David Hidayat, Pelestari Ekosistem Pesisir Sungai Pinang
Upaya David dan Andespin dalam melestarikan kawasan pesisir secara berangsur meningkatkan kesadaran masyarakat. Warga tidak lagi mengambil kayu dari hutan mangrove. Nelayan tidak lagi merusak terumbu karang.
Nagari Sungai Pinang dianugerahi kawasan pesisir yang asri. David Hidayat dibantu kawan-kawannya berupaya menjaganya sembari mengembangkan potensi ekowisata untuk menggerakkan perekonomian masyarakat setempat.
Hidup David Hidayat (34) rupanya tak pernah jauh dari laut. Ia lahir dan besar di Nagari Sungai Pinang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Kemudian, ia melanjutkan kuliah bidang perikanan di Kota Padang. Setamat kuliah, ia kembali ke desanya, menggarap potensi kawasan pesisir.
Ditemui pada Minggu (19/9/2021) siang, David ditemani seorang rekannya sedang memantau tanaman mangrove di Pantai Manjuto, Nagari Sungai Pinang. Beberapa mangrove yang mati diganti dengan bibit baru. Sebelumnya, tak lupa pula ia mengumpulkan propagul untuk disiapkan jadi bibit.
Luas hutan mangrove jenis Rhizopora itu sekitar 1 hektar. Separuh areal ditumbuhi mangrove alami dan besar setinggi 5-7 meter. Separuh lainnya masih kecil dan muda setinggi sekitar 50 sentimeter. ”Mangrove baru ini mulai kami tanam sejak dua tahun lalu,” kata David, ketua, pendiri, sekaligus motor komunitas Anak Desa Sungai Pinang (Andespin).
Kelestarian hutan mangrove di Sungai Pinang mulai menjadi perhatian David sejak 2014. Waktu itu, wisata bahari sedang naik daun di kawasan pantai Pesisir Selatan. Namun, di beberapa lokasi, tanaman mangrove justru dibabat untuk membuka tempat wisata.
David tak mau kerusakan yang sama terjadi di nagarinya. Meskipun relatif masih terjaga, keberadaan hutan mangrove di Sungai Pinang tak lepas dari ancaman. Ada yang mengambil kayu mangrove untuk bahan membangun rumah atau pondok, ada pula yang menjadikannya kayu bakar untuk pembuatan ikan asin.
”Keberadaan mangrove justru potensial dijadikan lokasi wisata. Maka, mangrove harus ditata dan dilestarikan. Jadi, selain menjaga lingkungan, melestarikan mangrove juga bakal bermanfaat untuk perekonomian masyarakat,” ujarnya.
David pun mengajak pemuda di Sungai Pinang, yang kelak tergabung dalam komunitas Andespin, serta yuniornya di kampus untuk bermain ke hutan mangrove. Di sela-sela kegiatan itu, David dan kawan-kawan mulai membibit dan menanam mangrove skala kecil, berkisar 100-200 batang, di Pantai Erong.
Kegiatan swadaya itu mendapat dukungan dari mahasiswa sejumlah perguruan tinggi di Padang dan organisasi pencinta lingkungan. Dukungan pendanaan untuk membuat bibit juga mengalir dari dinas atau lembaga pemerintah, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar serta Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Padang.
Saat ini sudah 50.000 bibit mangrove ditanam oleh komunitas Andespin bekerja sama dengan dinas, lembaga, dan sebagainya. Itu belum termasuk kegiatan bersama organisasi, komunitas, perguruan tinggi, ataupun individu. ”Sebanyak 70-80 persen mangrove yang ditanam tumbuh dengan baik,” katanya.
Adapun lokasi hutan mangrove yang dikelola David bersama komunitas Andespin ada dua, yaitu di Pantai Erong sekitar 4 hektar dan Pantai Manjuto sekitar 1 hektar. Separuh tanaman mangrove yang tumbuh di lokasi tersebut adalah tumbuhan baru yang mereka tanam.
Terumbu karang
Selain mangrove, David bersama anggota komunitas Andespin serta sukarelawan juga melestarikan terumbu karang. Mereka membuat taman terumbu karang tak jauh dari Pantai Sungai Pinang. Sejak 2014, setidaknya sudah 30.000 bibit karang yang ditanam, baik secara swadaya maupun dengan bantuan sponsor. Separuh karang yang ditanam itu tumbuh dengan baik.
Kegiatan itu didasari oleh kondisi kritis ekosistem terumbu karang. Di luar faktor alam, manusia juga turut andil dalam merusak terumbu karang. Sampah domestik yang berakhir di laut dan membuang jangkar sembarangan juga merusak terumbu karang. Selain itu, kebakaran hutan juga bisa memicu pemutihan karang.
”Saya prihatin dengan masyarakat pesisir. Sewaktu saya kecil, nelayan tidak perlu jauh ke tengah menangkap ikan. Namun, sekarang karena ekosistem terumbu karang kritis, ikan sulit ditemukan di tepian,” ujar David.
Bekerja sama dengan BPSPL Padang, Andespin pun membuat pusat stok karang di lokasi tersebut. Jadi, tidak hanya karang hasil transplantasi yang ditanam di sana, tetapi juga karang sitaan BPSPL dari penindakan terhadap aksi penyelundupan.
