Di tengah pandemi dengan kebijakan pembatasan berjilid-jilid, perkara rambut menjadi sesuatu yang mendadak akrab dibahas. Jika para perempuan memilih menghabisi rambutnya, para pria pun berambut gondrong.
Oleh
Dwi As Setianingsih/Riana A Ibrahim
·5 menit baca
Apa yang terlintas ketika melihat pria berambut gondrong? Pasti anak metal nih. Hmm... pasti anaknya nyeni atau maunya serba bebas dan sederet asumsi lain. Asumsi itu tak selalu tepat, tapi juga tak sepenuhnya salah. Propaganda rezim penguasa rupanya turut serta membingkai citra yang melahirkan aneka sangkaan itu.
Di tengah pandemi dengan kebijakan pembatasan berjilid-jilid, perkara rambut menjadi sesuatu yang mendadak akrab dibahas. Jika para perempuan memilih menghabisi rambutnya karena dinilai praktis, para pria justru menggunakan momen karantina ini untuk membangkitkan mimpi memiliki rambut gondrong.
Bayangkan saja jika kondisi normal, para mahasiswa mungkin mempunyai kemewahan untuk tetap leluasa bergaya dengan rambut panjang. Namun, para pekerja kantoran jarang yang mendapat izin dari tempatnya bekerja untuk memelihara rambutnya hingga panjang melebihi bahu. Apalagi anak sekolah, bisa ditegur guru.
Tak sedikit pula, anggota keluarga yang melancarkan protes saat ada pria di dalam keluarga membiarkan rambutnya tumbuh tergerai. Sekali lagi, pandemi menjadi alasan untuk menghindari tukang cukur maupun salon, demi keamanan dan kesehatan bukan?
Karyawan swasta, Ade Iqdam (24), merupakan salah satu yang belum memotong rambutnya lagi sepanjang 18 bulan pandemi ini. Pada dasarnya, rambut Ade memang sudah gondrong sejak 2017. Namun, biasanya ia rutin merapikan rambutnya di salon. Pengalaman terakhirnya ke salon dilakukan pada 9 Februari 2020.
”Saya potong Februari 2020 itu karena enggak sadar sudah sampai bawah punggung. Tapi setelah itu, ada PPKM dan lain-lain, saya belum potong rambut lagi. Tapi saya tetap merawatnya, rajin keramas, vitamin, masker rambut, juga pakai kondisioner,” ungkap Ade, Jumat (21/8/2021).
Hasratnya memiliki rambut gondrong sebenarnya sudah ada sejak ia SMP. Kala itu, yang dapat ia lakukan adalah memanjangkan rambutnya dengan tanggung. ”Gondrong nanggung ala band Oasis gitu. He-he-he. Beneran terealisasi gondrong pada pertengahan 2017. Sejak saat itu, saya rawat biar sehat dan enggak bercabang. Saya nanya juga ke teman-teman perempuan, pakai apa saja biar terawat,” tuturnya.
Menurut Ade, rambut gondrong itu keren dan dapat meningkatkan rasa percaya dirinya. Ade pun cukup beruntung bekerja di perusahaan yang memperbolehkannya berambut gondrong. Salah satu role modelnya dalam memilih gaya rambut gondrong ternyata sang ayah yang di masa mudanya juga gondrong.
Stereotipe
Pada era 1970-an hingga 1990-an, rambut gondrong cukup digemari pria. Meski pada masa itu, Orde Baru memainkan propaganda dan memasang stereotip negatif terhadap pria berambut gondrong. Entah bagaimana stereotip itu tetap melekat sampai sekarang.
Pada zaman yang penuh dengan represi, pria, terutama mahasiswa, berambut gondrong, mendapat cap pemberontak, urakan karena berpotensi melakukan hal-hal subversif. Bahkan, TVRI saat itu tidak boleh menampilkan artis dan seniman berambut gondrong. Hal itu merambah hingga ke kantor, sekolah, bahkan kampus. Tempat umum juga sudah barang tentu. Karena itu, muncul pandangan waswas pada pria berambut gondrong.
Padahal, pada masa Yunani kuno atau zaman kerajaan di Eropa, rambut panjang pria menjadi salah satu simbol kebangsawanan yang patut dihargai. Raja Louis XIV yang penuh kontroversi saja memiliki koleksi wig rambut panjang yang kemudian diikuti para bangsawan dari negara lain.
