Gaya Hidup Anjing-anjing Metropolitan
Di kota metropolitan, hidup anjing penuh gaya. Mereka rutin ke spa untuk mandi atau luluran, berenang di kolam renang, nongkrong di resto, menginap di hotel, dan ikut sekolah kepribadian biar tahu sopan santun.
Di kota metropolitan, hidup anjing penuh gaya. Mereka rutin ke spa untuk mandi atau luluran, cek kesehatan, berenang di kolam renang, nongkrong di resto, menginap di hotel, dan sesekali ikut sekolah kepribadian biar mengerti sopan santun. "Gaya hidup" mereka "sebelas-dua belas" dengan pemiliknya, "mom and dad" mereka.
Kamis (20/5/2021) siang, Dogs Ministry Pluit, Jakarta Utara ramai oleh seratusan pecinta anjing yang ingin hangout sekalian memanjakan anjing-anjing mereka dengan layanan spa, taman bermain, klinik, kolam renang, hotel anjing, dan kafe ramah anjing.
Di antara pengunjung, ada Melanie Caroline Mere (33) dan anjingnya Bryant. Anjing jenis golden labrador itu anteng menemani mamanya--begitu Melanie membahasakan dirinya kepada Bryant--yang sedang menyantap ayam goreng di kafe. Ia tidak grasa-grusu ingin mencicipi ayam goreng seperti anjing pada umumnya.
“Bryant tahu ia hanya akan makan di rumah. Papa saya pensiunan tentara yang mengajarkan disiplin ke anaknya. Saya juga mengajarkan disiplin pada Bryant. Tidak pernah saya memberi makanan di luar rumah. Jadi, walau dia lapar, dia akan menahan diri,” kata Melanie, pemilik sebuah kafe di Kemang, Jakarta Selatan.
Sikap Bryant yang tahu sopan santun, lanjut Melanie, juga merupakan hasil home schooling yang ia ikuti dengan pelatih khusus. Setelah satu bulan, Bryant yang awalnya suka rewel dan menggonggong keras, mulai berubah tabiatnya.
Yang lebih membanggakan, "Bryant sekarang sudah belajar berdoa secara katolik
Ia menjadi sabar dan pengertian kalau diajak bicara oleh mamanya. Kalau mau pipis atau buang air besar, ia langsung lari ke toilet. Yang lebih membanggakan, "Bryant sekarang sudah belajar berdoa secara katolik,” ujar Melanie riang.
Ia lantas menunjukkan video Bryant tengah menunduk ketika sang mama mengajaknya berdoa sebelum makan. Begitu kata amin keluar, sebagai pertanda doa sudah berakhir, Bryant menengadahkan kepalanya tanpa menyentuh makanan hingga Melanie mempersilakan ia makan. Aih-aih!
Baca juga: Hewan dan warga urban
Perilaku Bryant yang disiplin dan tahu tata krama, sangat melegakan Melanie. Ia tak merasa rugi harus mengeluarkan dana untuk home schooling-nya yang dihargai Rp 3,4 juta per 10 kali pertemuan. Melanie juga mengeluarkan uang jutaan per bulan untuk makanan khusus anjing, cemilan, vaksin, cek kesehatan, biaya spa, berenang, dan nongkrong di taman anjing.
Ini bukan untuk sok-sokan lho. “Kalau anjing tidak bergaul, hanya di rumah, apalagi di rantai, jadinya galak. Itu kurang baik bagi kesehatan mental anjing,” tegas Melanie.
Seperti Melanie, Brigita (58) juga sangat memperhatikan kesejahteraan dan kesehatan mental dua anjing kesayangannya. Ia rela mengeluarkan uang Rp 35 juta untuk menyekolahkan Candy, yang sering bertengkar hebat dengan Yuma. “Aku langsung menelepon kawan-kawan yang punya anjing, tanya di mana aku bisa menyekolahkan anjingku supaya berperilaku baik,” tutur Brigita, Rabu (19/5) di Jakarta.
Ia akhirnya memilih sekolah anjing di Surabaya, Jawa Timur. Sekolah itu memberi laporan berkala terkait perkembangan Candy kepada Brigita. Setelah lima bulan, tabiat Candy berubah. Dia bisa hidup rukun dengan Yuma. "Wah seneng banget rasanya," kata Brigita yang mengeluarkan dana Rp 4 juta per bulan untuk hewan-hewan peliharaannya itu.