Di samping itu, Andespin juga berupaya mengedukasi masyarakat dan wisatawan tentang bahaya sampah plastik bagi ekosistem pesisir. Edukasi dilakukan sembari mereka melakukan kegiatan bersih pesisir ataupun saat menyelam di taman terumbu karang.
Dampak
Kegiatan yang secara serius ditekuni David sejak tamat kuliah ini awalnya tak mendapat sambutan hangat dari sebagian masyarakat. Padangan sinis mewarnai bulan-bulan pertama kegiatan mantan Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Diving Proklamator Universitas Bung Hatta itu.
Sejumlah warga berpandangan, tidak semestinya sarjana kembali ke kampung. Percuma sekolah tinggi-tinggi apabila akhirnya kembali ke kampung untuk menanam mangrove dan terumbu karang. Lulusan perguruan tinggi sebaiknya bekerja kantoran dengan seragam, bersepatu, dan berdasi.
Alih-alih merespons balik, David tetap teguh dengan pendiriannya. Ia dan komunitas Andespin terus beraktivitas menjaga ekosistem pesisir. ”Kalau cemooh itu dilawan, tentu tidak akan jalan kegiatan kami. Saya tutup telinga saja,” ujarnya.
Sebagaimana diyakini David, ikhtiar itu akhirnya menampakkan hasil. Pola pandangan masyarakat mulai berubah, apalagi masyarakat juga dilibatkan dan turut merasakan dampak secara ekonomi.
Dari segi lingkungan, mangrove yang mulai besar di Pantai Manjuto efektif menahan pasang laut sehingga air empasan ombak tidak lagi sampai ke jalan yang berjarak 25-30 meter dari bibir pantai. Kekhawatiran masyarakat terhadap abrasi pantai pun berkurang.
Pada Agustus-September 2020, ada 70-80 orang terlibat pembibitan mangrove. Mereka bisa mendapat honor sekitar Rp 100.000 per hari. Itu sangat membantu mereka, apalagi di masa pandemi Covid-19 ini.
Selain itu, hutan mangrove yang semakin rimbun membuat satwa liar kembali datang. Di Pantai Erong, enggang kerap singgah, begitu pula dengan beruk, ular, dan kepiting bakau. Hal serupa terjadi di Pantai Manjuto, udang dan kepiting bakau mulai datang. ”Ini potensial untuk budidaya kepiting bakau,” ujar David.
Upaya David dan Andespin dalam melestarikan kawasan pesisir pun secara berangsur meningkatkan kesadaran masyarakat. Warga tidak lagi mengambil kayu dari hutan mangrove. Nelayan juga berhati-hati saat melaut agar tidak sampai merusak terumbu karang. Kesadaran masyarakat terhadap bahaya sampah plastik mulai tumbuh.
Keindahan Pantai Sungai Pinang serta asrinya hutan mangrove dan taman terumbu karang yang dikelola Andespin juga menarik kunjungan wisatawan. Pelancong tidak sekadar menikmati indahnya pantai dan berselancar, menyaksikan hutan mangrove atau taman terumbu karang, tetapi juga merasakan pengalaman menanam mangrove dan terumbu karang.
Kegiatan ekowisata itu menggerakkan perekonomian masyarakat sekitar. Tidak sekadar berbelanja atau menyewa perahu, sejumlah wisatawan, terutama dari mancanegara, juga menginap di rumah warga. Ada juga warga yang dilibatkan sebagai pemandu wisata ke hutan mangrove dan taman terumbu karang. ”Ini menjadi tambahan penghasilan bagi warga sekitar,” kata David.
Selain dampak ekowisata, lanjutnya, masyarakat juga turut menikmati dampak langsung secara ekonomi dalam upaya konservasi. Dalam penyediaan bibit mangrove, misalnya, puluhan warga terlibat mengumpulkan propagul dan membuat bibit.
”Pada Agustus-September 2020, ada 70-80 orang terlibat dalam pembibitan mangrove. Mereka bisa mendapat honor sekitar Rp 100.000 per hari. Itu sangat membantu mereka, apalagi di masa pandemi Covid-19 ini,” katanya.
David mengakui, pandemi Covid-19 dua tahun terakhir memang membuat kegiatan ekowisata di Nagari Sungai Pinang berkurang signifikan. Kunjungan wisatawan mancanegara tidak ada sama sekali. Walakin, ia optimistis, selagi ekosistem pesisir terjaga, kegiatan ekowisata akan pulih, bahkan lebih baik daripada sebelumnya.
David bertekad menjadikan Nagari Sungai Pinang menjadi destinasi unggulan ekowisata. Hutan mangrove diupayakan menjadi taman mangrove, begitu pula taman terumbu karang menjadi taman bawah laut. Ia juga berharap dukungan pemerintah agar lokasi itu ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
David Hidayat
Lahir: Sungai Pinang, 28 Agustus 1987
Pendidikan: S-1 Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Universitas Bung Hatta (lulus 2015)
Pekerjaan: Pegiat ekowisata