Canggu memang terbilang berbeda. Meski perkembangan pamornya jauh terlambat dibanding pantai-pantai lain di Bali, pertumbuhan wisata di sepanjang pantai Canggu malah seperti menolak tunduk pada pandemi.
Oleh
EKO WUSTUK
·5 menit baca
Matahari bersinar penuh. Langit biru. Hanya ada sejumput awan putih tipis yang menodai. Angin laut yang berembus pelan sedikit menyejukkan udara. Pada siang bolong di pengujung April 2022, Bali masih terlihat sepi. Tidak banyak wisatawan melenggang di trotoar, baik di kawasan Kuta, Legian, Seminyak, maupun Ubud, yang biasanya sepanjang hari dipadati aliran manusia.
Namun, kondisi ini sesungguhnya sudah membaik ketimbang sebelumnya. ”Dua minggu ini lumayan, Pak. Yang nuker uang di tempat saya sudah mulai ada. Beberapa rombongan dari India dan Australia,” tukas Yudi Pacul, karyawan money changer di bilangan Canggu yang kadang nyambi jadi sopir pribadi dan pemandu wisata.
Canggu memang terbilang berbeda. Meski perkembangan pamornya jauh terlambat dibandingkan pantai-pantai lain di Bali, pertumbuhan wisata di sepanjang pantai Canggu malah seperti menolak tunduk pada pandemi. Kehadiran Old Man’s, Finns Beach Club, dan Deus Ex Machina, yang semuanya adalah melting pot para surfer dari sejumlah negara, menjadi daya hidup tersendiri bagi kawasan Canggu. Di sana juga berkembang bisnis guest house dengan harga terjangkau yang barangkali memang punya pasarnya sendiri. Sepenuhnya berbeda dari bisnis perhotelan mewah di kawasan Seminyak dan Ubud.
Tingkat penularan Covid-19 yang belakangan melandai melahirkan optimisme di sebagian besar pegiat pariwisata Bali. Masyarakat Bali yang menyambut program vaksinasi dengan tangan terbuka—karena mereka sadar bahwa itu adalah satu-satunya tiket untuk membuka kembali kegiatan ekonomi wisata—rupanya menimbulkan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Yan Box, pemandu wisata yang gigih menawarkan berbagai aktivitas water sport di Tanjung Benoa, mengungkapkan optimismenya dengan bersemangat.
”Hari ini lumayan, Pak,” ucapnya. ”Ada rombongan dari India main parasailing dan jet ski. Bapak kalau mau gabung, saya kasih diskon besar, deh!”
Di sepanjang Pantai Tanjung Benoa, puluhan wisatawan—bukan ratusan seperti pada era normal—terlihat asyik memainkan beragam water sport yang ditawarkan, mulai banana boat, jet ski, parasailing, hingga sea walker. Aktivitas yang terakhir ini terbilang berbahaya karena untuk melakukannya kita diharuskan mengenakan helm penyelam yang sangat berat dan kemudian berjalan di dasar laut dengan kedalaman 4-6 meter. Helm tersebut terhubung dengan selang yang mengalirkan oksigen dari tangki di atas kapal. Sama sekali tidak cocok untuk anak-anak.
Pada musim sepi seperti dua tahun belakangan ini, tempat-tempat makan favorit wisatawan, terutama yang beken di dunia Instagram, rupanya tetap dipadati pengunjung. Di antaranya adalah Nook dan Karya Rebo.
Pada jam makan siang, semua meja di Nook yang terletak di tepi sawah di kawasan Kuta Utara penuh terisi. Salah satu menu andalannya, bebek goreng yang disajikan dengan nasi dan sambal matah, memang nikmat disantap sembari memanjakan mata memandangi hamparan sawah. Sebagai catatan khusus, ada baiknya mengecek jadwal panen padi terlebih dulu sebelum berkunjung ke Nook. Salah waktu bisa berakibat batal foto-foto untuk posting ke Instagram karena sawahnya keburu gundul!
