Mode bersahaja mengukuhkan semangat keberlanjutan dalam perhelatan Muffest 2021 di lima kota di Tanah Air.
Oleh
Dwi As Setianingsih
·5 menit baca
Di tengah pandemi Covid-19, industri Modest Fashion Tanah Air atau yang kini disebut sebagai mode bersahaja, tetap berupaya menggeliat. Banyak rancangan yang justru terilhami dari situasi pandemi, pun semangat berkelanjutan yang semakin menguat pada rancangan para desainer mode bersahaja Tanah Air.
Geliat industri mode bersahaja di tengah pandemi Covid-19 tersebut tampak dalam perhelatan Muslim Fashion Festival (Muffest) 2021 yang digelar di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bekasi, dan Bandung selama Maret–Mei 2021. Rangkaian Muffest 2021, dibuka di Jakarta pada 18-28 Maret 2021, dan ditutup di Jakarta pada 30 April–23 Mei 2021 di Gandaria City, Jakarta. Tema yang diangkat adalah ”Recovery for Fashion Industry”.
Seluruh rangkaian perhelatan Muffest 2021 yang digelar oleh Indonesian Fashion Chamber, tercatat menorehkan hasil menggembirakan. Hal ini menunjukkan respons masyarakat terhadap mode bersahaja yang tetap besar meski di tengah pandemi Covid-19, khususnya di momen menjelang Ramadhan dan Idul Fitri.
Berdasar catatan Dyandra Promosindo yang bermitra dengan IFC sebagai penyelenggara, secara keseluruhan, perhelatan Muffest 2021 di lima kota, minus penutupan di Jakarta yang masih berlangsung, berhasil menarik 156.000 pengunjung dengan nilai transaksi mencapai Rp 16,1 miliar. Cukup fantastis di tengah situasi pandemi, menjadi angin segar bagi industri mode bersahaja di Tanah Air.
Di sisi lain, penyelenggaraan Muffest 2021 juga sekaligus menjadi ajang bagi para perancang mode bersahaja untuk tetap kreatif meski di tengah situasi pandemi. Sejumlah perancang mode bersahaja, bahkan terilhami dari situasi pandemi yang berat dan menekan, tetapi melalui karya-karyanya tetap berupaya menebarkan optimisme.
Vielga dari Roemah Kebaya Vielga, misalnya, mengangkat tema Fleuri Noir dalam rancangan kebaya terbarunya yang didominasi warna hitam. Meski warna hitam melambangkan ’duka’, kebaya rancangan Vielga tetap tampil menawan dengan sentuhan bordir bunga warna-warni yang memberi kesan indah, penuh harapan.
”Fleuri Noir diambil dari bahasa Perancis, artinya warna-warni dalam kegelapan. Selama 2020 kita mengalami masa pandemi yang kita anggap masa yang cukup gelap, nah itu dituangkan dalam baju kami yang semuanya berwarna hitam. Tapi kemudian fleuri, artinya bermekaran atau bersemi, muncul harapan baru kami pada tahun 2021. Semoga kegelapan pada 2020 hilang, digantikan masa kecerahan pada 2021,” tutur Vielga.
Rancangan kebaya yang ditampilkan Vielga, memiliki siluet panjang serta serba longgar. Aksen bordir bunga warna-warni yang kontras dengan warna hitam, tampak menonjol dan menjadi fokus utama seperti kekhasan kebaya-kebaya rancangan Vielga. Pada salah satu rancangan, Vielga memberikan aksen obi berwarna merah yang memberi kesan stylish. Nuansa optimisme memancar kuat dari koleksi Fleuri Noir.
Senapas dengan Vielga, desainer Neera Alatas, juga terilhami dari situasi pandemi Covid-19. Neera mengangkat judul Metamorphose untuk menggambarkan perubahan yang dia harapkan dari para pelaku di industri mode di Tanah Air agar kembali bangkit di tengah situasi pandemi.
