Lewat kemurahan hati para pembeli, karya tersebut kemudian bisa menghidupi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah bidang mode yang terdampak pandemi.
Oleh
Soelastri Soekirno
·4 menit baca
Merancang busana bukan sekedar menumpahkan sebuah gagasan ke kain untuk dijahit lalu menjadi sehelai busana. Gagasan yang mewujud dalam karya juga bisa menjadi sarana berderma. Lewat kemurahan hati para pembeli, karya tersebut kemudian bisa menghidupi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah bidang mode yang terdampak pandemi.
Semangat itulah yang mengemuka di acara ”Virtual Fashion Show dan Lelang Amal” pada Selasa (31/8/2021). Acara yang diadakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta tersebut menghadirkan busana serta aksesoris karya desainer Wignyo Rahadi, IMAJI Studio, GUI, WattTheWalk, SOE Jakarta, Mader, EUREKA, Christin Wu, Kar Jewerly, SAUL, RAECITAZORO, dan Jumpanona. Mereka memberikan karyanya untuk dijual di lelang tersebut.
Acara diawali tampilan para model berlenggak-lenggok mengenakan gaun, blus, setelan celana panjang dan atasannya, jaket dengan aksesoris berupa tas origami, rok, gelang, anting plus sepatu. Peragaan busana secara virtual memang kurang memberi informasi detail karya para desainer, tetapi pembeli tak menghiraukannya. Bisa jadi mereka sudah percaya kepada karya desainer. Apalagi semangat calon pembeli sejak awal memang membeli untuk menyumbang.
Setelah peragaan usai, panitia langsung membuka penawaran 44 barang. Suasana ruang virtual langsung riuh oleh komentar para calon peserta lelang. Hadir pula Ketua Harian 2 Dewan Kerajinan Nasional Nanny Hadi Thahjanto yang ikut menawarkan barang-barang tersebut kepada hadirin. ”Ayo ibu-ibu. Jaket itu bagus loh. Yang punya anak laki-laki, belilah,” ujar Nanny ikut promosi.
Usahanya tak sia-sia. Semua barang terjual dengan total hasil Rp 38 juta. Acara itu merupakan ide Wignyo Rahadi yang sejak awal pandemi sudah membuat ribuan masker dari kain tenun di bengkel kerjanya, Sukabumi, Jawa Barat. Masker tersebut ia bagikan kepada tetangganya.
Ketika pandemi tak kunjung reda, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di bidang fashion mulai kehabisan daya. Mereka, para pembatik, penenun, pembuat aksesori, dan lainnya tak mampu berproduksi karena tak punya modal akibat tak ada pemasukan. Selama pandemi karya mereka, seperti kain batik, menumpuk di rumah. ”Muncul ide membantu pelaku UMKM dengan membuat karya dengan bahan yang sudah ada,” tutur Wignyo pada Jumat (3/9/2021).
Jadilah kain batik karya perempuan penghuni rumah susun Marunda dan jumputan produk Putri Ayu menjadi busana yang menarik hati. Wignyo yang juga pendiri dan CEO Tenun Gaya membuat 10 gaun model A yang lurus atau agak longgar di bagian bawah. ”Sengaja membuat model baju yang simpel karena di masa pandemi orang butuh baju yang membuatnya mudah bergerak,” jelasnya.
Sebagai pemanis ia memilih lengan gelembung, lengan berpipa lurus tiga perempat dengan pita di ujungnya. Ada juga lengan slit, pipa lengan tertutup sejak panggal lengan, tetapi mulai terbuka dari sekitar siku ke bawah. Model lengan itu ia buat pada terusan tumpuk warna biru dari bahan jumputan berkombinasi kain tenun biru polos.
Padu padan dengan kain tenun produknya ia lakukan sebagai cara menambah cantik busana. ”Saya membuat rancangan berdasarkan kain batik atau jumputan yang sudah jadi, sehingga harus menambah kombinasi,” tambah Wignyo yang menyajikan karya terbaru khusus untuk acara amal itu. Kondisi tersebut juga membuat ia tak memiliki tema dalam warna. Busana yang ia buat berwarna dasar pink, hitam, biru, putih dan coklat.
Keterbatasan tampaknya justru membuat Wignyo lebih kreatif. Ia membuat batik Betawi motif capung menjadi kemeja pria yang unik. Tak hanya warna yang menyegarkan mata, gambar capung dalam ukuran besar pada kemeja warna kombinasi oranye dan hitam itu sungguh mencuri perhatian.
Kemeja lain, berlengan pendek warna hitam dari batik tulis motif pinisi bandar Jakarta dipadu tenun bergaris warna hitam. Ia menyebut dua kemeja tersebut cocok untuk anak muda yang mulai suka tampil dengan bahan dari wastra Nusantara.
Pada bagian lain, ada outer untuk perempuan dari batik warna hitam yang menonjolkan motif nona makan sirih. Sementara gaun warna coklat keemasan dari tenun ditumpuk outer batik motif ondel-ondel yang dilelang dengan harga Rp 3,2 juta menjadi rebutan peserta lelang. Gaun yang dikombinasi selendang coklat muda motif zik-zak coklat tua itu akhirnya terbeli dengan harga Rp 5 juta.
Gaya milenial
Para perancang muda juga menyuguhkan karya kreatif yang menyegarkan. Sama dengan Wignyo, IMAJI Studio membuat jaket unisex dan blus khusus untuk disumbangkan di acara amal itu. Jaket warna biru tua dengan aksen tambal sulam bahan senada dengan warna putih dan biru muda sungguh cocok untuk kaum milenial.
SAUL tampil dengan rok lilit model A dari katun dengan warna kombinasi hijau, biru, abu, krem dengan strip putih di antara empat warna. Terkesan sederhana tetapi manis dan nyaman untuk kesempatan bersantai.
Sedikit berbeda dengan rancangan lain, SOE Jakarta hadir dengan setelan celana panjang warna khaki dengan pita cantik di ujung kaki dan kemeja putih ditumpuk apron outer unik warna coklat dengan ikat pinggang senada dan saku warna putih. Outer tersebut disebut apron karena modelnya sepintas seperti apron untuk memasak atau bekerja di peternakan, kebun yang disulap menjadi pelengkap blus atau kemeja.
Niat baik para perancang aksesoris dan busana untuk membantu sesama berbuah manis. Berkat solidaritas mereka, para pelaku UMKM akan bisa kembali berproduksi.