Menjejak Lasem dengan Lexus LM 350
Kota kecil Lasem di pesisir utara Jawa Tengah menyimpan mutiara cagar budaya yang bernilai tinggi. Ke kota itulah tujuan uji kendara limousin MPV Lexus LM 350 yang dilakukan awal Juni 2021 lalu.
Kota Lasem di pesisir utara Jawa Tengah selama puluhan tahun seolah dilupakan orang. Padahal, di dalam kota yang pernah berjaya itu tersimpan mutiara sejarah yang tak ternilai harganya, yang layak untuk diselamatkan dan dilestarikan.
Namun, beberapa tahun terakhir, perhatian khalayak mulai tersedot kembali ke kota kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, tersebut. Tak lain karena berbagai upaya yang dilakukan para pecinta sejarah dan cagar budaya setempat untuk kembali menghidupkan kota itu, terutama di kawasan pecinannya yang dipenuhi berbagai bangunan kuno berusia ratusan tahun.
”Bangunan-bangunan ini dibangun sekitar tahun 1850-an. Jadi sudah hampir 200 tahun usianya. Banyak yang masih terawat baik, meski ada juga yang masih kurang dirawat sama pemiliknya,” ujar aktivis cagar budaya Lasem sekaligus salah satu pendiri Yayasan Lasem Heritage, ”Pop” Baskoro.
Akhir Mei lalu, sebuah tim dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang didampingi tim ahli Cagar Budaya Nasional, Pusat Dokumentasi Arsitektur Indonesia, dan Sanggar Kerja Pemetaan Budaya Lasem serta komunitas setempat bahu membahu melakukan riset dan survei lapangan. Tujuannya mengumpulkan data dan melakukan kajian untuk menetapkan Lasem sebagai kawasan cagar budaya nasional.
Ke kota itu juga Kompas melakukan perjalanan pada awal Juni dengan menggunakan Lexus LM 350. Kesempatan menyambangi kota bersejarah tersebut kami jadikan tujuan menguji kendara MPV limousin pertama dari jenama mobil premium asal Jepang, itu.
Tak berlebihan kiranya menyebut Lexus LM ini sebagai limousin karena MPV besar yang dikembangkan dari Toyota Alphard generasi ketiga ini memang memiliki berbagai kelengkapan kemewahan dan ciri khas sebuah limousin. Bayangkan, ruang kabin belakang mobil dengan jarak antar poros roda (wheelbase) 3 meter ini hanya diisi dua kursi. Menyisakan ruang kaki dan ruang kepala yang ekstra besar dan lapang.
Baca juga: Merawat Kampung Halaman, Merawat Masa Depan
Memang mobil ini ditawarkan dengan dua varian, satu dengan kapasitas tujuh tempat duduk seperti lazimnya Toyota Alphard, tetapi dengan kelengkapan lebih mewah, dan satu lagi dengan kapasitas empat tempat duduk, dua di depan dan dua di belakang. Varian dengan empat tempat duduk inilah yang sangat mencirikan sebuah limousin dan varian ini yang mengantar kami menuju Lasem.
Perjalanan dimulai hari Selasa (8/6/2021) dengan menelusuri rute tol dari Jakarta hingga Semarang. Pada etape pertama, Kompas sengaja duduk di balik kemudi untuk menjajal rasa berkendara MPV seharga Rp 3,063 miliar (on the road, Jakarta) ini sekaligus melakukan familiarisasi berbagai fitur dan fungsi berkendara mobil.
Awalnya sempat ragu-ragu mengendarai mobil berdimensi panjang 5.040 milimeter (mm), lebar 1.850 mm, dan tinggi 1.895 mm. Namun, begitu berada di balik kemudi, ternyata mengendarai MPV tinggi besar ini tidak sesusah yang dibayangkan.
Putaran roda kemudi dan akselerasi mesin terasa ringan. Terutama di sektor mesin, terasa helaan mesin lebih ringan dibanding Alphard biasa. Wajar, mengingat varian LM 350 ini dibekali mesin V6 berkode 2GR-FKS dengan kapasitas 3,5 liter (3.456 cc). Sedikit melihat data teknis, mesin ini mengeluarkan tenaga maksimum 297 HP pada putaran mesin 6.600 rpm dan torsi puncak 361 Nm pada 4.700 rpm. Mobil diklaim mampu melesat pada kecepatan maksimum 180 km per jam.
Meski terasa ringan dikendalikan, tetap saja Lexus LM 350 ini adalah mobil yang besar, tinggi, dan berat (bobot kosongnya 2.180-2.185 kilogram). Gejala limbung tetap terasa saat mobil diajak berbelok tajam. Itu sebabnya, mengendarai mobil ini paling nyaman dengan cara halus, baik dalam berakselerasi maupun bermanuver. Biarkan mobil meluncur dengan ”sopan” dan ”baik-baik”, tanpa ada gerakan-gerakan mendadak yang tidak perlu.
Berbagai fitur keselamatan aktif menemani pengemudi Lexus LM ini, mulai dari Blind Spot Monitor (BSM), Lane Departure Alert (LDA), hingga Dynamic Radar Cruise Control (DRCC) yang merupakan cruise control adaptif. Pengemudi dan penumpang depan juga bisa mengaktifkan konektivitas Apple Car Play dengan sambungan kabel USB standar sehingga berbagai aplikasi di telepon pintar akan terproyeksikan ke layar sentuh utama berukuran 12,3 inci di tengah dasbor.
