Selain tekstur daging ayam yang kenyal-kenyal lembut, desakan rasa kemangi dan cabai membuat mulut tak rela berhenti mengunyah. itu antara lain sensasi makan di RamuRasa Cooking Studio & Coffee.
Oleh
Putu Fajar Arcana
·5 menit baca
Kalau asap mengepul di halaman belakang RamuRasa Cooking Studio & Coffee di pagi hari, itu pertanda kehidupan telah dimulai. Para koki di pusat pengolahan makanan ini sedang sibuk mengasapi berkilo-kilo daging. Tak main-main, selain jumlahnya yang bisa mencapai puluhan kilogram, durasi pengasapannya juga bisa memakan waktu sampai delapan jam!
”Kalau daging sapi makan waktu delapan jam, tetapi ayam cukup dua jam,” kata pemilik dan pendiri RamuRasa Cooking Studio & Coffee, Santhi Serad, pekan lalu, di Kemang, Jakarta Selatan. Setelah hampir dua tahun membangun studio untuk bereksperimen dalam memasak, Santhi menggandeng kakaknya, Miranti Handajani Serad, mendirikan RamuAsap. Restoran yang diresmikan pada Kamis (3/6/2021) itu benar-benar menyajikan cita rasa daging asap yang dipadukan dengan berbagai menu, baik menu Nusantara maupun masakan-masakan internasional.
RamuAsap dipenuhi oleh berbagai eksperimen Santhi tentang makanan setelah melakukan perjalanan ke pelosok-pelosok Nusantara dan mengunjungi sejumlah negara. Menu seperti Angel Hair Kecombrang tak lain adalah pasta Italia yang dipadukan dengan daging ayam asap plus sambal kecombrang. Unsur-unsur fusion dalam menu ini sangat kental. Angel hair sebenarnya jenis pasta dengan nama cappelli D’Angelo, yang bertekstur tipis kira-kira berdiameter 0,85-0,92 milimeter. Tampilan dan teksturnya mirip dengan umumnya mi di Tanah Air. Bedanya, angel hair sedikit lebih kenyal walau tidak sekenyal spageti.
Mari bayangkan rasanya ketika si ”rambut bidadari” yang mengurai itu bertemu dengan cita rasa lokal seperti kecombrang dan daging asap. Oh, sekadar tahu, pengasapan telah lama menjadi teknik pengawetan daging atau ikan di berbagai kelompok etnis di dunia. Masih ingat, kan, tentang ikan yang digantung di atas tungku-tungku tradisional kita? Di daerah Minahasa, kita mengenal cakalang fufu, yang tak lain adalah ikan cakalang yang diasapi selama empat jam. Teknik pengasapan membuat cakalang fufu bisa bertahan sebulan dalam suhu ruangan. ”Jadi, ini gabungan antara jenis makanan, cita rasa, dan teknik dalam memasak,” kata Santhi.
Dalam hal perpaduannya dengan kecombrang pada menu Angel Hair Kecombrang, ia ingin memberi pesan bahwa cita rasa dan teknik lokal bisa sejajar dengan makanan populer seperti pasta. ”Artinya, potensi yang ada pada kita luar biasa dan harus kita angkat martabatnya,” tambah Ketua Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI) ini.
Citra lokal
Varian menu lain yang memadukan antara pasta dan citra lokal ada pada Woku Pasta, Kemangi Pasta, dan Ramu Cakalang Pasta. Lalu, dalam kelompok nasi ada, misalnya, Smoked Beef Sambal Luat, Smoked Chicken Kecombrang, dan yang telah lama mengundang sensasi tentu saja Nasi Goreng Kecombrang.
Santhi mengakui bahwa kecombrang memberi cita rasa yang kuat. Jenis tumbuhan menyerupai tongkat ini selalu dominan jika dipadukan dengan bahan-bahan lainnya. ”Memang tak semua suka karena aromanya yang kuat, tetapi kita sedang mengangkat sesuatu yang berkesan kampung atau ndeso menjadi makanan yang berkelas dunia,” katanya.
Buktinya, sebagian orang asing yang tinggal di Kemang sesekali mencoba menu-menu berbumbu kecombrang. Pada awalnya terasa asing, tetapi jika dicoba pada kesempatan berikutnya, rasa kecombrang seperti mengendap jadi memori di lidah.
Hasil perjalanan Santhi ke daerah Sulawesi Utara menjelma dalam menu berbasis woku, seperti Woku Pasta. Untaian potongan daging ayam yang diolah sebagai woku menjadi topping pasta Italia yang lembut. Sajian ini seolah menjadi debur ombak di Teluk Manado, yang menderai sampai ke pantai-pantai Italia yang dingin.
Kalau kita pergi ke Venezia, cuaca dan angin yang dingin membuat tubuh menggigil. Apalagi terkadang air laut melimpas sampai ke tubuh gondola yang sedang berlayar di kanal-kanal sela gedung tinggi, membuat kita semakin kedinginan. Satu gigitan ayam woku diiringi kelembutan pasta, yakinlah tendangan rasanya mengusir kedinginan hati.
Selain tekstur daging ayam yang kenyal-kenyal lembut, desakan rasa kemangi dan cabai membuat mulut tak rela berhenti mengunyah. Kalau Anda berhenti sejenak saja, yakin rasa pedas itu menggerakkan lidah untuk bereaksi. Hasilnya, Anda akan mengunyah sampai benar-benar tandas. Apalagi, kalau kita benar-benar siap, pesanlah menu Smoked Beef Sambal Luat. Hemm… menu ini akan mengingatkan kegersangan padang sabana di Nusa Tenggara Timur (NTT). Ada cabai rawit, kadang disebut sebagai cabai padi karena bentuknya yang kecil mirip biji padi, berpadu dengan daun siba dan kemangi.
Di sela-sela itu ada rembesan rasa asam dari jeruk nipis, yang membuat lidah Anda makin lentur. Setelah membayangkan NTT yang keras, tiba-tiba daging asap impor dari Amerika memberikan siraman kelembutan tiada tara. Dusta apa lagi yang pantas kita ceritakan selain mengakuinya sebagai ”kegeniusan” sang peramunya.
Aroma asap dari daging yang diperam selama delapan jam lahir sebagai hujan yang selalu dirindukan di daerah timur Indonesia itu. Kekerasan hidup yang menjelma dalam pedas cabai rawit ditimpa kelembutan daging beraroma asap perdesaan yang otentik. Lengkap sudah pengembaraan lidah kita setelah mencecap paduan rasa Timur dan Barat.
Menurut Santhi, menu yang disajikan di RamuRasa sedikit berbeda dengan RamuAsap. Jika RamuRasa menyodorkan menu-menu otentik Nusantara, seperti rawon, nasi goreng, dan mi lethek, RamuAsap mencoba memadukannya dengan menu-menu internasional, terutama Italia. Semua didahului oleh perjalanannya ke berbagai pelosok Nusantara dan kota-kota di dunia sebelum akhirnya meramunya dalam sepiring makanan.
”Asyik, sih, tetapi tujuan utamanya menyodorkan rasa bangga, pride, memiliki beragam rempah dan tumbuhan yang kaya akan rasa. Dalam makanan tak ada kelas sosial, semuanya disediakan alam, tinggal gimana mengolahnya,” ujar Santhi.
Jadi, kalau kita berasap-asap mengejar rasa, bukan cuma demi kenikmatan lidah, melainkan lebih-lebih adalah mengunyah rasa bangga yang menghampar dalam cita rasa Nusantara. Bahkan, Italia pun kita taklukkan. Grazie Italia!