”Surga Karnivora” ala Argentina
Orang Argentina tidak terlalu suka membaluri daging bakar mereka dengan bubuk lada atau lada hitam. Mereka juga tidak suka pedas.
Tak banyak orang tahu bahwa Argentina dikenal sebagai salah satu negara pengonsumsi daging merah terbesar dunia. Dari data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) tahun 2017, tingkat konsumsi daging merah negeri itu, terutama daging sapi, mencapai total 112 kilogram per orang dalam setahun.
Besaran angka itu menempatkan Argentina di bawah Australia (114,26 kg per orang) dan Amerika Serikat (121 kg per orang). Selain jadi salah satu ”negara karnivora” terbesar di dunia, Argentina juga beternak dan menghasilkan daging sapi berkualitas terbaik dunia.
”Kami suka daging, cukup dipanggang atau dibakar tanpa perlu terlalu banyak bumbu. Kami tak memarinasinya. Cukup dibumbui garam. Terlalu banyak bumbu bisa merusak cita rasa daging yang sudah lezat,” ujar Executive Chef Victor Taborda dari Restoran Sudestada, Jakarta.
Chef Victor menambahkan, orang Argentina bahkan tak terlalu suka membaluri daging bakar mereka dengan bubuk lada atau lada hitam. Orang Argentina, menurut dia, tak suka rasa pedas. Hal itu ia paparkan pada Kamis (2/12/2021) seusai acara makan siang bersama dalam rangka peringatan 65 tahun hubungan diplomatik Argentina-Republik Indonesia. Turut hadir Duta Besar Argentina untuk RI Gustavo Arturo Torres.
Maka, menu makan siang istimewa kali ini dipenuhi beragam olahan daging yang dibakar dan dipanggang. Menu-menu itu, antara lain, beef empanadas sebagai kudapan pembuka, grilled matambre, mollejas, picanha, dan rib eye. Semua jenis dan bagian daging sapi itu dipanggang secara sederhana alias tanpa terlalu banyak bumbu atau melalui proses marinasi.
Aneka daging bakar atau panggang tersebut dilengkapi dua macam kondimen, yakni bumbu chimichurri dan criolla salsa. Bumbu tambahan chimichurri salsa terbuat dari campuran peterseli (parsley), oregano, bawang putih, dan bubuk cabai kasar (chilli pepper flakes). Semua bahan itu dicincang jadi satu lalu ditambahkan minyak zaitun dan sentuhan cita rasa asam dari air perasan jeruk lemon.
Kondimen criolla salsa juga berbahan sederhana, yakni campuran cincangan atau irisan kecil paprika merah dan kuning, bawang bombay (onion), tomat, bawang putih. Semua bahan lalu ditambahi cuka anggur (wine vinegar) atau air perasan jeruk lemon serta minyak zaitun.
Bagi lidah orang Indonesia, terutama mereka para pencinta pedas, cita rasa kedua bumbu kondimen tadi mungkin tak terlalu ”terasa” di lidah. Namun, bukan berarti tambahan kedua macam bumbu tadi tak patut dicoba dan disandingkan dengan irisan daging-daging panggang dan bakar.
Aroma setiap kondimen yang khas, walau terbilang samar, sebetulnya lumayan menambah kenikmatan saat disantap bersama sejumlah irisan aneka daging bakar dan panggang. Rasa daging bakar yang khas, terutama di bagian berlemak, menjadi semakin menonjol saat diimbangi cita rasa asam dan segar dari jeruk lemon dan bahan-bahan lain.
Sebelum masuk ke menu utama, yakni berbagai olahan daging panggang dan bakar, sang chef membuka makan siang dengan terlebih dahulu mengangkat selera makan para tamunya. Beef empanadas adalah pilihan spesial yang tepat. Menu satu ini terbilang familier lantaran tampilan dan penamaannya mirip dengan kue panada khas Sulawesi Utara. Bedanya, panada terbuat dari bahan roti yang diisi suwiran daging ikan cakalang berbumbu pedas. Lantaran orang Argentina, menurut Chef Victor, tak suka makanan pedas, isian daging dalam empanadas mereka hanya dibumbui ringan, tetapi tetap tak kalah aromatik serta menggugah selera.
”Kalau bagian kulitnya beda, ya, antara empanadas dan panada. Kami bikin dari kulit pastry dan membuatnya pun digoreng (deep fry). Jadi lebih mirip pastel atau karipap (curry puff) di Indonesia, tetapi beda isian. Kalau di sini, kan, isiannya banyak dan macam-macam, mulai dari bihun, wortel, kentang, daging, dan telur rebus,” ujar Chef Victor.
