Urban, Nasi Goreng Melintas Zaman
Zaman boleh berganti, tetapi nasi goreng tepat terpatri di hati banyak orang. Inilah beberapa pedagang nasi goreng yang usahanya melintasi zaman.

Irma Lia ketika memasak nasi goreng Bang Tohir di Jakarta, Selasa (27/4/2021).
Irma Lia (37) santai saja menerima seplastik daun mengkudu, padahal ia berjualan nasi goreng. Warga Kelurahan Grogol Selatan, Kecamatan Kebayoran Lama, Jakarta, itu diminta pembelinya untuk menumis daun-daun mengkudu dan memasukkan semua bahan nasi goreng. Agak ganjil, tapi Irma sudah terbiasa.
”Saya sudah akrab sama konsumen itu. Kalau pembeli bawa bakso, petai, atau daging sapi terus minta dicampur nasi goreng, saya masakin saja,” katanya, Selasa (27/4/2021).
Irma tak menaikkan harga karena permintaan tambahan itu. Kesetiaan konsumen memang jadi modal utama Irma mempertahankan usahanya. Di gerobak itu tersedia nasi goreng komplet, hati ampela, petai, mawut, dan gila. Masakan paling favorit, nasi goreng hati ampela dijual seharga Rp 18.000 per porsi. Hidangan paling lengkap, nasi goreng komplet, harganya Rp 25.000 per porsi.
Seusai menerima pesanan, Irma sudah selesai memasak dalam 5 menit saja. Nasi goreng komplet, misalnya, berseling dengan sosis, hati, ampela, telur dadar, otak-otak, dan daging ayam. Sedapnya nasi berbumbukan bawang merah, garam, bawang putih, dan kecap itu berkelindan dengan emping yang renyah.
Elemen paling membedakan dengan nasi goreng pada umumnya, yakni ebi, sehingga menambah gurih. Serpihan-serpihan kol diatur di sisi piring. Setoples acar tersedia di atas meja. Pembeli bisa memilih nasi gorengnya pedas atau tidak. Irma juga menjual kwetiau, mi, dan bihun.
Makanya, pelanggan yang setia sudah banyak. Kalau enggak, mustahil saya bisa bertahan. Saya sering ikut Bapak jualan sejak kecil.
Hidangan berjenama Bang Tohir itu terletak di sisi pelataran parkir di Jalan Kebayoran Lama. Meski sederhana, penghidupan tersebut sudah melalui rentang waktu yang amat panjang. Ayah Irma, Wartono, memulai usaha itu di lokasi yang sama sampai sekarang pada 1970.
”Tohir itu panggilan Bapak dari kecil. Bapak berjualan nasi goreng sejak umur 18 tahun. Sebelumnya, Bapak ikut orang yang jualan nasi goreng juga,” katanya.
Irma, anak keempat Wartono, meneruskan usaha tersebut setelah ayahnya meninggal tahun 2018. ”Makanya, pelanggan yang setia sudah banyak. Kalau enggak, mustahil saya bisa bertahan. Saya sering ikut Bapak jualan sejak kecil,” ujar Irma.
Tak hanya loyalitas konsumen yang diandalkan. Meski hanya berskala mikro, Wartono amat keras kalau sudah mempertahankan cita rasa nasi gorengnya. ”Saya diomeli Bapak kalau enggak serius. Bapak galak, makanya saya jadi bisa masak. Kalau enggak, mana bisa,” katanya.
Irma sambil tertawa
Onak dan duri sudah tentu dilewati berkali-kali. Masa paling mencekam dialami Wartono tahun 1998. Wartono berjualan di depan pertokoan yang dijarah dan dibakar massa ketika kerusuhan berkecamuk. Saat Wartono datang, polisi dan tentara menyuruhnya pulang. ”Ketimbang gerobaknya dibakar. Bapak enggak jualan tiga bulan. Jadi kuli bangunan,” ucap Irma.
Nasi goreng Bang Tohir juga terdampak peristiwa Malari tahun 1974 dan kini, pandemi. Jumlah nasi goreng yang dijual saat ini sekitar 50 porsi per hari, anjlok hampir 70 persen dibandingkan dengan sebelum pagebluk. Irma bertahan dengan menjaga besaran porsi dan orisinilitas resepnya. Salah satunya adalah tetap menggunakan ebi meski mahal.

