Aroma Nostalgia yang Bikin ”Tuman”
Menu Jawa-Minang di Warung Tuman yang bikin pengunjung ingin datang lagi dan lagi.
Cita rasa Jawa dan Minang berpadu di Warung Tuman. Berasal dari resep keluarga turun-temurun, menu ikan nila calabalatuik, gulai bareh, dendeng batokok, telur dadar gaek, dan mangut pari asap diramu dengan memori nostalgia. Onde mande sedapnya!
Rabu (5/1/2022) pagi, suasana Warung Tuman yang terletak di Jalan Ciater, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, masih tampak sepi. Menyempil di antara rindangnya pepohonan, ”mepet” dengan tanah pemakaman, suasana warung perdesaan yang open air khas Yogyakarta terasa sangat kental di sana.
Di lahan warung seluas 1.500 meter persegi itulah, di bawah aneka rupa pepohonan, pengunjung biasa menikmati hidangan Tuman. Semakin siang, pengunjung biasanya semakin ramai. Apalagi di akhir pekan. Aliran pengunjung seperti tak ada habisnya. Orang-orang ”tuman”, datang lagi, lagi dan lagi.
Menilik dari namanya, Tuman, orang jamak menduga warung ini menyediakan menu-menu khas Jawa. Tuman bisa diartikan ”biasa karena merasakan senangnya” atau ”kembali lagi karena enaknya”. Gampangnya, bikin ketagihan atau kecanduan. Yang jelas, nama Tuman disematkan sebagai doa dan harapan agar pengunjungnya ketagihan datang lantaran puas dengan hidangan yang disuguhkan.
Meski begitu, Tuman yang Jawa justru lebih banyak menyediakan makanan khas Padang. Maklum, pemiliknya adalah pasangan suami istri, Eko Sulistyanto (52) dan Nanin Upiyanti (45), adalah duet Jawa-Padang. Eko asli Bantul, Yogyakarta, sementara Nanin, sang juru masak, merupakan campuran Tegal, Jawa Tengah, dari sisi ibu dan Batusangkar, Sumatera Barat, dari sisi ayah.
Eko dan Nanin telah terjun ke bisnis kuliner sejak tahun 2011. Mereka pertama kali mengikuti bazar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, menjual mangut lele dan oseng mercon. Mereka juga sempat mengelola kedai makan di Kota Tua Jakarta, membuka Warung Bebek Tuman di Cilenggang, sampai menerima pesanan katering.
Pertengahan 2018, Eko memilih berhenti dari pekerjaannya di perusahaan media untuk fokus membangun Tuman bersama Nanin. Menu-menu masakan yang unik dan langka dirumuskan kembali. Eko yakin akan berhasil karena Nanin memiliki keterampilan yang andal sebagai juru masak. Masakannya selalu cetar.
Keahlian masak Nanin menurun dari ayah dan ibunya. Ayahnya jago masak masakan Padang. Ibu Nanin pernah memiliki rumah makan sate khas Tegal yang terkenal di Bengkulu era tahun 1980-an. Bumbunya hasil racikan mbah putri dari pihak ibu yang dimodifikasi lagi oleh orangtua Nanin.
”Namanya Sate Balik Maning. Kalau dalam bahasa Jawa, ya artinya tuman juga. Kami juga baru sadar kalau arti namanya berkolerasi,” kata Eko.
Banyak menu yang tersaji di Tuman adalah menu hasil memori nostalgia Nanin. Nila calabalatuik, konon dibuat oleh buyut ayahnya, gulai bareh adalah menu kesukaan ayah Nanin saat Lebaran, dan telur dadar gaek menjadi hidangan kegemaran para cucu. Metode memasak Nanin juga mengikuti gaya orangtuanya, pantang menggunakan blender.
”Jadi aku itu masak benar-benar berdasarkan yang aku lihat. Aku juga pakai produk apa yang dipakai ibuku, mulai dari santan, kecap, hingga penyedap itu harus sama,” ujar Nanin.
Di Tuman, menu-menu yang terpampang kebanyakan menu-menu khas Padang. Bedanya, penyajiannya tak seperti warung nasi Padang umumnya. Piring dan gelas kaleng jadul khas Jawa justru jadi andalan, diantar oleh pramusaji berseragam baju tradisional khas Baduy.
Andalan
Menu andalan warung Tuman adalah nila calabalatuik. Meski merupakan kuliner khas Padang, menu ini jarang ditemukan di tempat lain. Nama menu ini pun lahir dari ingatan masa kecil Nanin. Nila calabalatuik disajikan dengan kuah santan dan sayur singkong dengan proses pembuatan yang cukup lama, lebih dari satu jam.