Berbeda dengan Nook yang mengandalkan suasana, Karya Rebo yang berlokasi di Kedonganan, tak jauh dari InterContinental Bali Resort Uluwatu, sepenuhnya mengandalkan menu khas Bali mereka: babi guling. Pengunjung tak henti berdatangan, baik yang makan di tempat atau membungkus untuk dibawa pulang. Beberapa minibus terlihat diparkir di sepanjang tepian jalan raya, masing-masing membawa serombongan kecil wisatawan dari China.
Seperti bisnis lainnya di Bali, bisnis hotel dan resor mewah juga beranjak menggeliat. The Kayon Jungle Resort yang terletak di tengah hutan di perbukitan Bresela, Gianyar, sama sekali tak sepi pengunjung. Tamu yang menginap berasal dari berbagai bangsa, mulai Eropa, India, Amerika, hingga Korea, China, dan Jepang. Resort eksotis yang mengandalkan keindahan kolam renang bertingkat ini sejatinya cocok sekali bagi wisatawan dewasa. Lebih tepatnya, wisatawan yang kepingin menjalani liburan romantis bersama pasangan mereka.
Keindahan fasilitas yang dipadu dengan suasana syahdu khas lembah nan sunyi sungguh memabukkan. Ditambah menu makanan dari restoran dan bar di tepi kolam yang cita rasanya memang nikmat, lengkap sudah!
Fernando Lehmann, Quality and Continuous Improvement Manager dari InterContinental Bali Resort yang berlokasi di Uluwatu, menyatakan bahwa jelang Lebaran sudah cukup banyak kamar yang dipesan tamu. Dengan gembira dia menyampaikan keyakinannya bahwa Bali sudah berada di pengujung pandemi dan sebentar lagi akan kembali ramai seperti sediakala.
”Sudah mulai banyak bookingan. Kami harus benar-benar menyiapkan diri karena inilah kali pertama hotel kembali ramai setelah dua tahun terakhir sepi.”
Tempat wisata publik, seperti Bali Zoo, Turtle Conservation and Education Center, dan Bali Exotic Marine Park, mulai kedatangan pengunjung. Bali Zoo, di luar dugaan, malah ramai sekali dengan kunjungan dari sekolah-sekolah. Anak-anak kecil bercampur dengan orang dewasa dan bahkan lansia dari sejumlah negara. Mereka dengan gembira menikmati keragaman satwa liar di sana, mulai harimau putih Benggala, sepasang singa Afrika hingga lemur yang bisa diajak bersalaman. Sebagian terlihat seru-seruan memberi makan burung unta dan kuda poni. Bagi yang lumayan bernyali, ada menu menunggang gajah mengelilingi kompleks Bali Zoo dan juga melintasi kolam yang lumayan luas.
Kisah yang disampaikan dengan apik oleh pemandu yang bertugas di Turtle Conservation and Education Center di kawasan Serangan sungguh patut didengar, terutama oleh anak-anak. Di tempat itu, penyu-penyu yang diselamatkan dari jeratan jaring, putaran baling-baling kapal, dan juga dari upaya penyelundupan dirawat hingga siap kembali dilepasliarkan. Betapa menyegarkan mengetahui bahwa masih ada komunitas yang peduli dan benar-benar melakukan aksi untuk melestarikan satwa liar di Indonesia.
Pengujung April, tepat sepekan sebelum Lebaran, seolah jadi pengujung pandemi di Bali. Dengan masa liburan musim panas yang segera menjelang dan perhelatan internasional Konferensi Tingkat Tinggi G20 yang akan digelar pada akhir tahun, Bali bergegas menyiapkan diri. Bersolek. Berupaya pulih dari keterpurukannya selama dua tahun terakhir ini. Sah kiranya kalau kita kemudian berkata, ayo kembali ke Bali!