Penjual melayani beberapa pembeli yang sedang duduk dan menyantap Nasi Goreng Bang Tohir di Jakarta, Selasa (27/4/2021).
”Harus pakai ebi. Dari dulu enggak bisa diubah karena Bapak berpesan begitu. Kata Bapak, teruskan berjualan buat makan sehari-hari. Jangan sampai enggak,” ucapnya.
Ia juga luwes mengikuti perkembangan zaman dengan turut berjualan secara daring sejak 2018. Nasi goreng Bang Tohir bisa dipesan lewat satu toko daring dan dua aplikasi pengantaran makanan dengan sepeda motor.
Nasi goreng memang menjadi primadona pengguna GoFood. Selama setahun ini, nasi goreng merupakan salah satu dari lima kata kunci paling banyak dicari pemesan makanan secara daring itu. Nasi goreng juga termasuk salah satu makanan paling sering dipesan saat sahur.
”Tahun ini, rata-rata penjualan nasi goreng naik 14,5 persen dari awal pandemi,” kata Vice President Corporate Affairs Food and Groceries Gojek Rosel Lavina.
Ia merujuk data April 2021 dibandingkan dengan April 2020. Pada April 2021, sekitar 60.000 porsi sajian itu dipesan lewat GoFood per hari. Peningkatan itu sejalan dengan temuan selama Ramadhan tahun ini bahwa aneka nasi, termasuk nasi goreng, menjadi salah satu menu paling banyak dipesan berdasarkan jumlah dan total nilai penjualan.
Rosel mengacu pada eBook Gojek Sukses Berbisnis di Bulan Ramadhan 2021. ”Dengan beragam pilihan kuliner dan jenis mitra usaha pada layanan GoFood, pelanggan dapat menjelajahi hampir 800.000 menu nasi goreng dari 190.000 mitra usaha kuliner nasi goreng,” ujarnya.
Nasi goreng Apjay yang cukup populer di kalangan anak Jakarta juga kian moncer angka penjualannya setelah beradaptasi dengan penjualan secara daring. Terlebih saat pandemi ini, penjualannya bergantung pada layanan aplikasi online. Meski masih ada pengunjung yang datang langsung, jumlahnya tentu berbeda dibandingkan dengan sebelum pandemi.
”Bahkan, saat mau membuka cabang baru, salah satu yang harus dilihat apa sudah bisa pakai aplikasi online belum. Itu penting, apalagi saat sedang seperti ini,” ujar Ivan, pemilik warung, saat dijumpai di warungnya di kawasan Panglima Polim IX.
Sejak dibuka pada 2009 hingga kini, nasi goreng Apjay telah membuka sejumlah cabang, antara lain di kawasan Cipete, Pondok Pinang, Tebet, dan yang terbaru berada di dekat Permata Hijau. ”Itu (cabang Permata Hijau) baru sekitar sebulan buka. Tapi, sebelumnya ada dua cabang juga di Blok M dan GBK yang tutup karena pandemi ini,” kata Ivan.

Nasi goreng Bang Tohir.
Pada Rabu (28/4/2021) sore itu terbukti para pengemudi ojek daring sudah mulai mengantre di depan warung walaupun belum menunjukkan jam buka. Saat itu masih pukul 16.30, sedangkan jam buka warung masih 30 menit lagi, yaitu pukul 17.00. Para pengunjung yang hendak menyantap langsung juga sudah siaga menanti di depan minimarket dekat warung atau menunggu di dalam mobil.
Ivan tak pernah menyangka bisnisnya terus berkembang. Semula bersama dengan kakaknya, pria asal Tegal ini berbagi tugas. Kakaknya fokus pada menu bakmi godog, sedangkan dirinya mengelola menu nasi goreng. Namun, seiring berjalannya waktu, nasi goreng menjadi yang terfavorit. Bumbu kebuli yang digunakannya pun menjadi ciri khas.
Andalan dari warung ini adalah nasi goreng kambing bumbu kebuli yang dibanderol Rp 32.000 per porsi. Bagi yang lebih suka dengan campuran ayam, ada juga nasi goreng ayam bumbu kebuli, nasi goreng ayam biasa, dan nasi goreng ayam jawa yang dimasak dicampur dengan mi, seperti nasi magelangan. Disediakan juga tambahan campuran, seperti ati ampela, uritan, sayap, telur dadar, atau telur mata sapi.
