Tanpa upaya konservasi terhadap tanaman buah kasturi, manisnya buah lokal khas Kalimantan Selatan ini akan semakin jauh dari lidah.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
Buah kasturi sudah mulai langka. Sejenis mangga khas Kalimantan Selatan itu juga sudah jarang dijumpai di daerah aliran Sungai Martapura. Beberapa pohon kasturi yang masih ada sudah berusia puluhan hingga ratusan tahun. Masyarakat tidak lagi menanamnya karena lama berbuah dan susah dibudidayakan.
Kasturi (Mangifera casturi) merupakan salah satu jenis tumbuhan mangga sangat khas yang habitat aslinya berada di Kalsel. Buah kasturi pada saat-saat tertentu masih bisa dijumpai di Pasar Terapung Lok Baintan ataupun di Pasar Buah Sungai Lulut, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar.
”Sekarang belum musimnya. Kemarin, ulun (saya) cuma dapat 100 biji dari daerah Astambul. Ini sisa dua biji. Dijual Rp 5.000 saja kalau mau,” kata seorang pedagang buah di Pasar Buah Sungai Lulut seraya menyodorkan dua buah kasturi, Senin (7/6/2021).
Kasturi seperti buah mangga pada umumnya, hanya saja berukuran mungil. Ukuran buahnya kurang lebih sebesar telur ayam. Berat per buah hanya sekitar 60 gram. Daging buahnya sangat tipis, berwarna oranye, dan berserabut. Rasanya manis dengan aroma harum buah yang khas.
Senin itu, di Pasar Terapung Lok Baintan tidak ada satu pun pedagang yang menjual buah kasturi karena memang belum musimnya. ”Biasanya baru ada pada akhir tahun ataupun pada awal tahun. Itu pun jarang,” ujar seorang pedagang.
Menurut beberapa pedagang di Pasar Terapung Lok Baintan, pohon kasturi dulu banyak tumbuh di daerah aliran Sungai Martapura, wilayah Sungai Tabuk. Namun, banyak pohon yang mati karena sudah tua dan akibat lama terendam banjir pada Januari 2021.
Selalu gagal
Di Desa Lok Baintan, Lok Baintan Dalam, dan Paku Alam, misalnya, dijumpai banyak pohon buah-buahan yang mati akibat sebulan terendam banjir. Beberapa di antaranya adalah pohon besar dengan tinggi 20-an meter. ”Pohon-pohon besar yang mati itu adalah pohon kasturi,” kata Marhusin (85), warga Desa Lok Baintan Dalam.
Marhusin pernah memiliki beberapa pohon kasturi peninggalan orangtuanya,tetapi sudah mati juga. Ia pun mencoba menanam kasturi dengan menggunakan bijinya, tetapi selalu gagal. Akhirnya, ia tidak lagi memiliki pohon kasturi untuk diwariskan ke anak cucunya.
Ishak (52), warga Desa Paku Alam, menuturkan, pada musimnya buah kasturi dihargai Rp 50.000 per 100 buah atau hanya Rp 500 per buah. ”Kami biasanya dapat sekitar Rp 1,5 juta saat musim buah kasturi. Tetapi itu pun tidak setiap tahun,” ungkapnya.
Ishak masih bisa menikmati hasil buah kasturi karena memiliki sebatang pohon kasturi di kebun depan rumahnya. Pohon kasturi di pekarangan Ishak masih tumbuh kokoh dan tidak mati dihantam banjir pada Januari lalu. ”Terakhir berbuah awal tahun 2020,” ujar bapak dua anak itu.
Menurut Ishak, pohon kasturi di kebunnya ditanam oleh pemilik lahan sebelumnya. Ketika ia membeli lahan kebun seluas 0,25 hektar itu, pohon kasturi itu sudah ada dan sudah berbuah. Semasa kecil, ia bahkan sudah pernah merasakan buah kasturi yang ada di kebunnya sekarang ini. ”Kurang tahu juga berapa umurnya. Bisa jadi sekitar 100 tahun,” katanya.
Pohon kasturi di lahan milik Ishak adalah satu di antara sedikit pohon kasturi yang masih tersisa saat ini. Ishak juga tidak memiliki pohon kasturi lain karena gagal terus menanamnya. Akhirnya ia lebih memilih menanam kelapa, pisang, sirsak, dan jambu bangkok di kebunnya saat ini. ”Kalau nanti pohonnya mati, ya, sudahlah,” ujarnya.
Eksploitasi hutan
Mangga ini hanya hidup dan tumbuh dengan cara alami di hutan atau daerah konservasi lainnya, tetapi sudah tidak lagi ditemukan di habitat aslinya.
”Berkurangnya populasi mangga kasturi dikarenakan banyak pohon buah-buahan mangga lokal, termasuk mangga kasturi, yang ditebang untuk digunakan sebagai bahan bangunan. Di samping itu, adanya eksploitasi hutan berupa penebangan liar dan pembukaan hutan untuk permukiman dan perkebunan (kelapa sawit),” kata dosen Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Arief Rakhmad Budi Darmawan.
Tanaman ini umumnya ditemukan di dua agroekosistem, yaitu lahan kering dan lahan rawa pasang surut. Namun, aksesi terbanyak berada di lahan kering. Di Kalsel, tanaman mangga kasturi ditemukan hampir di semua kabupaten/kota. Namun, paling banyak ditemukan di Kabupaten Banjar, Hulu Sungai Selatan, dan Tabalong.
Sekarang ini, ujar Ishak, ada juga orang yang biasanya menjual bibit kasturi, yang katanya cangkokan. Namun, ia tidak tertarik dengan bibit itu karena tidak tahu asal-usul pohonnya. ”Kalau tanam pakai setek khawatir buahnya nanti malahan masam,” katanya.
Betapa pun sulitnya membudidayakan kasturi, budidaya kasturi tetaplah harus diupayakan sebagai bentuk pelestariannya. Tanpa upaya konservasi terhadap tanaman buah lokal khas Kalsel itu, kemanisan buah kasturi dipastikan akan semakin jauh dari lidah.