Terbirit-birit Melayani Pesanan
Euforia bukber Ramadhan kembali meledak seiring melandainya pandemi Covid-19. Para pengelola restoran pun terbirit-birit melayani pelanggan. Tidak jarang mereka hanya sempat bisa berbuka dengan seteguk air putih.
Pandemi Covid-19 belum usai. Namun, kegairahan sepanjang Ramadhan tahun ini kembali terasa di tempat-tempat makan. Para pengelola rumah makan sampai terbirit-birit melayani pesanan. Tapi, dengan begitu, roda perekonomian kembali berputar.
Kamis (14/4/2022), Asep Maulana (28) luar biasa sibuk menerima pesanan konsumen. Di depan Kedai Peda Pelangi, pembeli mengular hingga sekitar 10 meter. Beres sejenak di kasir, Asep mengalihkan perhatiannya ke meja untuk meracik es kopi susu. Kompor yang tak berhenti menyala sejak siang mengembuskan udara yang membuat gerah.
Nadya Fathani (23) alias Hani tak kalah terbirit-birit memenuhi pesanan. Dia menggoreng perkedel jagung, menyiapkan piring beralaskan daun pisang, dan mengganti wajan dengan pan khusus telur ceplok. Di sela-selanya, dia masih harus meladeni konsumen yang mencoba menyelak, memesan dari samping kedai.
Hingga menjelang maghrib, Peda Pelangi yang berlokasi di kawasan Sudirman Central Business District (SCBD), Jakarta, itu masih ramai pembeli. Tak hanya Asep dan Hani yang kewalahan, pemilik Peda Pelangi, Nadya Pratiwi dan Yusuf Dharmawan, pun turun tangan.
Saat azan maghrib berkumandang, Hani dan Asep masih terus berjibaku menyiapkan pesanan. Boro-boro makan, sekadar membatalkan puasa saja tak sempat. Wajah Hani dan Asep sudah mengilat dengan lapisan minyak dan titik-titik peluh. Sepuluh menit berselang, baru keduanya bisa meneguk minuman untuk membatalkan puasa.
Pukul 18.30, kesibukan melandai meski masih ada sisa pesanan yang harus dituntaskan. Setengah jam berlalu, mereka bisa sedikit bersenda gurau, mengobrol dan sekejap mengecek ponsel. Sudah sejak pukul 16.00 Hani dan Asep berdiri dan wira-wiri.
”Pegal banget. Hari ini dahsyat. Luar biasa. Jungkir balik,” kata Hani sambil menggoreng panada. Tugas memasak, menerima pembayaran, dan menyiapkan makanan sudah lebur. Ia dan Asep berakrobat melakoni semuanya. Mereka baru bisa menyantap makan malam alias berbuka sekitar pukul 20.30.
”Capek banget, tapi senang, soalnya bukber (buka puasa bersama) sekarang lebih ramai daripada tahun lalu. Dibikin happy saja,” ucap Asep.
Nadya tak kalah berseri-seri. ”Ramadhan ini makanan yang terjual bisa sampai 100 porsi per hari dari dua lokasi di SCBD dan Bintaro,” katanya. Sekitar 80 persen penjualan disumbang kedai di SCBD.
Ramadhan tahun 2021, jumlahnya hanya mencapai 30-50 porsi per hari. ”Itu pun dari SCBD, Bintaro, Cipete, dan Cinere. Di Cipete sudah tutup. Kalau di Cinere hanya terima pesanan daring. Waktu Ramadhan 2020, Peda Pelangi malah harus tutup,” ujarnya.
Suasana menjelang berbuka di Antasore Japanese Dining yang berlokasi di Antasari, Jakarta Selatan, Rabu (14/4/2022), tak jauh beda. Sejak pukul 17.00, Rio Pratama, sang koki, beserta lima juru masak sudah sibuk menyiapkan pesanan.
