Jual Bingkisan, Jual Kenangan
Fenomena meningkatnya pesanan bingkisan memberi peluang bisnis bagi banyak orang. Mereka menjual bingkisan, antara lain, karena terdorong untuk turut menghangatkan suasana ketika banyak orang tidak bisa mudik.
Tatkala kita tak dapat bertemu, sementara hati merindu, banyak orang membacanya sebagai peluang usaha baru. Mereka ramai-ramai menjual bingkisan atau hamper. Lewat bingkisan, mereka menjual kenangan, juga kehangatan.
Asap tipis mengepul dari dua panci menguarkan aroma wangi kue. Begitu Christine Debby (38) membuka tutupnya, tampak permukaan montok coklat kehitaman kue brownies kukus ketan hitam.
Tampilannya makin memukau tatkala Debby memugasinya dengan buah ceri. Dia lalu buru-buru membuka panci satu lagi untuk memastikan brownies tidak terlampau matang.
Pagi itu, Sabtu (15/5/2021), Debby kembali sibuk membuat brownies ketan hitam setelah dua hari libur saat Lebaran. Ini untuk memenuhi pesanan pelanggan yang tempo hari belum sempat memesan.
Sepekan menjelang Lebaran, Debby kebanjiran pesanan yang mendorong dirinya meningkatkan produksi dari semula hanya Sabtu dan Minggu, kini menjadi tiap hari dengan jumlah pesanan mencapai 50 kotak per hari. Dia meladeni pesanan pelanggan bukan semata demi keuntungan ekonomi, melainkan lantaran terdorong untuk turut menghangatkan suasana ketika banyak orang tidak bisa mudik.
Fenomena meningkatnya pesanan bingkisan memberi peluang bisnis bagi banyak orang. Itu juga dialami Cassanda Sarah Tamara (33) yang meluncurkan produk kuliner bakso malang yang dikemas di dalam dandang yang dalam tempo sepekan, 500 paket bakso habis dipesan. Pada saat bersamaan, Cassanda yang pengusaha aneka makanan sehat itu juga menjual paket hamper isi soto mi dalam dandang yang juga dikemas cantik. Namun, bakso malang kampung lebih populer.
Selama satu minggu sebelum Lebaran, pemilik Dapur Pak Broto, pasangan Yohanes Susilo Broto dan Veronica Sri Utami kebanjiran pesanan hamper hingga sepuluh hamper per hari. Pengusaha hamper lainnya, Wita Lawin, turut kebanjiran pesanan. Dia, antara lain, membuat grazing fruit dengan harga mulai Rp 850.000 hingga Rp 1.750.000, justru harga tinggi itu yang paling laku.
”Saya juga bingung. Lebaran ini saya bikin marmer cake 50, laku semua, padahal dijual Rp 650.000,” imbuh Wita.
Jualan kisah
Para pengusaha hamper yang rata-rata kelas rumahan ini mengemas hidangannya seunik dan semenarik mungkin. Yang mereka jual bukan hanya rasa, melainkan juga tampilan dan cerita. Tampilan bisa memberi asosiasi mata tentang sesuatu yang menarik dan indah, sementara cerita dapat memprovokasi pikiran atau ingatan seseorang untuk larut di dalamnya. Itulah yang bisa ditangkap, antara lain, dari hamper bakso malang kemasan dandang.
Sejak kecil, Cassanda yang lahir dan besar di Jakarta itu penggemar bakso. Ia sering membeli bakso kampung yang dijual abang bakso pikulan maupun gerobak dorong. Bola-bola bakso panas ia nikmati dengan cara mencampur saus dan sambal ke mangkuk berisi kuah.
Dengan kata lain, dia dapat mengukur tingkat kepedasan sesuai selera, sebuah kemerdekaan dalam menentukan rasa. Sayangnya, ketika beranjak dewasa, orang tua Cassanda melarang dia membeli bakso kampung lagi, khawatir kurang bersih.
Akan tetapi, kenangan indah mencecap bakso kampung sudah demikian melekat dalam benak Cassanda. Dia ingin keindahan itu dialami juga oleh orang lain. ”Saya pikir mengapa enggak menghadirkan bakso pada bulan puasa. Kalau menyuguhkan bakso kampung dengan menghadirkan dandangnya sekalian rasanya seperti makan bakso kampung zaman dulu,” kata Cassanda dengan mata berbinar.
Ia menilai, pemberian hadiah soto mi bogor atau bakso kampung sedandang-dandangnya kepada saudara atau teman benar-benar suatu hal kecil yang bermakna. Ternyata itu benar belaka, orang ramai memesan bakso bersama dandangnya itu, antara lain, karena merasa bisa bernostalgia sekaligus menemukan kemerdekaan mencampur bahan-bahan dari dandang ke mangkuk bakso.