Waktu berlalu, Candy dan Yuma kini bertengkar lagi terkait persoalan anak Yuma, Oreo. Untuk mengatasi itu, Brigita memutuskan ikut kursus mind power agar bisa berkomunikasi dengan anjing, bicara baik-baik pada mereka agar tidak berantem.
Baca juga: Umur anjing gemuk 25 tahun lebih pendek dari anjing langsing
Memelihara anjing memang tidak murah, apalagi jika anjingnya ingin terlihat sehat, sopan, dan bergaya. Ari Krismono (48), warga Bintaro, Tangerang Selatan mengaku mengeluarkan uang Rp 900.000 per bulan untuk membeli pakan tiga anjingnya, jenis pudel, husky, dan labrador. Dana lainnya yang besar untuk vaksinasi. Satu anjing membutuhkan 10 hingga 15 kali suntik beragam vaksin. Biaya per suntikan minimal Rp 300.000 per suntikan. Ada pula biaya perawatan (grooming) minimal sebulan sekali, Rp 100.000 per anjing. Belum lagi biaya untuk membayar pelatih anjing agar ia mengenal karakter anjingnya.
“Ada dua prinsip yang harus kita pegang untuk memelihara anjing. Pertama, mengenal karakter jenis anjing yang kita pelihara. Kedua, mengukur kemampuan kita,” ujar Ari.
Di Cikupa, Tangerang Hartono (39) mengaku mengeluarkan uang puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk mengimpor jenis anjing ras korgi dan sheltie dari Rusia, Korea, Argentina, dan Singapura. “Satu ekor anjing korgi untuk peliharaan dari Rusia bisa mencapai 1.000–1.500 dollar AS, sedangkan untuk jenis anjing kontes senilai 3.500–4.000 dollar AS. Ditambah untuk kargo pengiriman berkisar Rp 25 juta–Rp 30 juta,” ujar Hartono.
Itu baru harga anjingnya, belum biaya untuk perawatan dan penunjang "gaya hidupnya". Di rumah Hartono, anjing-anjingnya tidur di tempat khusus dengan penyejuk udara yang beroperasi nonstop. Kebutuhannya dilayani beberapa pegawai.
Kira-kira begitulah keseharian anjing-anjing "metropolitan" di tengah keluarga urban yang akrab dengan budaya konsumsi, sebuah budaya yang mendorong orang untuk merayakan gaya hidup dengan produk, layanan, berikut citra terbaik di dalamnya, termasuk "gaya hidup" anjing peliharaan mereka. Bahkan untuk membasmi kutu anjing, misalnya, penyayang anjing seperti Melanie mengaku memilih merek terbaik yang harganya Rp 500.000 per botol.
Kebutuhan dan keinginan
Hasrat untuk menyejahterakan hidup anjing yang muncul di kalangan pecinta anjing ini ditangkap oleh industri gaya hidup sebagai peluang bisnis. Industri tidak hanya memenuhi hasrat itu, tetapi juga menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru untuk menunjang gaya hidup anjing, yang kalau kita perhatikan makin mirip dengan kebutuhan gaya hidup pemiliknya, mulai taman bermain, salon spa, kafe, kolam renang, kafe, hotel, hingga layanan konsultasi psikologi dengan pendekatan mind power.
Baca juga: Anjing dan keistimewaan cintanya
Beberapa pusat layanan serba ada untuk anjing antara lain muncul di Pluit dan Kelapa Gading, Jakarta Utara; Kemang, Jakarta Selatan, dan Serpong, Banten. Ini adalah kawasan urban baru di Jabodetabek yang yang dihuni oleh masyarakat kelas menengah atas dengan latar belakang etnis dan agama beragam.
Tempat-tempat itu kini menjelma menjadi "pusat peradaban dan rujukan gaya hidup mutahir" anjing urban. Sejajar dengan mal mewah yang menjadi pusat peradaban masyarakat konsumer. Mereka yang datang ke sana akan dilayani sebaik-baiknya, diajak menyelami pengalaman-pengalaman baru, menikmati tren baru, dan citra-citra mutahir yang tertanam dalam setiap layanan dan produk. Tentunya, asal Anda sanggup membayar!