Di masa kini, gondrong tidak serta merta harus rambut terurai melambai. Iqbal Ramadhan dalam film Ali & Ratu-ratu Queens memiliki model rambut panjang tanggung tapi tetap melewati telinga. Ada juga yang memilih potongan cukur tipis seperti layaknya potongan undercut di bagian bawah, tapi atasnya dibiarkan memanjang lalu diikat membentuk bun kecil, seperti ikat rambut para empu.
Gondrong sebahu hingga bob dipadu dengan pomade pun dijadikan pilihan. Salah satu musisi yang memiliki gondrong sebahu dan mengembang apik adalah James Bay. Pernah juga Bradley Cooper memanjangkan rambutnya yang kemudian ditarik sisir ke belakang menggunakan pomade dengan sedikit tekstur acak.
Inspirasi
Pilihan para pesohor ini memang menjadi kiblat. Dwight Channing Vi Irawan (18) yang sejak SMA mendambakan rambut gondrong, akhirnya berkesempatan memiliki rambut gondrong impiannya ketika menjejak bangku kuliah. Sejak Maret 2020, ia biarkan rambutnya memanjang dan kini telah mencapai sebatas bahu.
”Cita-cita gondrong udah sejak kelas 1 SMA. Keren aja menurut saya. Kalau naik motor rambutnya ke belakang-belakang gitu,” tutur Dwight, yang akrab disapa Camp ini seraya tertawa, Rabu (11/8/2021).
Pandemi Covid-19 yang membuat orang harus saling menjaga jarak ternyata bukan serta-merta menjadikan alasan yang membuatnya memilih gaya rambut gondrong. Dorongan kuat memilih gaya rambut gondrong adalah karena Camp mengidolakan sejumlah musisi yang juga berambut gondrong, seperti rocker Bon Jovi, Steven Tyler, hingga Axl Rose.
Meski berkuliah di jurusan sinematografi, Camp juga seorang gitaris. ”Enggak pakai gaya khusus. Yang penting gondrong aja dulu. Hanya manjangin aja,” imbuhnya.
Tipe rambut laki-laki yang kini duduk di semester 3 Fakultas Film & Televisi Institut Kesenian Jakarta ini, lurus, sedikit bergelombang. Dengan panjang yang mencapai bahu, rambutnya relatif ”jatuh” alami sehingga tidak terlalu membutuhkan perawatan rumit.
”Yang penting keramas tiap hari lalu diangin-anginin sampai kering. Emang agak effort sih, karena panjang keringnya jadi lama. Tapi enggak masalah. Itu konsekuensi,” kata Camp terbahak.
Dia berpatokan, yang penting rambut gondrongnya bersih dan tidak gatal. Untuk perawatan, Camp merasa tak perlu. Sehari-hari Camp membiarkan rambutnya tergerai bebas. Kadang ia mengikatnya dengan ikat rambut.
”Awalnya pas baru-baru gondrong saya gerai-gerai sih. Lama-lama gerah, saya kuncir,” ujarnya. Dia bertekad akan tetap berambut gondrong hingga dia merasa sudah puas memiliki rambut gondrong.
Satu-satunya persoalan yang muncul karena rambut gondrongnya saat ini adalah harus rela mendapat pertanyaan dari keluarga besarnya. ”Kadang suka pada nanya, ih kok rambutnya panjang. Kayak cewek,” kata Camp. Kekasihnya pun beberapa kali memintanya memotong rambut.
Bila sudah begitu, Camp menanggapi dengan santai, dibawa bercanda saja. ”Nanti juga diem. Bagi saya, rambut gondrong itu bagian ekspresi diri,” kata Camp, yang sehari-hari, untuk mendukung gaya rambut gondrongnya, memilih mengenakan celana jins, kaus oblong, dan sneaker.
Penata rambut Didier Malige dalam perbincangannya dengan GQ menyampaikan, rambut panjang di kalangan pria saat ini sudah biasa. Modelnya pun beragam sehingga dapat disesuaikan dengan kepribadian. Yang terpenting jika memutuskan untuk memiliki rambut panjang, termasuk saat pandemi, perawatannya tak boleh dilewatkan.
Rambut gondrong pun dipersepsi berbeda saat ini. Gondrong diidentikkan dengan penampilan musisi. Tapi, yang terpenting siapa pun bisa gondrong tanpa takut dengan stigma negatif yang tak ada dasarnya. Jadi, jangan ragu kibaskan rambutmu.