Indonesia pun memiliki keragaman musik tradisi yang kaya. UNESCO menyebut Indonesia sebagai negara adikuasa di bidang budaya.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Potensi musik tradisi di Indonesia besar, tetapi pengelolaannya dinilai belum optimal. Berbagai upaya dilakukan untuk mempertahankan dan mengembangkannya, baik oleh sesama musisi maupun pemerintah.
Sebelum pandemi Covid-19, musik tradisi sudah mengalami tantangan karena ruang pentas yang terbatas. Musik ini umumnya dijumpai saat hajatan publik. Pandemi membatasi penyelenggaraan acara tersebut sehingga hilang pula kesempatan pemusik tradisi untuk pentas.
Etnomusikolog Franki Raden pada Senin (22/6/2021) mengatakan, pegiat musik tradisi umumnya dari kelas pekerja. Pentas memberi mereka pendapatan tambahan. Pengelolaan musik tradisi dibutuhkan.
Setelah pandemi selesai, persoalan bagi pemusik tradisi tidak ikut hilang. Kekayaan musik tradisi kita berlimpah. Jika bisa masuk pasar global, musisi tradisi tidak perlu hidup dalam kondisi survival (bertahan hidup) lagi.
”Setelah pandemi selesai, persoalan bagi pemusik tradisi tidak ikut hilang. Kekayaan musik tradisi kita berlimpah. Jika bisa masuk pasar global, musisi tradisi tidak perlu hidup dalam kondisi survival (bertahan hidup) lagi,” kata Franki saat dihubungi dari Jakarta.
Menurut dia, potensi musik tradisi di pasar global besar, begitu pula pengembangan musik tradisi yang disebut world music atau musik dunia. Franki mengatakan, potensi pasar musik dunia di pasar global 6,5 miliar dollar AS per tahun.
Indonesia pun memiliki keragaman musik tradisi yang kaya. Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 2017 menyebut Indonesia sebagai negara adikuasa di bidang budaya.
Untuk itu, pengelolaan musik tradisonal perlu dilakukan dari hulu ke hilir. Di sisi hulu, pemusik tradisi dilatih untuk mengemas produk secara profesional. Sementara di sisi hilir, akses pementasan dalam negeri disediakan, bahkan akses hingga ke pasar global.
Franki menyiapkan program Innovative Music Workshop yang ditujukan untuk grup musik, termasuk musik tradisi. Sebanyak 15 grup disiapkan untuk tampil di Indonesian Music Expo (Imex) di Bali, Desember 2021. Adapun Imex tahun lalu dilaksanakan secara daring pada Oktober 2020.
”Direktur festival global akan diundang. Tahun lalu, pihak Womex (Worldwide Music Expo) melihat kita dan tertarik. Kini Imex masuk ke peta acara internasional Womex. Kami berencana menjadi rekan mereka di Asia,” kata Franki yang juga Direktur Imex.
Ketua Umum Federasi Serikat Musisi Indonesia (Fesmi) Candra Darusman berpendapat, upaya mengangkat musik tradisi dan musik dunia selama pandemi sudah mulai dilakukan. Salah satu pergelaran musik dunia diadakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yaitu World Music 2020, yang disiarkan melalui Youtube pada September 2020.
Pada Hari Musik Nasional 2020, Fesmi membuat pergelaran musik dan mengumpulkan donasi sebesar Rp 100 juta. Sebagian dana itu diberikan kepada sembilan maestro musik tradisi sebagai bentuk penghargaan, sementara sebagian lainnya untuk dana awal pembuatan laman musik tradisi.
”Laman itu akan menampilkan instrumen-instrumen tradisi. Ini sebagai jendela dunia agar orang asing bisa melihat atau membelinya. Ini bisa mendatangkan pendapatan buat musisi tradisi,” kata Candra, Selasa.
Ia mengatakan, konsep laman tersebut masih dimatangkan. Adapun musisi Gilang Ramadhan dipilih sebagai pemimpin proyek pembuatan laman itu. Candra mengajak semua pihak, baik pemerintah maupun swasta, untuk ikut menyumbang dana pembuatan laman.
Di sisi lain, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga berencana melindungi hak cipta musisi tradisi. Kemendikbud Ristek bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM untuk mendaftarkan karya para musisi.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ristek Hilmar Farid mengatakan, perlindungan itu berlaku untuk musik tradisi dan musik dunia. ”Musik tradisi yang tidak bisa lagi dilacak penciptanya akan menggunakan fasilitas lain dalam UU Hak Cipta. Musik yang sudah jadi milik publik tentu tidak dapat diklaim sebagai karya perorangan, artinya tidak bisa didaftarkan sebagai karya dengan ketentuan hak cipta,” ucapnya.
Adapun inventarisasi pernah dilakukan sejumlah pihak sejak 1970-an. Kemendikbud Ristek melanjutkan upaya itu dengan mencatat, merekam, dan memperbarui dokumentasi yang sudah ada. Ini karena beberapa dokumen sudah usang dan tidak mencerminkan kenyataan di lapangan.
”Potensi musik tradisi Indonesia luar biasa besar. Ada banyak yang autochthonous (asli), ada juga yang dipengaruhi Khmer, India, Tiongkok, Arab, Eropa, dan seterusnya,” ujar Hilmar.