Ikan nila segar pilihan direbus cepat di atas daun pisang dalam wajan hingga berubah warna lalu dibakar di atas arang. Setelah itu, ikan beraroma smokey itu dimasukkan lagi ke dalam kuah santan yang telah meletup-letup, atau latuih dalam bahasa Minang.
Bumbunya berupa bawang merah, cabai hijau, daun jeruk, dan daun kunyit. Tambahan cabe rawit hijau membuat mulut tersentil rasa pedas saat mengecapnya. Tekstur ikan yang menjadi sangat lembut dan beraroma asap, sungguh mencengkeram lidah.
Tak kalah dari nila calabalatuik, ada menu daging berupa gulai bareh dan dendeng batokok. Gulai bareh sangat menerbitkan air liur lantaran menyajikan daging iga dengan lemaknya yang bergumpal-gumpal di dalam kuah berminyak kemerahan. Tekstur dagingnya empuk, berbalut aroma rempah yang kuat.
Sesuai namanya, kuah gulai bareh terbuat dari beras. Beras dicuci bersih, direndam, lalu ditiris kering. Setelah itu, beras diulek hingga halus kemudian digunakan sebagai pengganti santan. Rasanya unik karena tetap gurih, tetapi terasa tak sekental santan.
Dendeng batokok, meski umum, tak kalah menggiurkan. Tekstur daging has dalam sapi yang tebal itu sangat empuk, berlimpah topping sambal hijau yang memberi sensasi pedas, tapi tak sampai menutup rasa bumbu yang meresap ke dalam daging. ”Kunci memasak yang diajarin sama ayahku itu jangan pelit bumbu. Itu aja,” kata Nanin.
Telur dadar gaek berhasil menarik perhatian pengunjung karena unik dari segi tampilan dan rasanya. Makanan klasik Padang ini awam dikenal sebagai talua barendo. Nanin menamai ulang untuk menghormati kebiasaan ayahnya membuat talua barendo untuk cucu-cucunya. Gaek adalah sebutan untuk kakek dalam bahasa Minang.
Cara membuatnya cukup menantang, susah-susah gampang. Telur ayam dikocok hingga berbuih dan sedikit cair, lalu digoreng dalam minyak panas dengan gerakan memutar. Alhasil, selain cantik bak berenda-renda, telur memiliki tekstur renyah di luar dan lembut di bagian dalam saat digigit. Rasanya juga lebih kaya karena ditambah bawang merah, daun bawang, garam, dan penyedap.
Saking larisnya, Tuman bisa menghabiskan hampir 400 kilogram telur setiap minggu. Suara kocokan telur itu bahkan terasa bak iringan musik yang menemani saat bersantap di Tuman. Syahdu. Agraris.
Mangut terlaris
Selain menu khas Padang, Tuman menawarkan masakan Jawa. Nanin dan Eko membawa cita rasa pantura ke meja mereka lewat mangut pari asap. Pari asap ditumis dengan bawang merah, bawang putih, cabai hijau keriting, cabai rawit merah, lengkuas, dan daun salam, lalu dimasak dalam kuah santan. Agar terasa segar, Nanin menambahkan irisan tomat hijau.
Irisan tempe tak ketinggalan. Tempenya harus tempe semangit yang telah lewat masa fermentasi sehari atau dua hari. Kata Nanin, rasanya jadi lebih tajam, tapi jadi makin sedap. Pembuatan mangut harus diperhatikan agar aroma pesing khas pari lenyap tak berjejak.
”Mangut itu makanan ndeso jadi cocok sama konsep dan embrio Tuman. Di sini juga tidak mudah ditemukan. Ada pelanggan yang bilang kalau mangut enak, makanan lain di warung itu pasti enak,” tutur Eko.
Keunikan cita rasa mangut pari asap mengukuhkannya sebagai menu paling laris di Tuman. Banyak pelanggan asal Semarang bahkan Surabaya datang untuk mencicipi. Komentar warganet di akun Instagram Tuman, dengan 21.000 pengikut, juga mengapresiasi menu ala kampung ini.
Baca juga: Gastronomi Nusantara: Resep dan Perjalanan Cita Rasa
Menu lain seperti sop ayam kampung dan ayam kampung goreng pun tersedia. Semua bumbu yang digunakan adalah warisan resep dari ibu Nanin. Rempah-rempah yang digunakan banyak dipakai dalam masakan Padang, seperti cengkeh dan kapulaga.
Tumis bunga pepaya pun tersedia. Bukan khas Jawa atau Minang, tapi Manado. Ternyata menu ini mengandung alasan sentimentil. Tumis bunga pepaya adalah satu-satunya masakan yang bisa membuat Nanin unggul saat adu masak melawan ibunya.
Hmm... kalah masak saja sudah bikin Tuman. Sungguh tuman sekali.