Budidaya Maggot Serap 50 Persen Sampah di Banyumas
Budidaya maggot atau larva lalat tentara hitam di tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) mampu mengurangi sampah organik hingga 50 persen. Budidaya diharapkan dikembangkan di 24 TPST di Banyumas.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·2 menit baca
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Petugas memanen maggot di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (16/8/2021).
PURWOKERTO, KOMPAS — Budidaya maggot di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Sokaraja dan Karangcegak, Kabupaten Banyumas, mampu menyerap sampah hingga 50 persen. Budidaya larva dari lalat tentara hitam (black soldier fly/BSF) itu diharapkan bisa dikembangkan di 24 tempat pengolahan sampah terpadu lainnya di Banyumas.
”Dari 20 ton sampah yang masuk ke hanggar atau TPST, 50 persen sampahnya adalah sampah organik. Sampah organik sebanyak 10 ton itulah yang habis oleh budidaya maggot,” kata Direktur Utama PT Green Prosa Arky Gilang saat penandatanganan kerja sama pengolahan sampah organik Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sokaraja dengan PT Green Prosa, Senin (16/8/2021).
Berdasarkan proses yang sudah berjalan sekitar 3 bulan di TPST Sokaraja, lanjut Gilang, per hari TPST Sokaraja bisa menghasilkan 1,5 kuintal maggot dan 5 kuintal kasgot (bekas maggot). Kasgot adalah pupuk organik yang berasal dari sampah organik yang diurai maggot.
Adapun di TPST Karangcegak (Kecamatan Sumbang), volume sampahnya mencapai tiga kali lipat volume sampah di Sokaraja. Di Karangcegak, per hari bisa diproduksi 2,5 kuintal maggot dan 1 ton kasgot.
Gilang menyebutkan, harga maggot hidup segar Rp 5.000-Rp 6.000 per kilogram. Maggot segar bisa digunakan untuk pakan ikan bawal dan lele. Harga itu lebih murah jika dibandingkan harga pelet yang mencapai Rp 13.000-Rp 14.000 per kilogram.
”Maggot segar dijual ke peternak ayam dan maggot kering dijual ke pembudidaya ikan,” paparnya.
Harga maggot hidup segar Rp 5.000-Rp 6.000 per kilogram. (Arky Gilang)
Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas Wardoyo menyampaikan, dengan jumlah penduduk di Banyumas yang mencapai 1,7 juta jiwa, sampah yang dihasilkan per hari mencapai 1.000 ton. Dari angka itu, baru sekitar 600 ton di antaranya yang dapat dikelola.
Budidaya maggot di TPST itu diharapkan bisa menekan residu sampah hingga 50 persen.
Menurut Wardoyo, jika sampah organik dikelola untuk dibuat kompos, dibutuhkan ruang dengan luas 10 meter persegi dengan waktu pemrosesan mencapai 21 hari.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Budidaya maggot di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (16/8/2021).
Adapun dengan maggot, sampah organik bisa habis dalam sehari. ”Tantangannya meminimalkan residu dari hanggar atau TSPT. Nanti yang tidak bisa dimanfaatkan baru masuk TPA untuk dimusnahkan,” ujarnya.
Ketua Badan Usaha Milik Desa Berkah Soka Mandiri Desa Sokaraja Kulon Agus Kurniawan, badan usaha yang mengelola TSPT Sokaraja, menyampaikan, 20 ton sampah per hari yang masuk ke TPST Sokaraja berasal dari sekitar 1.000 keluarga.
”Total pekerja di TPST Sokaraja ada 25 orang dan dua di antaranya dilatih untuk budidaya maggot,” kata Agus. Ia berharap kerja sama dengan PT Green Prosa dalam hal budidaya maggot bisa menjadi solusi jangka panjang pengelolaan sampah.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Petugas memanen maggot di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin (16/8/2021).