Dandang menjadi kemasan yang menyimpan banyak cerita, Di balik cerita, kemasan menjadi perhatian tersendiri. Vera, misalnya, menyediakan kemasan hantaran berupa kardus coklat dalam berbagai ukuran. Kemasan itu dipercantik dengan stiker dan pita berwarna emas. Kardus hamper juga dilengkapi dengan stiker Selamat Idul Fitri. Dengan telaten, Vera membungkus hantaran supaya terlihat cantik dan rapi.
Itu semakin menarik karena harga yang dia patok relatif terjangkau. Cassanda yang ditemui Selasa (11/5/2021) di gerai Jl Rawa, Cipete, Jakarta Selatan, menunjukkan dandang berisi bakso urat dan halus, siomai tahu, pangsit goreng, bihun dan mi, sambal, saus kampung, irisan daun bawang dan seledri serta kuah kaldu sapi berikut kartu ucapan yang dia jual sepaket Rp 250.000. Sedandang bakso cukup untuk 3-4 orang. Dandang-dandang berisi bakso itu siap dikirim ke Jakarta, Tangerang Selatan, hingga Bogor menggunakan layanan ojek daring.
Jika Cassanda menggunakan dandang, Wita menggunakan keben Bali untuk hamper kreasinya. Keben adalah wadah sesajen atau banten yang terbuat dari anyaman bambu, mirip dengan besek di Jawa. Wita menggunakannya untuk hamper berisi tiramisu dan buah-buahan.
Dia sengaja menggunakan beragam wadah tradisional, seperti tumbu, purun, dan keben untuk menunjukkan kekayaan kreasi seni Indonesia. Apalagi wadah itu bisa dipakai ulang. Tambahan hiasan berupa bunga, selain pita warna-warni, juga menjadi salah satu gaya Wita dalam menyajikan hamper sehingga indah di mata.
Dia menambah bunga sebagai hiasan, seperti jepun, aster, carnation, dan mawar. Khusus mawar, Wita beli dari pengepul bunga di Jakarta yang mengambil mawar dari petani di Garut, Jawa Barat.
”Saya menyadari, target market saya perempuan. Perempuan itu, dari usia mana pun seneng banget sama yang indah-indah. Kadang kala, logikanya dia tertutupi sama yang cantik-cantik dan indah-indah. Itu strategi marketing saya sebenarnya dan ternyata itu ampuh untuk ’merayu’ secara tidak langsung,” ujar Wita.
Strategi promosi
Debby secara khusus ikut kursus daring tentang cara membungkus dagangannya dengan narasi. Ilmu itu dia terapkan dengan mempromosikan hamper buatannya lewat grup WA, Instagram, maupun media sosial lainnya. ”Prinsip berjualan itu tidak bisa langsung, bisa dibuka dengan menyapa calon pembeli lalu menyampaikan narasi dagangan kita,” ujarnya.
Instagram dan Facebook menjadi tempat promosi menjanjikan. Pandemi Covid-19 tampaknya mendorong banyak orang untuk lebih akrab dengan media sosial. Itulah mengapa para pengusaha hamper ini tidak kehilangan jalan tatkala mobilitas terbatas.
Yohanes Susilo Broto dan Veronica Sri Utami menggunakan grup WA dan Instagram untuk berjualan. Pasangan suami-istri itu memulai usaha makanan yang kemudian dikembangkan menjadi paket hantaran dimulai sejak awal pandemi Covid 19, April 2020. Saat itu, Susilo kehilangan pekerjaannya, sedangkan Vera masih mengajar di beberapa kampus. Lalu, mereka mencoba berwirausaha kuliner.
”Awalnya, enggak sengaja juga, pas mau ulang tahun anak, mau beli kue kok takut. Akhirnya bikin sendiri tiramisu dan cheese cake, eh ternyata kok lumayan enak. Baru kemudian menawarkan ke teman-teman,” ujar Vera.
Meski Susilo telah kembali mendapat pekerjaan, mereka tetap menjalankan wirausaha kuliner ini. ”Kalau sekarang, kami mengerjakan pesanan di sela-sela pekerjaan. Kalau ada yang pesan berapa pun, akan kami layani,” kata Vera.
Sementara itu, Cassanda, yang sejak tahun 2012 sudah membuat usaha hamper Lebaran dan Natal harus memikirkan waktu pemasaran yang tepat. Sengaja, ia mengumumkan kehadiran hamper berisi makanan tradisional itu dua minggu sebelum puasa Ramadhan agar tidak cepat ditiru orang.
Begitu penjualan meledak dan bakso dandang menjadi bahan pembicaraan banyak orang, tetap saja ada pihak yang membuat hampers bakso dengan kemasan hampir sama. Harga dandang pun naik karena pembuatnya kewalahan memenuhi pesanan pembeli. Tapi itu tak soal karena paket dandang dia ludes dibeli pelanggan.
Hamper-hamper buatan mereka turut menghangatkan suasana Lebaran tatkala banyak orang tak bisa bertemu sanak saudara. Dengan beragam kreasi dan narasi, mereka juga bahagia secara finansial. Mereka menjual bingkisan menjual kenangan, juga kehangatan.