Serantang Lebaran dalam Ramadhan
Hantaran Ramadhan dan Idul Fitri menggunakan rantang enamel kembali naik daun. Selain menawarkan menu-menu lezat khas Ramadhan dan Idul Fitri, juga kental dengan nostalgia dan hangatnya cinta ibu melalui menu olahannya.
Dulu, rantang enamel lazim digunakan sebagai wadah hantaran makanan ala rumahan. Kini, rantang enamel dihadirkan kembali sebagai wadah hantaran Ramadhan juga Idul Fitri. Tak hanya berisi makanan khas Ramadhan dan Idul Fitri, tetapi juga kental dengan nostalgia masa kecil serta hangatnya cinta ibu melalui olahan masakannya yang sedap.
Pada Rabu (5/5/2021) petang, Chef Nusantara by Locavore I Putu Dodik Sumarjana terlihat sibuk di dapur Akar Restaurant and Bar di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ia menumis sayur singkong yang lalu dicampur dengan sambal lu’at khas Nusa Tenggara Timur. Campuran sayur dan sambal itu kemudian ditaburkan di atas se’i sapi.
Selain memasak se’i sapi, Putu juga menyiapkan makanan khas Indonesia lainnya, seperti cumi hitam khas Pekalongan, pepes ikan, serta lawar klungah (makanan berbahan dasar batok kelapa muda khas Bali). Putu juga membuat sambal teri nanas, nasi ulam, serta kolak pisang. Semua masakan kemudian dilengkapi menu Peranakan olahan Chef Macgyver berupa udang saus laksa dan sambal tomat kemangi.
Setelah semua siap, hidangan lalu dimasukkan ke dalam rantang enamel bermotif bunga-bunga merah. Sekitar pukul 17.00, masakan di dalam rantang ’dioper’ kepada pengemudi ojek daring untuk dikirim kepada para pemesan. Menjelang matahari terbenam, banyak konsumen memesan sajian rantang untuk berbuka.
Mac Gyver, Chef sekaligus Owner Akar Restaurant and Bar, lalu juga menata sajian rantang di atas meja, menampilkan warna-warni makanan khas Indonesia. Aroma kelezatannya menyeruak kuat dari dalam rantang. Menggugah selera.
Saat makanan menyentuh palet lidah, cita rasa hidangan Nusantara dan Peranakan pun bercampur dengan memori lama. Pada ingatan bahwa dulu orang-orang tua kerap menyiapkan bekal di dalam rantang untuk beragam keperluan, juga sebagai bekal saat bekerja di sawah atau kebun.
Mac Gyver menuturkan, konsep sajian rantang memang sengaja dipilih untuk menghadirkan nostalgia. ”Konsep rantang ini sangat cantik karena menjadi budaya orang Indonesia. Orang tua kita, kakek nenek kita, biasa membawa makanan dalam rantang, lalu kita menikmati bersama. Di samping itu, rantang bisa dipakai berkali-kali, jadi ramah lingkungan,” katanya.
Menu rantang pertama kali diciptakan oleh Nusantara by Locavore yang bermarkas di Ubud, Bali. Di restauran ini, sajian rantang dihadirkan satu minggu sekali. Konsumennya masyarakat setempat dan turis asing yang tengah singgah di Bali. Selama pandemi Covid-19, aktivitas di restauran terganggu seiring pariwisata Bali yang juga terhambat.
Untuk bertahan, Nusantara by Locavore berkeliling ke beberapa kota di Indonesia. Akhir tahun lalu, Locavore memperkenalkan santapan rantang di Jakarta, tetapi penjualan belum maksimal karena ada pengetatan pembatasan sosial berskala besar. April 2020, santapan rantang kembali dipopulerkan oleh Nusantara by Locavore, berkolaborasi dengan Akar Restaurant and Bar yang memang punya kepedulian besar pada sajian masakan modern Indonesia.
Mengusung tema Ramadhan Rantangs, setiap pekannya ada menu berbeda yang disajikan. Mereka mengundang seorang chef tamu untuk menyajikan menu spesial. Santapan Nusantara menjadi benang merah yang diangkat di setiap menu, yang diupayakan tak berasal dari daerah yang sama agar ada keberagaman cita rasa.
Menurut Chef Putu, tantangan menghadirkan menu Nusantara terletak pada bahan baku yang tak semuanya tersedia di Jakarta. ”Paling jauh kami memesan kluwek dari Toraja. Kalau di Jawa dan Bali, kluwek yang dipakai hanya isiannya saja, tapi di Toraja kulit dalam dan kulit luar bisa dipakai. Kami juga membawa upih atau pelepah daun pinang dari Bali untuk membungkus makanan,” ujarnya.
Pekan ini, Mac Gyver menjadi chef tamu sekaligus tuan rumah. Ia sengaja membawa menu Peranakan yang menunjukkan semangat keberagaman. ”Sejak kecil saya terbiasa menikmati makanan peranakan yang rasanya unik. Rempahnya beda, cara masaknya beda. Ini bikin saya bangga jadi orang Indonesia,” ujar Mac Gyver.
Di sajian rantang, ia membuat udang saus laksa yang merupakan gabungan resep keluarga, imajinasi, kreativitas, dan inovasi. Di menu ini, Mac Gyver membuat pepes udang sebagai isian udang yang akan dimasak. Udang itu lalu diselimuti sawi panggang dan diberi kuah laksa. Rasanya unik dan menghangatkan perut.
Restaurant Manager Locavore Riyan Mudadalam menambahkan, sajian rantang tak hanya ditujukan bagi mereka yang punya pengalaman masa lalu, tetapi juga bagi yang belum pernah merasakan agar ada pengalaman baru.