Sementara bagian isi beef empanadas dibuat dari daging sapi yang dicincang terlebih dahulu lalu dibumbui dengan garam, lada hitam dan putih, bubuk paprika, serta cumin (jintan putih). Tambahan bumbu jintan memang memberi cita rasa khas yang sedikit lebih kuat walau secara keseluruhan daging cincang isian empanadas tadi tak bisa dibilang pedas juga.
Saat dicicipi, empanadas buatan Chef Victor memuaskan lantaran isian daging sapi cincangnya terbilang berlimpah memenuhi bagian dalam kulit pastry-nya. Aroma jintan putih dan rasa gurih daging cincang membuat orang serasa tak cukup hanya menikmati satu atau dua potong empanadas ini.
Hidangan yang biasa disajikan di acara pesta ini juga bisa diolah dengan isian beragam lainnya. Mengutip salah satu tulisan dalam situs perpustakaan digital, www.scribd.com, menu empanadas terbilang beragam terutama bagian isian, cara memasak, dan bentuk penyajiannya di setiap daerah atau provinsi di Argentina.
Selain diisi cincangan daging sapi, empanadas juga bisa diisi daging ayam, ham, ikan, atau humita atau jagung manis dengan saus putih, atau bayam. Beberapa jenis bumbu yang kerap digunakan ialah jintan, paprika, bawang, telur rebus, zaitun, dan juga kismis. Masyarakat di Provinsi Salta lebih suka memanggang empanadas mereka, sementara gaya Tucuman lebih suka menggorengnya di minyak panas.
Daging-daging istimewa
Sebagai ”karnivora” sejati, masyarakat Argentina ternyata juga punya pilihan daging istimewa, yang menjadi ciri khas kuliner mereka. Dua jenis bagian daging istimewa ini turut disajikan dalam hidangan makan siang istimewa kali ini.
Salah satu bagian daging istimewa versi masyarakat Argentina adalah matambre, potongan daging tipis yang letaknya berada di antara kulit dan iga. Bagian daging matambre ini memang hanya dikenal dan dikomersialkan di kalangan masyarakat Argentina.
Lantaran letaknya ada di bagian iga (rib), pedagang daging atau penjagal (butcher) selain orang Argentina biasanya enggan memisahkan dan menjualnya tersendiri. Hal itu lantaran dianggap akan merusak dan mengurangi ketebalan dari daging iganya. Untuk mendapatkan daging bagian ini, Chef Victor mengaku harus memesan khusus.
”Jadi kalau dalam bahasa Argentina, matambre itu berasal dari dua kata, mata yang artinya membunuh dan ambre yang artinya lapar. Kalau diterjemahkan bebas berarti daging yang bisa dengan cepat diambil atau diiris setelah sapinya disembelih, lantas segera dimakan lantaran sudah sangat lapar. Ini memang butcher cuts, bisa langsung diolah dan dimakan,” ujar Chef Victor.
Cara mengolah daging bagian matambre ini juga terbilang sederhana, sekadar dipanggang, dan kemudian dibaluri kondimen chimichurri salsa. Bagian daging ini memang tak terlalu perlu banyak dibumbui. Bahkan, dengan sekadar dipanggang, cita rasa serta kelezatan, termasuk rasa renyah dan gurih dari bagian lemak yang terpanggang api, sudah sangat memuaskan.
Bagian daging istimewa lain khas Argentina, yang juga ikut disajikan sebagai hidangan pilihan kali ini adalah mollejas (dilafalkan ”moyehas”). Bagian ini sebetulnya adalah jeroan, yang diambil dari bagian kerongkongan sapi. Tekstur dan serat dagingnya berbeda dengan bagian otot lain, macam sirloin dan tenderloin.
Daging bagian mollejas lebih empuk, tak berserat, cenderung seperti bergumpal-gumpal, dan lebih berlemak di mulut saat dimakan seperti layaknya jeroan. Untuk sajiannya kali ini, daging bagian mollejas itu langsung dipanggang setelah sebelumnya hanya dibumbui dengan garam.
Mollejas lalu disajikan dengan tambahan kondimen criolla salsa. Untuk sedikit menetralisasi rasa akhir (aftertaste) yang terlalu berlemak bisa ditambah perasan jeruk lemon. Bagi para penggemar hidangan jeroan sapi, menikmati mollejas bisa menjadi pengalaman unik tersendiri.