Tempe Urban Jadi Buruan
Tempe kini tak hanya dibuat dari kedelai, tapi juga bahan-bahan lain yang membuat citra tempe menjadi lebih modern dan ”urban”.
Lazimnya, orang mengenal tempe terbuat dari kedelai, meski di beberapa tempat tempe juga dibuat dari bahan non kedelai. Namun, seiring tingginya minat, apresiasi dan kreativitas orang terhadap tempe, tempe berbahan campuran kedelai ataupun non kedelai kini makin diterima. Tempe rasa keju, tempe spirulina, tempe biji labu, hingga tempe almond pun kini jadi buruan.
Berawal dari tugas kuliah di Sekolah Tinggi Pariwisata di Nusa Dua, Bali, Benny Santoso (25) tergerak untuk mendirikan Ini Tempe Bali pada 16 Desember 2016. Ini Tempe merupakan singkatan dari Inovated New Idea With Tempe. Dia ingin sebagai negara asal tempe, Indonesia harus terus menjadi tempat lahir inovasi-inovasi baru tempe.
”Awalnya bikin tempe kedelai. Kedelainya lokal non-transgenik dari Grobogan, Jawa Tengah. Ada juga varian anjasmoro dari Bali Barat,” tutur Benny melalui telepon, Rabu (19/5/2021).
Tempe kreasi Ini Tempe tersebut dijual dengan tampilan khas tempe tradisional dengan pembungkus daun pisang. Respons konsumen kala itu positif. Tak hanya masyarakat lokal, tetapi juga warga asing yang ada di Bali.
Setahun kemudian, sesuai semangat Ini Tempe, Benny membuat tempe kreasi baru. Secara kebetulan, konsumen juga menginginkan sesuatu yang baru dan unik. ”Akhirnya kita kreasiin tempe campur. Kalau di Bali, kan, ada nasi campur, nah ini tempe campur. based-nya tetep tempe kedelai, cuma kita variasiin,” ujar Benny.
Sebagai permulaan, Benny membuat tempe campur keju. Ide tempe campur keju adalah tugas akhir kuliahnya. Konsep tempe campur tersebut, diperoleh Benny dari guru biologinya di bangku SMA. Menurut sang guru, tempe bisa dicampur bahan lain seperti cabai juga kunyit. ”Konsep itu terngiang-ngiang terus di kepala. Lalu pas kuliah akhirnya bikin jadi tugas akhir, tempe campur keju,” kata Benny.
Proses pembuatan tempe keju tidak terlalu berbeda dengan pembuatan tempe berbahan kedelai. Keju yang sudah diparut, menurut Benny, dicampur kedelai yang sudah siap diolah saat proses peragian.
”Trial and error sudah pasti, ya, karena bikin tempe di satu tempat dengan tempat lain bisa beda karena suhu dan kelembabannya beda, begitu pun dengan kualitas air yang digunakan. Tapi lebih penting adalah proses fermentasinya,” kata Benny.
Menurut Benny, membuat tempe itu simple, hanya butuh 3P, yakni patient (sabar), passion (punya hasrat), dan persistent (gigih). Kalau gagal, coba lagi. Jangan menyerah.
Sukses dengan tempe campur keju, Benny lalu membuat tempe campur biji labu (pumpkin seed), tempe campur spirulina, dan tempe campur biji wijen hitam (black sesame seed). Selain menambah nilai nutrisi, kreasi tersebut juga bertujuan untuk menambah nilai estetika tempe.
”Tempe kedelai kan warnanya putih, kalau dicampur keju jadi kuning dan ada rasa kejunya. Dicampur biji labu jadi ada totol-totol ijonya, dicampur wijen hitam ada titik-titik hitamnya. Dicampur spirunila, yang biasanya untuk kosmetik, jadi hijau. Jadi penampilan tempenya unik. Beda sama yang lain,” kata Benny.
Tak hanya tempe mentah, Ini Tempe juga terus berinovasi dengan produk olahan tempe lainnya. Mulai dari keripik tempe rasa original dan lada hitam, kue kering tempe aneka rasa seperti salty chocolate, Bali coconut, ginger kiss, dan cashew crunch, hingga tepung tempe yang kaya protein. “Tepung tempe ini bisa kasih kurma, cranberry, biji labu sama chia seed lalu diaduk aja nggak perlu air. Jadi cemilan sehat. Anak-anak muda suka banget,” kata Benny yang memasarkan produknya di Tokopedia dan Shopee.
Jadi jangan nanti orang belajar bikin tempe ke Jepang. Mereka harus belajar ke negeri kita. (Benny Santoso)
Menurut Benny, apa yang dilakukannya dengan Ini Tempe, sekaligus menjadi kampanye bahwa tempe tak hanya bisa dibuat dari berbagai bahan, tetapi juga bisa divariasi menjadi berbagai jenis produk. Inovasi seperti yang ia lakukan itu, menurut Benny, harus selalu ada agar bisa menjadi contoh bagi negara lain. ”Jadi jangan nanti orang belajar bikin tempe ke Jepang. Mereka harus belajar ke negeri kita,” kata Benny.
Baca juga: Miyazaki Taiki, Orang Jepang yang Berbakti pada Tempe
Tempe almond
Mengusung nama Tempe Almond Tante Loes, sejak pertengahan 2020, Tia Wongso (44) mulai dikenal dengan tempe almond-nya. Tante Loes yang menjadi jenama tempe almond itu diambil dari nama sang ibu. ”Sebenarnya enggak ada niatan untuk jualan. Itu ibu saya yang belajar bikin tempe dari 2018,” kata Tia.