”Setiap Sabtu kami membuat special dinner untuk memperkenalkan menu rantang untuk minggu selanjutnya. Ini memberi pengalaman baru selama Ramadhan,” kata Riyan.
Satu sajian rantang ditawarkan seharga Rp 695.000. Setiap hari 20-30 sajian rantang terjual. Selain untuk hantaran atau dibawa pulang, sajian rantang juga bisa dinikmati di restauran. Ini adalah pekan terakhir Ramadhan Rantangs di Jakarta dan akan segera dilanjutkan ke kota lain.
Ketupat Lebaran
Konsep hidangan rantang juga diusung oleh Warung Imah Babaturan yang berlokasi di Bandung, Jawa Barat, khusus untuk merayakan hari raya Idul Fitri. Namanya, Rantang Lebaran.
Didalam rantang enamel empat susun yang menjadi wadah makanan terdapat sejumlah menu khas hidangan Lebaran, mulai dari ketupat, opor ayam kampung, sambal goreng ati sapi, gulai iga sapi, serta sambal goreng kerecek. Per paketnya ditawarkan seharga Rp 350.000.
Menurut pemilik Imah Babaturan, Mohammad Nurul Hudha (Uyul), Rantang Lebaran sudah dimulai sejak tahun lalu saat pandemi Covid-19 merebak. Rantang Lebaran ini lahir sebagai solusi untuk menyiasati situasi pandemi yang sangat memukul pengusaha kuliner, termasuk Imah Babaturan yang sudah berdiri sejak 2015.
”Pas pandemi, tim dapur yang semuanya orang dari Jawa Tengah, kan, enggak pulang. Kami juga di warung struggle harus gimana caranya biar anak-anak enggak ada yang dipecat, haknya enggak ada yang dikurangi. Jadi kami harus kreatif. Akhirnya muncul ide itu. Ya udahlah kami bikin paket Lebaran biar tetep bisa jualan karena, kan, menurut kami mungkin kebanyakan orang enggak akan pulang (kampung) juga,” tutur Uyul.
Uyul sengaja menggunakan rantang enamel, khususnya motif bunga-bunga merah, agar sesuai dengan konsep warung yang diusung Imah Babaturan. Di sisi lain, Uyul juga ingin menghadirkan kenangan masa lalu. Rantang pada masa lalu, ujarnya, identik dengan masakan rumah. Ini selaras dengan konsep Imah Babaturan yang memang sejak awal menghadirkan masakan rumahan berupa menu-menu masakan dari sang ibu.
”Akhirnya kami coba kasih juga, memori zaman dululah. Walaupun akhirnya kita mempersulit diri sendiri, ya, karena barangnya susah banget. Tapi memang itu juga, memorinya jadi bonus mungkin,” ujar Uyul.
Lebih jauh dia berharap penggunaan rantang juga bisa berkontribusi pada lingkungan. Untuk itu, bila konsumen membeli makanan di Imah Babaturan menggunakan rantang tersebut, mereka akan mendapat diskon 10 persen untuk seumur hidup. ”Nah, itu jadi bagian promosinya,” kata Uyul.
Dari segi menu, Rantang Lebaran sengaja mengusung menu-menu yang memang biasa disajikan oleh sang ibu saat Lebaran. Opor ayam dan pelengkapnya, seperti sambal goreng ati, krecek, dan ketupat, pada hari pertama, lalu gulai iga sapi hari kedua Lebaran. ”Menu lain, sih, banyak, tapi ini yang khas Lebaran. Jadi, kayak Lebaran di rumah banget,” ujar Uyul.
Baca juga: Menu Nusantara untuk Berbuka
Untuk opor ayam kampung, ayam yang digunakan adalah ayam jago. Ayam jago lemaknya sedikit, semakin sering dihangatkan, cita rasanya akan semakin gurih. ”Ketupatnya juga bikin sendiri. Kita pakai beras yang bagus, dan masaknya lebih lama. Jadi dia padat, tetapi enggak keras. Ukurannya juga jumbo,” ucap Uyul.
Tahun lalu, Rantang Lebaran ditawarkan seharga Rp 275.000. Tak dinyana, respons konsumen sangat positif hingga terjual hampir 7 lusin. ”Alhamdulillah, akhirnya kita lolos dari kesulitan keuangan kita. Gara-gara rantang. Karena, kan, kita coba bertahan. Karena susah banget dagang, setengah mati. Akhirnya alhamdulillah berkahnya kita lolos dari lubang jarumlah,” tutur Uyul.
Tahun ini harga Rantang Lebaran lebih mahal karena harga rantang pun naik. Meski sebenernya responsnya masih sangat bagus, Uyul sengaja membatasi hanya 70 paket karena alasan ketersediaan rantang.
”Sekarang sudah sold out. Tahun lalu kirim pake travel ke Jakarta bisa. Tahun ini enggak ada travel-nya juga. Jadi, ini untuk Bandung Raya saja, paling jauh Lembang,” kata Uyul. Semua paket akan dikirim pada H-1 menggunakan jasa pengemudi ojek daring.
Saat ini, selain Rantang Lebaran, Imah Babaturan memiliki 15 menu harian yang menjadi andalan. Dua menu favorit adalah tongseng kambing dan cumi cabai hijau. Selain menu harian, terdapat menu mingguan yang selalu berganti setiap hari Jumat. Semuanya sedap, dengan cita rasa rumahan yang kental, mengingatkan pada hangatnya cinta ibu. Selamat Idul Fitri....