Jalan Sunyi All New Honda City Sedan
All New Honda City versi sedan hadir ketika pamor sedan sedang tergusur jenis SUV maupun MPV. Sebenarnya, dengan kapasitas bagasi yang besar, sedan City generasi kelima ini pantas dan nyaman menempuh perjalanan jauh.
Kemunculan model terbaru All New Honda City Sedan sejak 28 Oktober 2021 seperti terlupakan. Generasi kelima sedan ini terbayang-bayangi “saudaranya” yang berbentuk hatchback. Apalagi, kemunculannya dibarengi sedan Honda Civic teranyar. Agar tak benar-benar terlupakan, Kompas mengajaknya jalan-jalan ke luar Jakarta beberapa hari.
Honda City generasi pertama diperkenalkan di Indonesia sejak 1996, era ketika mobil berjenis sedan masih jadi simbol kemakmuran. Rasanya belum sukses kalau belum punya sedan. Selama sekitar 25 tahun, Honda City terjual mencapai 71.502 unit hingga September 2021.
Namun jaman berubah, begitu pula preferensi memilih kendaraan. Mobil-mobil “besar” macam SUV dan MPV bermunculan dengan pesona kemewahan dan kenyamanan yang tak kalah, bahkan melebihi sedan. Ada pula kecenderungan berpergian bareng seluruh anggota keluarga yang membutuhkan kapasitas besar. Ditambah lagi, kondisi jalan makin tak menentu; bopeng dan rawan genangan air, keadaan yang tak menguntungkan bagi sedan yang rendah.
Pergeseran tren ini nyata. Penjualan sedan terus menyusut, sementara SUV dan MPV makin laris. Berdasarkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) selama periode Januari-November 2021, penjualan kendaraan serbaguna atau multi-purpose vehicle (MPV) berkontribusi 56,2 persen atau 443.921 unit. Sementara kontribusi sedan hanya 0,7 persen saja, atau 5.187 unit.
Pada Maret 2021, untuk pertama kalinya Honda City punya bentuk hatchback. Trim bernuansa sporty ini peminatnya membeludak. Hingga November 2021, All New Honda City Hatchback RS laku sebanyak 7.376 unit untuk versi transmisi otomatis. Di bulan pertamanya, mobil ini terjual 670 unit. Bandingkan dengan versi sedannya yang “cuma” terjual 21 unit di bulan November.
Pada awal Desember, Yusak Billy, Business Innovation and Sales & Marketing Director PT Honda Prospect Motor mengklaim, All New Honda City Sedan terpesan sekitar 40 unit. Mobil ini juga masih diadu dengan sedan kelas menengah Honda, yaitu All New Honda Civic RS karena diluncurkan berbarengan.
“Target penjualan Civic adalah 750 unit per tahun, sedangkan City 450 unit per tahun. Kedua mobil ini diimpor dari Thailand,” kata Yusak pada saat peluncuran. Pernyataan Yusak menyiratkan City sedan tak terlalu diistimewakan.
Harga jual City sedan berdasarkan yang tertera di situs honda-indonesia.com pada pertengahan Januari 2022 adalah Rp 359,9 juta. Sementara City versi hatchback yang dirakit di Indonesia harga varian teratasnya Rp 340,9 juta. Kompetitor City sedan, Toyota Vios varian teratas dibanderol Rp 319,3 juta. Harga tersebut merupakan harga dengan nomor rangka tahun 2022, dan on-the-road DKI Jakarta.
Keunggulan sedan
Honda City sedan dan hatchback tentu berbeda bentuk bodinya. Sedikit perbedaan lainnya adalah bagian perwajahan. Gril versi hatchback berkelir hitam, sementara yang sedan berwarna krom. Bentuk dan jenis lampu yang digunakan sama saja, yaitu LED. Bentuk lampu belakangnya juga sami mawon.
Desain interior, seperti rupa dasbor, juga sama dengan hatchback. Pembedanya adalah material kain yang dipakai di jok versi sedan. Aksen-aksen merah di jok hatchback digantikan warna hitam polos. Tapi, jok belakang versi sedan punya sandaran tangan berpenahan gelas. Penumpang belakang juga kebagian penyembur AC, serta dua colokan listrik 12 volt, yang sayangnya belum berwujud slot USB.
Tipe sedan, karena punya ruang bagasi tersendiri di buritan, dimensi panjangnya 4.553 milimeter, 20 sentimeter lebih panjang dibandingkan tipe hatchback. Selisih panjang ini memberi ruang bagasi berkapasitas 519 liter di versi sedan. Daya tampung bagasi ini menjadi perhatian Kompas ketika menguji versi sedan pada 17-21 Desember 2021.
