Dengan melihat ”Dewa Nawa Sanga” yang indah dan anggun, penikmat lampu dekorasi bisa melihat keagungan dan kekayaan budaya Nusantara.
Oleh
Soelastri Soekirno
·3 menit baca
Tiga seniman, yakni desainer batik dan mode, Era Soekamto; desainer perhiasan dan lampu, Rinaldy A Yurnaldi; serta pemilik DUA Lighting Collective, Robby Permana Mannas, belum lama ini membuat lampu hias bertajuk ”Dewa Nawa Sanga” yang merujuk pada kekuatan adi daya bangsa Indonesia. Dengan melihat ”Dewa Nawa Sanga” yang indah dan anggun, penikmat lampu dekorasi bisa melihat keagungan dan kekayaan budaya Nusantara.
Lampu itu masih berada di Kedutaan Besar RI di Paris karena pernah mewakili Indonesia di panggung La Maison Objet Paris pada Oktober 2019 bersama karya seni dari belahan dunia lainnya. Namun, dari video yang ditunjukkan pada jumpa pers akhir Oktober 2021, tampak unsur khas Indonesia menyatu dalam Dewa Nawa Sanga yang dibuat lampu gantung dan dinding.
Untuk lampu gantung, bola lampu berwarna putih, bak terlindungi jurai dari rotan yang ditata tak beraturan. Bagian bawah lampu terdapat aneka motif ukiran pada zaman Majapahit dan beberapa candi dari bahan tembaga. Jika lampu menyala, lampu akan memperlihatkan ornamen indah delapan penjuru mata angin.
”Itu memang rumit dan mendalam, tetapi kami menerjemahkan yang abstrak dalam format desain yang karyanya bisa dinikmati tanpa menghilangkan rasanya,” ujar Era. Ia ingin mengenalkan kearifan Nusantara lewat karya lampu, tetapi tak ingin dari dimensi dangkal sebab Nusantara memiliki kekuatan linuwih, berupa rasa, bukan logika. ”Saya menyajikan cerita tentang manusia yang mencapai wisdom (kearifan). Saya memilih Majapahit, mengambil logo surya yang merupakan logo kerajaan Majapahit,” ujarnya.
Untuk mencapai tujuan, ia melakukan riset mendalam dan lama hingga menemukan cerita tentang satu roh yang terdiri atas delapan elemen dalam diri manusia yang melebur dalam karya yang ia sebut sebagai Dewa Nawa Sanga. Era riset dari kitab Negara Kertagama dan melihat kearifan bangsa Indonesia dari Sabang-Merauke.
Di mata Era, ”Dewa Nawa Sanga” berbicara tentang manusia dengan kepemimpinan berbasis delapan elemen semesta yang mengalami peleburan sejati yang muncul dalam bentuk cahaya dalam diri manusia. Temuan itu kemudian menjadi konsep. ”Saya mencoba mengedukasi agar orang tahu, oh, Indonesia sangat berdaya, kita enggak perlu melihat keluar (negeri). Di alam kita banyak sekali yang bisa kita gali,” ujar Era.
Sementara itu, Rinaldy merasa mendapat tantangan mendesain lampu berdasarkan konsep yang datang dari Era. ”Saya mendesain lampu selain perhiasan. Tetapi, selama ini tak terlalu ambil tema tradisional karena enggak mau menutup rezeki pekerja seni tradisional. Ketika ditarik Era, saya ingin lebih mempelajari dan menggali budaya Indonesia,” kata Reinaldy.
Pria yang karya perhiasannya kerap dipakai pesohor dunia itu ingin kelak menyatukan mode, dekorasi lampu, dan aksesori Indonesia menjadi kesatuan lebih bernyawa, dan mungkin menjadi koleksi komplet. Lebih bernyawa untuk gaya hidup.
Harapan serupa muncul dari Robby. Selama ini ia sering mendapat proyek mengisi lampu dekorasi di restoran dan hotel berbintang empat dan lima di Bali dan hotel di negara lain.
”Sebagai pembuat lampu, saya berharap desain karya bangsa kita lebih banyak mengisi kebutuhan dalam negeri dengan mengangkat nilai kebudayaan nasional,” kata Robby.
Lampu kolaborasinya bersama Era dan Rinaldy menunjukkan kualitas desainer Indonesia yang juga diwujudkan oleh tangan para perajin lampu Indonesia.
Ia menceritakan kabar baik dari Badan Pusat Statistik yang menyatakan pada Maret 2021 ceruk bisnis lampu dekorasi dari Indonesia selama pandemi justru meningkat pesat. Lampu dekorasi yang dikirim dari Bali, terutama ke Amerika Serikat, menduduki peringkat kelima ekspor Indonesia. Nilai ekspor mencapai 2,63 juta dollar AS.
Fakta itu membuat Robby ingin pemerintah lebih memperhatikan sektor industri lampu dekorasi yang terbukti menjadi salah satu penyelamat ekonomi nasional, terutama ekonomi di Bali yang amat terpuruk.