karya yang baik, saya sangat membutuhkan komunitas. Ini yang saya rasakan,” ujarnya.
Maya dan nyata
Animator Hizkia Subiyantoro, dikenal dengan nama Hizaro, selama ini aktif mendorong para seniman mengunggah karya seni di pasar NFT. Ia tahu betul potensi keuntungan NFT. Uniknya, dia sendiri sama sekali belum pernah mengunggah karyanya di pasar NFT.
”Bagi saya, sekarang ini masih terjadi euforia. NFT masih dilihat sebagai wahana dari internet hanya untuk mendatangkan cuan, uang mudah dari internet,” ujar Hizaro dalam sebuah perbincangan di Jakarta. Film animasi pendek karyanya, Roda Pantura, terpilih sebagai partisipan ajang Animation Du Monde (MIFA) di Annecy, Perancis. Ajang itu adalah festival animasi terbesar di dunia.
Hizaro menempatkan diri sebagai seniman yang tidak semata-mata hidup demi keuntungan finansial. Baginya, seniman memiliki tugas melahirkan daya intelektual yang bisa berguna bagi komunitas, atau masyarakat banyak. Maka, dia membangun komunitas animasi berbasis FOSS Blender Army Indonesia, dan pada 2017 membuat Animasi Club—komunitas pencinta animasi di Yogyakarta.
”Saya ingin mengembalikan akar dari animasi, yaitu craft atau bentuk tiga dimensi,” ujar dia yang suatu saat ingin masuk metasemesta (semesta di dunia maya) tanpa meninggalkan universe (semesta di dunia nyata).
Keinginan Hizaro tidak muluk-muluk. Sejumlah pegiat NFT keluar dari selubung semesta maya menapak ke tanah, membantu teman yang berkesusahan. Indra Lesmana, Endah n Rhesa, Dewa Budjana, dan Tohpati tampil dalam konser penggalangan dana pengobatan gitaris kawakan Donny Suhendra pada Minggu ini. Para individu berwujud tiga dimensi rekaan komputer di jagat maya itu ”kembali jadi manusia”. Begitulah, keguyuban masih diperlukan di jagat mana pun.