Pengecas gawai nirkabel juga tersedia di kotak konsol, tetapi ukurannya terbatas hanya untuk ponsel-ponsel berukuran layar 4,7 inci. Selain itu, kaca spion tengah sudah berupa layar elektronik yang menyiarkan secara langsung situasi di belakang mobil hasil tangkapan kamera di pintu belakang. Hal ini diperlukan karena jika mengandalkan kaca spion biasa, pandangan ke belakang akan terhalang sandaran dua kursi di belakang yang ekstra besar dan tinggi.
Kira-kira cukup sekian berbagai fitur yang menemani pengemudi di depan. Selebihnya, mobil belum dilengkapi panel instrumen digital seperti pada Lexus-Lexus terbaru, tidak ada paddle shifters untuk memindahkan gigi secara manual dari balik roda kemudi, dan tidak ada heads-up display yang biasanya sudah standar di mobil seharga ini, serta tidak ada pilihan mode berkendara.
Ruang gerak kursi juga terbatas karena ada dinding partisi permanen yang memisahkan kabin kemudi dengan kabin penumpang belakang. Oleh karena itu, bagi orang yang memiliki postur tinggi besar, mengemudikan Lexus LM ini kemungkinan akan kurang nyaman karena kursi tidak bisa dimundurkan maksimal untuk memberi ruang kaki yang paling lega.
Baca juga: Menambal Sulam Rumah Kenangan
Kursi ”sultan”
Mendekati Kota Semarang, Kompas pindah tempat duduk ke kabin belakang. Di sinilah segala nilai kemewahan mobil ini berada. Seperti layaknya sebuah limousin, ”sang sultan” atau siapa pun pemilik mobil ini akan lebih banyak duduk di kursi belakang ini daripada di depan.
Ruang yang sangat lapang kembali menjadi nilai utama di kabin belakang ini. Bayangkan saja, ruangan yang sebenarnya cukup diisi lima kursi ini hanya diisi dua kursi. Hal itu memungkinkan posisi kursi diletakkan jauh ke belakang hingga mendekati pilar D.
Selain dibungkus kulit semi-aniline yang tebal dan empuk, dua jok belakang ini juga dilengkapi semua fasilitas kenyamanan yang mungkin dimasukkan ke dalam sebuah mobil. Mulai dari perforasi pada sandaran kursi yang mengembuskan hawa penyejuk udara, bantalan kursi bawah dengan pemanas, fitur pemijat yang bisa menyimulasikan pijat shiatsu khas Jepang, hingga otoman yang akan menyangga betis penumpangnya agar bisa selonjoran.
Sekitar 1 meter di depan kursi ini terpasang layar monitor TFT berukuran 26 inci yang terhubung dengan pemutar kepingan cakram padat DVD Blu-Ray atau bisa dikoneksikan dengan gawai melalui kabel HDMI. Berbagai pilihan tontonan siap dinikmati dengan dukungan sistem audio premium besutan Mark Levinson yang terdiri atas 19 pelantang suara berbagai ukuran.
Tepat di bawah layar sinema itu terdapat kulkas kecil untuk menyimpan dan mendinginkan berbagai jenis pilihan minuman untuk menemani perjalanan Anda. Dengan semua kelengkapan ini, duduk di kabin belakang Lexus LM terasa berada di kabin kelas bisnis, atau bahkan kelas utama, di sebuah pesawat terbang berbadan lebar!
Untuk menjaga privasi penumpang belakang, mobil dilengkapi dinding partisi yang memisahkan kabin belakang dan depan. Dinding ini dilengkapi kaca partisi yang bisa dibuka tutup. Kaca itu juga bisa dibeningkan dan diburamkan secara elektronik.
Oleh karena itu, jika Anda tengah bepergian bersama pasangan atau kekasih Anda, tinggal naikkan kaca partisi ini lalu buramkan dengan sentuhan satu tombol, naikkan tirai tambahan di setiap kaca jendela, dan voila, dunia menjadi milik Anda berdua!
Namun, segala kemewahan ini juga yang membuat mobil MPV ini kehilangan fungsi utamanya sebagai pengangkut keluarga. Dengan hanya empat kursi, dan hanya dua di antaranya yang benar-benar istimewa, akan repot membagi posisi duduk para anggota keluarga secara adil. Yah, seperti disebutkan tadi, limousin MPV ini memang hanya cocok untuk dinikmati berdua bersama orang yang spesial.
Di ”kursi sultan” ini pula, Kompas menikmati perjalanan menyusuri jalur jalan raya pantura Jawa Tengah dari Semarang melewati Demak, Kudus, Pati, Rembang, kemudian tiba di Lasem. Kepadatan jalan raya yang dipenuhi truk-truk ukuran besar terasa jauh berjarak karena di kabin belakang yang nyaris kedap suara ini semua hanya terasa serba nyaman. Sesekali suara ban yang beradu dengan kontur jalanan masih terdengar hingga ke dalam kabin, tetapi di sebagian besar perjalanan, hanya perasaan nyaman yang melenakan yang terasa.
Berada di kabin ini, sambil melihat deretan rumah-rumah kuno bertembok keliling tebal dengan arsitektur campuran China, Jawa, dan Indische Empire khas kolonial Belanda, pikiran serasa dilemparkan kembali ke masa lalu. Ke masa keemasan para saudagar dan juragan batik yang memiliki rumah-rumah tersebut. Kini, mungkinkah masa kejayaan itu terulang kembali?
Baca juga: Jalan Panjang Pelestarian Budaya di Lasem