Sebagai gambaran kasar, biaya mandi atau lulur anjing tanpa styling di pusat layanan "gaya hidup" anjing berkisar Rp 200.000-Rp 600.000, bergantung berat badan anjing. Biaya menginap di hotel anjing Rp 100.000-Rp 200.000 per hari, dan konsultasi psikologi anjing Rp 200.000 per 15 menit.
Coba sekarang cek berapa ongkos yang Anda keluarkan untuk sekali ke salon atau spa? Jangan-jangan lebih murah dari biaya layanan serupa untuk anjing.
Perubahan kesadaran
Tren merayakan gaya hidup anjing, menurut dosen bidang Cultural Studies, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Shuri Mariasih Gietty Tambunan, merupakan fenomena budaya urban yang selalu bergulir dan menawarkan hal baru.
"Beda dengan di kampung atau rural, orang memelihara hewan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka memelihara sapi untuk diambil daging atau susunya. Nah, pada masyarakat urban, fungsi hewan peliharaan lebih untuk memenuhi afeksi (semacam perasaan sayang)," ujar Gietty, Kamis (20/5).
Itulah yang dirasakan Melanie. Ketika Mei 2019, ibunya meninggal, ia dan ayahnya butuh kehilangan sosok yang menjadi sumber kasih sayang. “Setelah mama tiada, rasa sedih tak hilang-hilang. Apalagi dua kakak saya (yang tinggal di Malaysia dan Australia) tidak bisa bolak-balik pulang karena awal tahun 2020 sudah ada pandemi,” cerita Melanie.
Baca juga: Seba dan parfum untuk sang anjing
Ia mengenang masa-masa kekosongan hatinya yang berlangsung sekitar satu tahun. Awal 2021, Bryant hadir dalam hidupnya. Anjing itu pun ternyata mampu mengisi kekosongan hati Melanie. Hidupnya kembali berwarna. Kini kemana pun Melanie dan ayahnya pergi, Bryant selalu ada di sisi mereka.
Perasaan bahagia juga dirasakan Brigita dan keluarga berkat kehadiran anjing-anjingnya. “Kalau aku datang dari kantor, mereka selalu menyongsong aku… Seneng banget rasanya. Hidup terasa lebih menyenangkan. Rasa lelah, pikiran stres hilang ketika melihat hewan kesayangan berebut meminta digendong," katanya.
Belakangan ini, kesadaran di sebagian pemilik anjing dalam memperlakukan anjingnya mulai berubah. Anjing tidak lagi diperlakukan sekadar hewan penjaga atau teman manusia, tetapi juga bagian dari anggota keluarga. Gejala ini antara lain bisa dilihat dari bagaimana sebagian pemilik menyebut anjing peliharaannya sebagai anabul (anak yang berbulu), boy atau girl. Pemilik membahasakan dirinya sebagai "Mom" atau "Dad" alias ayah-bunda untuk anjing peliharaannya.
"Ini fenomena menarik karena terjadi di tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas menajiskan anjing," ujar Gietty.
Gietty menduga, relasi antara anjing dan pemiliknya yang makin mesra, terkait dengan perubahan struktur keluarga pada masyarakat urban. Pasangan muda yang menikah sekarang umumnya tidak tinggal dalam keluarga besar. Mereka tinggal di rumah atau apartemen sendiri dengan 1-2 anak atau tanpa anak. Begitu ada anjing, mereka jadi pelengkap keluarga, pengisi kesepian.
Kesadaran ini, lanjut Gietty, sedikit banyak dibentuk oleh industri budaya yang membentuk imaji-imaji tentang anjing sebagai sahabat dan anggota keluarga seperti dinarasikan lewat film-film Hollywood seperti Marley And Me (2008) dan Hachi: A Dog\'s Tale (2009). Imaji-imaji itu makin kuat di era media sosial di mana setiap saat kita bisa melihat unggahan pecinta anjing yang sedang memamerkan relasi hangatnya dengan anjing mereka.
Karena anjing dianggap sebagai anggota keluarga, maka konsep parenting diaplikasikan kepada anjing. "Maka semua kebutuhan anjing dipenuhi sebagaimana orangtua memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Kalau perlu dengan fasilitas terbaik," ujar Gietty.
Betapa beruntungnya anjing-anjing yang disayang "Mom and Dad" keluarga urban. (Elsa Emiria Leba/Denty Piawai Nastitie/Nawa Tunggal)