Sinar Mentari dari Banyuwangi
Desainer Wignyo Rahadi mengeksplorasi keindahan kain tradisional Banyuwangi.
Banyuwangi, wilayah di ujung timur Pulau Jawa, terus bersolek menjadi daerah wisata yang menarik. Selain keindahan alam dan kelezatan kuliner, ada juga busana karya para desainer yang mengeksplorasi kain tradisional. Ahai... Banyuwangi semakin bergaya.
Perhelatan tak biasa digelar pada Sabtu (23/10/2021) pagi di Pantai Marina Boom Banyuwangi. Para peragawati menampilkan karya busana desainer dari Banyuwangi dan Jakarta dalam acara Banyuwangi Muslim Fashion Festival 2021. Dermaga disulap menjadi landas peraga dengan latar belakang kapal perang Republik Indonesia Golok dan kapal yacht.
Sebanyak 54 busana hasil karya perajin kluster batik binaan Bank Indonesia Jember dan Komunitas Desainer Banyuwangi (KDB) tampil pada acara tersebut. Mereka adalah warga Banyuwangi yang mendapat fasilitasi dari Bank Indonesia Perwakilan Jember melalui program Inkubasi Desain Mode dan Produksi Baju Siap Pakai bersama desainer Wignyo Rahadi.
Pelatihan sudah diadakan pada 29 September hingga 11 Oktober 2021 di Sekolah Menengah Kejuruan Sri Tanjung Banyuwangi. Sebanyak 40 peserta yang terdiri dari 20 desainer dan 20 penjahit yang berasal dari kelompok pembatik Sekar Jagad Blambangan Banyuwangi dan Komunitas Desainer Banyuwangi (KDB) mengikuti pelatihan tersebut.
Menurut Wignyo, yang menjadi mentor pada program inkubasi, dirinya dan pihak Bank Indonesia Perwakilan Jember ingin mempercepat penggunaan kain tradisional di Banguwangi. Selama ini potensi pengembangan bisnis busana dari kain khas daerah tinggi, tetapi perlu pelatihan bagi desainer dan perajin yang memproduksi kain tersebut.
”Yang saya dengar, pejabat atau warga Banyuwangi lain lebih senang menjahit busana di Surabaya atau Jakarta yang jahitan dan desainnya lebih bagus. Ini, kan, sayang banget. Maka, kami adakan pelatihan itu,” tutur Wignyo yang selain desainer, juga sudah puluhan tahun mengelola rumah produksi tenun Gaya miliknya pada Kamis (28/10/2021). Lewat gelaran fashion yang diadakan Bank Indonesia dan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi pekan lalu, diharapkan bisa membanggakan masyarakat Banyuwangi kepada karya warganya dengan kain khas mereka.
Pihak desainer dan bagian produksi (penjahit) mendapat pelatihan penggunaan kain batik Banyuwangi dan tenun Osing menjadi busana cantik dan menarik, sementara penjahit mendapat pelatihan menjahit secara halus sehingga memenuhi kebutuhan warga Banyuwangi.
Sebelumnya, para perajin batik juga mendapat pelatihan membuat motif kontemporer beserta ukuran dan tata letak motif yang memudahkan desainer membuat gaun dari kain yang mereka buat. ”Dengan cara itu, antara desainer, penjahit, dan perajin batik terkoneksi karena kebutuhan dan produk saling nyambung,” kata Wignyo yang berharap bisnis busana siap pakai di Banyuwangi makin maju selepas pelatihan itu.
Pada kesempatan tersebut, desainer Banyuwangi, seperti Sanet Sabintang, Isyam Syam, Ridho, Miftahur, dan Rizkyesa, serta desainer lain yang menjadi peserta inkubasi menampilkan karyanya. Wignyo melengkapi koleksi busana dengan karya yang bisa menjadi inspirasi para desainer lokal.
Isyam menampilkan koleksi terbaru bertajuk Arunika, artinya cahaya matahari pagi sesudah terbit. Ia memilih busana bergaya simpel, tetapi elegan lewat semburat warna dari sinar matahari pagi, biru muda, biru tua, dan rona oranye kecoklatan. Kebetulan pula, warna-warna tersebut tren di tahun 2022.