Kami membawa mobil tes berwarna putih berkelipan, atau disebut Platinum White Pearl, ke Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Mobil berkapasitas lima penumpang ini mengangkut tiga pria dewasa, yang masing-masing punya tas bawaan. Bagasi diisi tiga ransel harian, satu duffel bag, dan satu koper sedang tapi tebal. Pulangnya masih muat bawa beras 5 kg, pisang raja tiga sisir, serta tiga kantung oleh-oleh.
Tujuan pertama kami adalah Kota Solo. Berangkat dari Palmerah, Jakarta Selatan, tangki bahan bakar berkapasitas 40 liter dipenuhi bensin beroktan 92. Jarak hingga garis finis yaitu hotel di daerah Mangkubumen, Solo sekitar 537 km. Kami menempuhnya lewat jalan Tol Trans Jawa.
Di jalan tol, kelincahan mobil sangat terasa. Setirnya ringan dan patuh. Fitur cruise control sempat kami pakai beberapa kali, lumayan meringankan kerja kaki kanan, apalagi perjalanan cukup jauh. Meski begitu, kewaspadaan tetap harus terjaga karena fitur ini belum bisa menyesuaikan kecepatan kendaraan di depannya. Bantingan mobil ketika melewati sambungan ruas jalan dalam laju 80 km per jam cukup empuk.
Suara lalu-lalang mobil lain hanya sedikit menyelinap ke kabin; suara ban lebih dominan. Untuk menghalaunya, kami menyetel lagu lewat aplikasi Apple CarPlay yang tersambung kabel, sekaligus mengisi daya ponsel. Navigasi dari ponsel terproyeksikan di layar infotainmen 8 inci.
Pengatur udara kami pasang di suhu 24 derajat celcius dengan satu tingkat embusan blower. Itu sudah cukup membuat kami harus memakai jaket sepanjang perjalanan. Saking dinginnya, kaca depan kerap berembun. Defogger kaca belakang cukup manjur, sangat menolong pandangan ke belakang karena sedan tidak punya wiper belakang.
Selepas area rehat di KM 166 di daerah Cipali, hujan turun amat deras. Jarak pandang gagal disingkap lampu kabutLED. Apa boleh buat, yang bisa dilakukan adalah melambatkan laju mobil sampai sekitar 30 km per jam saja. Saking derasnya, suara musik yang terlontar dari 8 pelantang kalah oleh suara guyuran air. Di kondisi seperti ini, konsentrasi lebih dibutuhkan daripada rileks mendengar musik. Apalagi, kami menyaksikan beberapa kejadian tumbukan beruntun ketika itu.
Karakter transmisi
Ketegangan mereda ketika hujan berhenti. Kami melewati hujan deras itu dengan selamat. Ini saatnya menghela mesin empat silinder berkode L15ZF berkapasitas 1.498 cc. Akselerasinya terkesan lambat tapi pasti. Maklum saja, mesin ini tanpa turbo, dan bertransmisi CVT; nihil sentakan-sentakan seru.
Di jalan tol, karakter seperti ini agak membosankan, terlebih lagi ketika hendak mendahului. Triknya, mainkan paddle shifter di tuas setir demi mendapat putaran mesin lebih tinggi, maka mobil siap menyalip meski tak terlalu sigap juga. Torsi 145 Nm pada putaran mesin 4.300 rpm anteng melahap tanjakan berliku di ruas jalur Ungaran hingga Salatiga.
Setibanya di hotel di Solo, bahan bakar masih tersisa sedikit. Keesokan harinya sebelum berkeliling kota, kami mengisi penuh tangki, yang ternyata membutuhkan 34,78 liter. Jadi, konsumsi rata-rata bahan bakar sepanjang 537 km sekitar 15,4 km per liter. Jarak total pengujian pergi-pulang sejauh 1.234,2 km, dengan angka konsumsi bahan bakar 16,2 km per liter di berbagai kondisi jalan.
Mengendarai Honda City di wilayah perkotaan terasa lebih wajar. Karakteristik transmisi CVT rasanya memang lebih pantas digunakan di dalam kota, atau jalan-jalan kecil persawahan di sekitaran Sukoharjo, Klaten, dan Sleman. Satu fitur yang disayangkan tak hadir adalah auto hold brake, yang pasti nyaman ketika merambati kemacetan di dalam kota Yogyakarta, apalagi Jakarta. Kaca spionnya juga tak otomatis mengatup begitu mesin dimatikan.
Di Kota Solo, kami sempat membawanya mengelilingi kawasan Keraton Mangkunegaran, dan menonton konser Rock in Solo di Terminal Tirtonadi. Selain itu, kami singgah juga di kedai kopi.