Mereka terlihat wira-wiri di dapur yang hanya berbatas kaca hingga masuk saat berbuka. Demi menyelesaikan pesanan, Rio dan tim memilih hanya minum secara cepat lebih dulu untuk membatalkan puasa.
Sushi roll, ramen, hingga aneka minuman berseliweran dibawa pelayan dari dapur yang dipimpin Rio. Salah satunya Venny Tri Wulandari yang sudah standby sejak pukul 16.00. Ramainya pengunjung hari itu membuat Venny bingung mencari posisi pemesan.
”Penuh banget bukber tahun ini. Dari kapasitas 100 orang, selalu penuh. Untuk minggu ini saja sudah enggak ada slot lagi untuk berbuka,” ujarnya.
Hari itu, Venny bertugas bersama empat rekannya untuk sifsore. ”Biasanya kalau sudah lewat pukul 18.30 itu sudah agak lega dan bisa beneran buka, ha-ha-ha,” katanya.
Di bagian dapur, Rio dan rekan-rekannya pun bisa menghela napas lega. Satu per satu menyendok es kelapa muda dan mencomot gorengan sambil menyaksikan acara musik yang dihelat berhadapan dengan dapur.
Suasana di XXI saat buka puasa bersama, Kamis (15/4/2022), relatif terkendali. Lokasi yang private dengan jumlah undangan terbatas dan menu yang sudah dipesan di muka membuat suasana hiruk pikuk tak terasa. Semua lancar. Para pelayan mengisi meja makan prasmanan dengan cekatan, tanpa menarik perhatian.
Menjelang saat berbuka, mereka menyuguhkan menu pembuka berupa kolak pisang dan es teh selasih di meja tempat para tamu duduk. Begitu memasuki waktu berbuka, seluruh makanan siap disantap. Mulai dari kurma, kue-kue tradisional, puding, salad, hingga makanan utama, seperti menu olahan daging ayam, sapi, bebek hingga kambing, mi, nasi, dan tumis sayuran.
Para pelayan kemudian menghilang ke belakang, membiarkan para tamu menyantap hidangan. Kesempatan itu juga mereka gunakan untuk membatalkan puasa. ”Alhamdulillah sudah buka,” ujar salah seorang pelayan di tengah keriuhan tamu yang sedang bersantap.
Di Ramen Ya yang berlokasi di pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan, sebagian pelanggan minta pesanannya diantar sebelum berbuka sehingga menguntungkan bagi pelayan dan bagian dapur. ”Jadi, sibuknya sebelum buka. Pas sudah buka, makanan sudah diantar semua, kami bisa buka juga, shalat bergantian. Kecuali kalau tiba-tiba ada tamu yang datang pas jam berbuka dan mau masuk waiting list dulu,” ujar Amelia Adistia, pelayan.
Saat jam berbuka, beberapa tamu tetap ada yang datang dan bersedia menunggu. Namun, bagi yang datang sendiri, masih ada sejumlah bangku yang tersedia. Pesanan pun tak perlu lama menunggu. ”Memang sudah diatur sehingga tidak lama menyediakannya,” katanya.
Sejak pagi
Di The Dining Room, salah satu restoran di Hotel Raffles Jakarta, kesibukan meningkat saat waktu berbuka, Kamis (14/5/2022). Sepanjang Ramadhan, restoran ini mengundang Chef Mili Hendratno, menyajikan menu-menu bertema hidangan Indonesia modern. Tak hanya pelayan, sang koki pun mondar-mandir mengarahkan dan sesekali menghampiri para tamu yang bersantap.
Seluruh kesibukan itu, menurut Chef Mili, bahkan sudah dimulai sejak pagi pukul 08.00. Selain mempersiapkan bahan masakan setengah matang (half cooked) yang nantinya akan diproses lagi, sore harinya Chef Mili dan tim mulai mempersiapkan bahan masakan utama lain.
