Ternyata karya mural punya kekuatan lain ketika dipindahkan ke permukaan aneka produk cendera mata
Oleh
Soelastri Soekirno
·5 menit baca
Karya seniman mural tak sebatas ada di tembok-tembok kota. Belakangan, karya mereka pindah ke permukaan helm, papan skateboard, masker, jam dinding, jam tangan, tumbler, kemeja, wadah kosmetik, dan tote bag. Penggemar mural pun kini bisa leluasa menikmati bahkan memiliki karya seniman mural favorit secara pribadi yang menghiasi aneka produk.
Seniman mural yang memperluas media dalam berkarya itu, antara lain, Eko Nugroho dan Darbotz. Eko (44), seniman dari Yogyakarta yang dikenal sebagai pelukis dan pembuat mural, bukan orang baru dalam pembuatan cendera mata, seperti kaus.
Sejak 21 tahun lalu, Eko sudah membuat komik berjudul Daging Tumbuh yang dicetak dengan cara fotokopi agar bisa dinikmati banyak orang. Sesungguhnya Daging Tumbuh adalah nama komunitas komik yang ia dirikan. Ia mengajak pembuat komik dari beberapa kota untuk bergabung dan bersama-sama membuat komik.
Tahun 2015, ia mendirikan toko DGTMB yang menjadi tempat penjualan karyanya dan seniman lain. ”Banyak yang datang ke toko untuk membeli kaus dan lainnya, terutama sebelum pandemi. Selain ada toko, kami juga memasarkan barang lewat media sosial, seperti Instagram,” ujar Eko, Selasa (7/9/2021). Ia membuat kemeja, kaus, scarf, dan tas.
Ia pernah berkolaborasi dengan produsen busana terkemuka asal Perancis, Luis Vuitton, untuk membuat scarf bertema Republik Tropis. Karya itu kemudian menjadi koleksi scarf Louis Vuitton untuk musim gugur dan dingin tahun 2013.
Semangat lelaki tamatan Institut Seni Indonesia Yogyakarta itu dalam memindahkan lukisan pada tembok ke berbagai permukaan benda memang untuk mendekatkan karyanya kepada masyarakat. Ia berpikir, masyarakat tak selalu bisa menikmati setiap saat mural yang ia buat. Pasalnya, mereka harus datang ke tempat di mana mural itu berada.
Namun, ia sadar, tak mungkin memindahkan karya mural yang sudah ia buat ke permukaan kaus, kemeja, atau masker. Oleh karena itu, Eko biasanya mengambil bagian dari karya lukisnya itu. ”Bisa bagian salah satu ujungnya atau tengah. Misalnya, kalau ada bintang, ya, bintangnya saja yang saya pindahkan ke kaus. Kalau membuat sama persis, akan terlalu besar he-he-he,” ujarnya.
Apa yang disampaikan itu bisa dilihat, misalnya, pada kemeja warna hitam dengan gambar berbagai benda warna putih. Benda-benda tersebut biasa Eko munculkan pada karya-karyanya.
Menaikkan derajat
Ia juga menjalin kerja sama dengan perajin lokal untuk menaikkan derajat barang lokal. Salah satu di antaranya perajin tumbler dari bambu. Ia tertarik bekerja sama karena salah satu misi yang ia gaungkan, selain mengkritik kondisi sosial politik, juga mengajak masyarakat mulai menjaga kelestarian bumi dengan tidak memakai kemasan plastik sekali pakai.
Ia membuat tampilan tumbler bambu yang semula sederhana menjadi lebih segar dan ceria berkat gambar karyanya. Pembeli mendapat pesan penting yang disampaikan secara kocak lewat tulisan ”Stop War, Drink More Water” pada tutup tumbler. Untuk menambah manis tampilan, ia menambahkan tas tumbler warna hijau bergambar aneka tanaman warna kuning, biru, dan toska.
Eko tak melulu menghiasi benda cendera mata dengan gambar. Kadang-kadang ia hanya menulis sebaris kata dengan makna dalam untuk menyikapi situasi pada saat itu.
Ketika kasus rasisme merebak, Eko menawarkan kaus warna merah bertuliskan ”Make Humanism Great Again”.
Pada dasarnya, ia menyerukan perasaannya lewat karya-karyanya, baik mural maupun barang-barang desain hiasan pada produk cendera mata.
Tak jual diri
Hampir serupa dengan Eko, Darbotz sejak kuliah di Universitas Trisakti pada tahun 2002-2005 juga sudah mulai membuat kaus. Selanjutnya, ia lebih banyak membuat cendera mata karena mendapat ajakan pihak lain untuk membuat lukisan di banyak media. ”Saya tak pernah menawarkan atau menjual diri saya,” ujar Darbotz, Sabtu (11/9/2021).
Karyanya tak hanya sebatas bisa dinikmati di t-shirt, tetapi juga alas kaki, helm, jam tangan, sepatu ,sampai papan selancar. Pada Desember 2020, ia bahkan mendapat ajakan bekerja sama dari penyanyi Raisa untuk membuat kaus.
Begitu diluncurkan tiga variasi kaus berwarna dasar hitam dengan lukisan putih itu langsung mendapat sambutan heboh dari penggemar Darbotz. Apalagi, Raisa sendiri yang menjadi model kaus bertagar #raisaXdarbotz.
Penggemar Darbotz tampaknya tak peduli ada pesan atau tidak di dalam karya yang ditampilkan di kaus, tumbler, atau lainnya, yang jelas mereka tetap mau membelinya.
Tawaran untuk bekerja sama pun terus berdatangan. Pada 2021, ia mendapat tawaran untuk membuat keset, penutup atau bungkus telepon seluler, jam tangan, dan barang lain dari banyak pihak.
Menurut Darbotz, gambar yang ia buat di setiap cendera mata tak membawa misi tertentu. Misalnya kritik sosial. ”Saya menuangkan karya ke banyak benda hanya untuk mengekspresikan diri saja. Apa yang saya sedang pikirkan dan ada di kepala langsung saya bikin di atas t-shirt atau yang lain. Saya tak ingin berpolitik,” ucapnya.
Begitu pula dengan karya mural yang ia buat di tembok-tembok kota. ”Membuat mural di tembok bangunan atau pagar milik orang lain memang salah, tetapi saya membuat mural untuk membuat tembok atau pagar menjadi lebih indah. Dengan alasan itulah, saya terus membuatnya,” kata seniman yang salah satu karyanya bisa dilihat di Jalan Kendal, Jakarta Pusat.
Penggemar Darbotz tampaknya tak peduli ada pesan tertentu atau tidak di dalam karya yang ditampilkan di kaus, tumbler, atau lainnya. Yang jelas, mereka tetap mau membelinya.
Ternyata karya mural punya kekuatan lain ketika dipindahkan ke permukaan aneka produk cendera mata.