”Aku terinspirasi dari peragaan busananya yang diadakan pada pagi hari. Dalam waktu empat hari, ku buat baju-baju itu,” jelas Isyam yang dihubungi lewat telepon pada Jumat (29/10/2021). Ia menyatakan, tema yang ia pilih untuk koleksinya itu merujuk kepada kesempurnaan kehidupan walau manusia tak pernah bisa sempurna, tetapi setidaknya ada semangat untuk terus menjadi lebih baik. ”Warna yang muncul pada koleksiku ku harap bisa memberi semangat kepada pemakainya,” tambahnya.
Celana dan outer pada koleksinya terbuat dari batik motif totogan, salah satu motif klasik batik Banyuwangi yang ia gambar sendiri. Supaya tak melulu berbahan batik, ia memberi kombinasi kain katun dengan aksen berupa manset di bagian lengan blus.
Tudung khas
Desainer Banyuwangi lain, Sanet Sabintang, menampilkan koleksi busana ecoprint dari bahan katun dan rayon dengan warna tanah, biru, coklat, dan krem. Koleksinya bertema ”Tewotsunaide” yang dalam bahasa Jepang bermakna bergandengan. Ibu muda itu terinspirasi gaya pakaian petani teh Jepang di pedesaan yang memakai tudung kepala khas untuk menahan sinar matahari.
Lewat busana berupa celana panjang, dipadu outer dengan pemanis selendang dari bahan ecoprint dengan motif tenun Osing, Sanet yang Ketua Komunitas Desainer Banyuwangi mengusung konsep fesyen dan gaya hidup berkelanjutan pada busana buatannya. ”Sudah saatnya para desainer memikirkan membuat bahan baju dari bahan dan pengerjaan yang ramah lingkungan demi Bumi lebih sehat,” kata Sanet yang dihubungi secara terpisah.
Karya anak muda Banyuwangi tak kalah menarik. Rizkyesa, desainer termuda yang tergabung dalam pergelaran tersebut, memberi tema Homerun pada busana sporty kasual para pemain sofbol yang ia tampilkan. Setelan longgar, tetapi nyaman dan chic untuk kalangan milenial itu ia buat dalam warna biru, coklat, dan putih dengan memakai batik Banyuwangi motif kopi wungkul.
Desainer Miftahur juga menampilkan karya adem di mata, yakni setelan celana panjang warna krem dipadu atasan putih dari katun. Sebagai pelengkap, ia membuat outer yang mirip coat (jaket panjang perempuan) warna putih dengan aksen motif kecil yang dibatik secara terserak di beberapa tempat. Hmm... menambah manis pemakainya.
Contoh perpaduan
Pada akhir acara, Wignyo menampilkan 10 busana karyanya. Ia sengaja membuat blus dan rok panjang dari paduan kain tenun polos dan batik Banyuwangi motif kontemporer untuk menambah wawasan masyarakat setempat. ”Jika sebuah baju hanya dibuat dari bahan batik tanpa ada kombinasi, akan kurang menarik. Di situlah pentingnya padu-padan dengan bahan lain,” jelasnya.
Kali ini, Wignyo menampilkan desain busana kasual yang simpel, tetapi tetap menarik dengan pilihan warna dan kombinasi warna yang tepat. Setelan celana panjang tenun warna merah di bagian atas yang disambung warna kuning, blus dan outer rona warna jingga dan kecoklatan, misalnya. Meski berpotongan sederhana, kelihatan elegan dan menyegarkan mata orang yang melihatnya. Ia sungguh menampilkan contoh perpaduan kerja antara desainer, penjahit, dan perajin kain.
Koleksi lain, paduan rok panjang dari kain tenun warna jingga dengan batik kontemporer bersoga kecoklatan. Atasannya warna kuning berlengan panjang model gelembung. Keberadaan motif batik di bagian dada dan obin lebar sungguh serasi dengan rok panjang dari selembar kain batik utuh yang desainnya sudah dirancang untuk membuat rok tersebut.
Kekayaan budaya dipadu kemampuan menggunakannya, tak pelak lagi akan memunculkan karya apik dan unik. Namun, tetap mencerminkan keindahan budaya Nusantara, dalam hal ini Banyuwangi.