Awalnya, Tante Loes membuat tempe dari kedelai di rumahnya di bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Sempat juga mencoba beberapa bahan seperti kacang edamame, lentil, kacang hijau, dan almond. ”Memang, yang paling beda si almond ini,” kata Tia. Maksudnya paling sukses dengan tampilan dan rasa yang pas.
Berbeda dengan kedelai, kacang almond sedikit lebih empuk dan berminyak. Karena itu, trial and error dilakukan berkali-kali. ”Gagal dalam arti ada item-itemnya. Itu nggak apa-apa sebenernya. Cuma, kan, orang ngertinya itu udah busuk. Padahal, itu bagian dari jamur putihnya itu. Kalau dia kepanasan timbul yang item-item itu. Emang bikin tempe gampang-gampang tricky. Apalagi, kalau hujan terus,” kata Tia.
Tak dinyana, saat pertama diperkenalkan, responsnya positif. Banyak orang penasaran dan tertarik untuk mencoba meski Tia tak pernah sengaja untuk menjualnya. Tak ada akun berjualan khusus untuk Tempe Almond Tante Loes. Pembelian hanya bisa dilakukan melalui pesan langsung (DM) di akun Instagram atau Whatsapp ke nomor Tia. Di saat awal, tempe almond laku hingga 250 potong.
”Saya memberlakukan waiting list dan dibatasi hanya 15 potong sekali bikin karena ini, kan, kegiatan oma-oma berusia 70 tahun. Takut nanti kecapekan karena semua dikerjain sendiri,” ujar Tia.
Untuk tempe kacang almond, proses pembuatannya relatif cepat, hanya dua hari, karena bahan baku yang digunakan sudah dalam bentuk kupas. Salah satu proses yang memakan waktu adalah proses pengupasan kulit kacang. Konsekuensinya, harga menjadi sedikit lebih mahal.
Tempe almond Tante Loes dibuat menyerupai tempe mendoan dengan ketebalan 1-1,5 cm, dibungkus daun pisang. Setiap potong memiliki berat 100 gram, dengan harga jual Rp 50.000. Sebelumnya, setiap potong memiliki berat 150 gram dengan harga jual Rp 65.000. ”Sekarang saya kecilin, harganya diturunin. Kalau ada yang penasaran pengen coba. Karena harganya lumayan dibanding tempe kedelai,” kata Tia.
Tempe almond, dalam kondisi segar, saat dibuka menguarkan aroma manis khas almond. Tia menyebutnya mirip harum gulali. Sama sekali tidak tercium aroma asam khas fermentasi. Saat diolah dengan cara digoreng, rasa almond yang sedikit manis dan gurih juga terasa. Aroma asamnya baru muncul setelah beberapa hari disimpan. Tempe almond yang dibuat dengan ragi tempe almond wanginya jauh lebih kuat.
Sekarang udah setengah tahun lebih. Responsnya makin bagus. Sekarang lagi banyak waiting list untuk kirim ke luar kota, seperti Magelang dan Bandung. (Tia Wongso)
”Sekarang udah setengah tahun lebih. Responsnya makin bagus. Sekarang lagi banyak waiting list untuk kirim ke luar kota, seperti Magelang dan Bandung,” kata Tia.
Menurut Tia, kehadiran tempe almond membuat citra tempe menjadi lebih modern atau katakanlah, urban. Di daerah, tempe umumnya selain dibuat dengan kedelai, juga kacang-kacangan lain yang umumnya berupa kacang lokal seperti kacang koro, ampas tahu, dan lain sebagainya yang bercitra tradisional. Penggunaan kacang-kacang ”mahal” membuat tempe menjadi produk modern.
Baca juga: Lusiawati Dewi, ”Dosen Tempe” dari Salatiga
Laboratorium kecil
Wida Winarno dari Tempe Movement mengatakan, proses yang terjadi pada tempe menyerupai sebuah laboratorium kecil. Saat fermentasi dari kedelai menjadi tempe, berbagai reaksi kimia terjadi di situ.
”Misalnya dari sisi kalsiumnya menjadi lebih mudah diserap tubuh, proteinnya juga dipotong jadi kecil-kecil sehingga tubuh kita lebih mudah mencernanya. Jadi prosesnya kompleks,” ujar Wida.
Cara melihat proses tempe yang menyerupai laboratorium kecil dan memberi banyak manfaat itulah yang ingin ditularkan pada banyak orang. Salah satunya dengan menggelar pelatihan membuat tempe.
”Di awal-awal kita pakai kedelai. Tapi, kan, biodiversity Indonesia luar biasa, mega biodiversity malah. Kita punya banyak kacang-kacangan yang sebetulnya bisa dijadikan nutrisi lebih bagus dengan ditempekan,” tambah Wida.
Banyaknya orang yang mulai membuat tempe dengan bahan non kedelai, salah satunya karena peran Tempe Movement. Selain kedelai, Tempe Movement juga kemudian merambah pada biji-biji yang tak termanfaatkan, seperti melinjo, biji saga, biji nangka, biji kluwih, biji durian, bahkan hingga mi.
”Prosesnya sama, dengan memelihara raginya supaya dia berkembang biak sebanyak-banyaknya,” kata Wida. Yuk, berburu tempe ”urban”!
Kita punya banyak kacang-kacangan yang sebetulnya bisa dijadikan nutrisi lebih bagus dengan ditempekan. (Wida Winarno)