”Ini adalah bentuk apresiasi saya kepada teman-teman di industri mode yang telah berjuang untuk berusaha bangkit dan bertahan. Koleksinya juga mengusung konsep sustainable, di mana terdapat aplikasi menggunakan kain perca yang dibordir menjadi bentuk kupu-kupu sebagai simbol transformasi dari makhluk buruk menjadi sesuatu yang indah. Jadi, koleksi ini harapannya bisa mentrasformasi seluruh aspek kehidupan, juga bagi diri sendiri supaya bisa introspeksi apa yang akan dilakukan ke depan,” ujar Neera.
Koleksi rancangannya tersebut didominasi warna-warna lembut seperti krem, biru muda, putih dan peach. Garis rancangannya longgar, dengan aksen pada bagian lengan yang banyak menggunakan model balon panjang, juga model cape pendek yang menawan dengan aksen bordir nan indah.
Ramah lingkungan
Sebagaimana dilakukan oleh Neera dengan penggunaan kain-kain perca pada koleksi rancangannya, sejumlah desainer juga melakukan hal serupa pada rancangan mereka. Isu keberlanjutan di industri mode, menurut National Chairman IFC Ali Charisma, merupakan salah satu hal penting selain semangat bangga terhadap material dan produk lokal. Dia berharap para pelaku mode bersahaja di Tanah Air turut mengambil peran di dalamnya.
Alvi Oktrisni dari Vee House yang menampilkan koleksi rancangan dengan sentuhan edgy, androgini bertema ”Dramatic Rustic”, kali ini secara total mengusung konsep ramah lingkungan. Rancangan-rancangannya mengusung zero waste concept, less waste concept serta upcycling.
”Jadi bener-bener mau coba, kalau udah ramah lingkungan, bahan dari alam, tapi bahan yang udah telanjur diproduksi dipakai apa, produk fashion mau diapain? Jadi, aku cari solusinya,” tutur Alvi. Konsep-konsep tersebut oleh Alvi diterapkan dengan sama sekali tidak menyisakan sedikit pun material yang digunakan berupa bahan katun, linen, wol, kulit dan lace.
Secara tampilan, koleksinya menampilkan rancangan bergaya boho yang dipadankan dengan gaya sleek (klimis) dengan warna-warna bernuansa alam, seperti coklat, abu-abu, khaki dan terakota. Selain model saling tumpuk, Alvi juga banyak menggunakan aksen obi pada koleksinya kali ini.
Yeti Topiah dari IFC Malang mengusung rancangan bertajuk ”Reborn” yang artinya kelahiran atau kelahiran kembali, sebagai manifestasi kembalinya semangat, optimisme dalam melewati masa sulit karena pandemi. ”Acuan utamanya tetap dengan mengedepankan konsep sustainability,” ujar Yeti.
Pada koleksi rancangan Ajeng Cahya berjudul ”Sampai Langit”, material yang digunakan berupa sisa-sisa kain produksi/perca yang dikombinasikan dengan material linen. Meski begitu, penggunaan material sisa tetap memunculkan rancangan yang menawan dengan tampilan penuh warna.
Fey Kayo, pada koleksinya yang berjudul Chirality, mengangkat unsur-unsur geometric yang dipadukan dengan laser cut dan print, menggunakan tinta print alami yang ramah lingkungan. Selain menampilkan gaya rok gembung (crinoline), dan aksen tumpuk, Fey juga menampilkan model lengan balon panjang dan cape pendek. Tampilan yang terlihat berat oleh Fey diimbangi dengan penggunaan material katun yang adem.
Sementara Opie Ovie dengan jenamanya Odyssey, mengusung tema ”Novelty” yang menampilkan busana-busana long lasting dari basic berupa kemeja, skirt, dan juga dress. Permainan aksen tumpuk diupayakan tetap memberikan tampilan yang kasual. Selain menampilkan gaya rok gembung, rok lipit, dan outer panjang, Opie juga memberikan sentuhan teknologi 3D print.
”Kami berkolaborasi dengan desainer produk dari ITS Surabaya, menggunakan teknologi 3D print. Di motif ada emblesment untuk ditempel di beberapa bagian baju dan aksesori mengunakan laser cutting. Warna-warnanya dominan krem, hitam dan juga denim,” tutur Opie.