”Kerepotan terutama terjadi saat tamu sudah mulai berdatangan dan memesan. Kami harus bisa cepat menyesuaikan karena setiap meja biasanya berbeda-beda. Ada yang baru memesan, masuk menu starter, atau ada yang sudah main course,” ujar Chef Mili.
Direktur Komunikasi Pemasaran Hotel Raffles Jakarta, Mirah Marhaendra, mengungkapkan, dibandingkan dengan tahun lalu, jumlah pelanggan, terutama untuk berbuka puasa, meningkat 25 persen. Ini, menurut dia, dikarenakan kebijakan terkait pandemi yang terbilang lebih fleksibel sehingga berdampak positif pada antusiasme pelanggan.
”Ramadhan tahun lalu masih didominasi pemesanan individu atau keluarga, sekarang banyak pemesanan dari group meeting. Kemarin di restoran kami yang lain, Arts Café, ada pesanan dari salah satu kedutaan besar untuk buka puasa bersama,” ujarnya. Untuk pemesanan per group meeting biasanya terdiri dari 20-30 orang.
Serambi Temu di kawasan Ciputat, Tangerang Selatan, yang menyediakan 180 kursi untuk buka puasa, saat ini hampir seluruhnya habis terisi pelanggan untuk buka puasa. Menurut Chef Kepala Iwan Arifin, minimal per kursi memesan dua atau tiga porsi makanan dan seporsi minuman untuk berbuka. ”Tinggal dikalikan tiga saja dari total kursi kalau ingin tahu jumlah porsi makanan dan minuman yang kami siapkan per hari,” ujarnya.
Menurut Chef Arifin, dirinya dan tim sudah bersiap sejak pukul 12.00. Dimulai dari menyortir dan menyiapkan bahan baku, lalu mengolahnya menjadi bahan setengah. Pukul 15.00, pesanan sudah mulai masuk dan dicatat.
Dari pesanan yang masuk, Chef Arifin dan anak buahnya kemudian mulai memasak hingga tahap setengah matang, lalu disimpan di lemari pendingin. Masakan setengah matang itu akan dimasak kembali menjadi hidangan yang disajikan mulai pukul 17.15 hingga 18.30 ke meja pelanggan.
”Menjelang shalat Isya baru pekerjaan berkurang dan agak santai. Selama jam sibuk hampir bisa dibilang enggak bisa duduk. Malah sudah biasa juga kami buka puasa hanya dengan minum air,” ujar Chef Arifin. Lelah tentu saja, tapi hati senang.
Budaya makan bersama
Pengamat kuliner Harry Nazarudin melihat fenomena buka puasa bersama yang kini kembali ramai meski masih dalam situasi pandemi tak lepas dari budaya. Di Indonesia, makan bersama sudah menjadi budaya, bahkan setiap daerah memiliki tradisi makan bersama yang terus dijaga, seperti megibung di Bali atau bajamba di Minangkabau.
Saat pandemi melanda Tanah Air Maret 2020, imbuh Harry, makan bersama menjadi kegiatan yang tabu karena dikhawatirkan menjadi sumber penularan. Namun, memasuki 2022, kondisi berangsur longgar. Pemerintah memperbolehkan masyarakat berbuka puasa bersama dengan sejumlah syarat.
Hal tersebut disambut baik tak hanya oleh umat Islam, tapi juga semua kalangan. Ini menunjukkan, pandemi tak mengubah agenda makan bersama yang sudah menjadi tradisi. ”Ternyata, setelah kondisi mulai normal, tradisi makan bersama, termasuk buka puasa bersama, masih berlangsung. Artinya, budaya makan bersama masih terjaga baik,” ungkap Harry yang juga tergabung di Komunitas Jalansutra.
Menurut dia, tak sekadar kembali mempererat silaturahmi, buka puasa bersama juga kembali menghidupkan perekonomian. Tempat-tempat makan yang sempat terdampak pandemi mulai bergeliat.