Dalam sehari, Ivan mengungkapkan dapat menjual hampir 800 porsi, baik yang dimakan langsung maupun pesan antar. ”Itungannya itu beras 1 kilogram bisa jadi 8 piring. Sehari itu bisa sampai 100 kilogram beras habis. Untuk beras ini, juga pakainya yang tidak pulen, tapi juga tidak pera. Udah ada ukurannya, enggak bisa diganti-ganti karena bisa pengaruh ke hasilnya,” tutur Ivan.
Sesuai selera
Begitu pula dengan nasi goreng Bang H Zen yang berada di kawasan Kebayoran Lama. Warung yang sudah berdiri sejak 1991 ini juga tak mau bermain-main dengan beras yang digunakannya. Tempat makan yang telah turun ke generasi keduanya ini pernah menjajal menggunakan jenis beras yang berbeda, ternyata berdampak pada kualitas hasil nasi gorengnya.
”Pernah coba, jadinya malah lembek. Balik lagi pakai beras yang biasanya. Bumbu dan cara masak juga di-pesenin Bapak untuk enggak diubah. Ini yang megang udah anak muda semua, tapi cita rasa dan kualitasnya enggak berubah. Semuanya diajarin sama Bapak dulu,” ungkap Zaenal Abidin, yang merupakan anak bungsu dari pemilik warung.

Nasi goreng cakalang kecombrang yang menjadi menu favorit di Kembang Bawang.
Cara masak di warung ini memang agak berbeda. Di gerobak besar yang berada di depan warung, piring-piring berisi nasi menjulang berjajar. Nasi tersebut ternyata telah digoreng setengah matang. Selanjutnya akan digoreng lagi sesuai dengan selera para pembeli. Nasi goreng kambing pete merupakan primadona di sini.
Selain itu, ada juga nasi goreng pete, nasi goreng ayam, nasi goreng ati ampela, nasi goreng kambing, nasi goreng ayam pete, dan nasi goreng ati ampela pete. ”Bisa pesan juga pedas asin, enggak pakai kecap, atau pedas banget, manis, atau untuk kambing yang tanpa lemak. Itu bisa diatur,” tutur pria yang paginya masih berkuliah ini.
Portugal itu porsi tukang jagal. Ha-ha-ha. Biasanya kalau malam itu rame, tuh.
Di sini, para pembeli juga bisa memesan porsi jumbo atau disebut dengan menu nasi goreng portugal. ”Portugal itu porsi tukang jagal. Ha-ha-ha. Biasanya kalau malam itu rame, tuh,” kata Zaenal yang membuka warung sejak sore hingga pukul 01.00.
Meski diakui pandemi menggerus angka penjualan, pembukaan cabang lain di kawasan Pamulang dan kawasan Bumi Serpong Damai tetap terlaksana. ”Banyak yang minta buka di sana. Setelah liat lokasi dan lain-lain, cocok. Ya sudah buka di sana. Kalau yang di sini, Bapak sampai jual vespa dulu biar bisa punya gerobak dan tempat,” ujar Zaenal yang mengisahkan semula ayahnya berdagang nasi goreng keliling sebelum menempati lokasinya saat ini.
Dosen mata kuliah Makanan dan Kebudayaan Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran, Hardian Eko Nurseto, mengatakan, nasi goreng merupakan sajian yang bisa didapati dari Sabang sampai Merauke karena bahan-bahannya mudah ditemukan.
Hidangan itu juga bisa dimasak dengan cepat dan praktis. Nasi goreng pun sangat mudah diadaptasikan dengan kekhasan setempat. ”Contohnya, di Semarang ada nasi goreng babat. Di kampung-kampung Arab, warganya masak nasi goreng kebuli. Kalau di Makassar, nasi gorengnya merah,” ucapnya.
Sementara nasi goreng di Yogyakarta terasa manis. Maka, nasi goreng tidak hanya makanan, tetapi juga bisa dipandang dengan perspektif kultur, sosial, bahkan politik. ”Misalnya, waktu Indonesia menerima lawatan Barack Obama (saat itu Presiden Amerika Serikat),” katanya.
Sebagai tuan rumah yang baik, Indonesia tentu ingin menyenangkan tamunya. Nasi goreng pun dipilih untuk disajikan sebagai makanan kenangan Obama. ”Saat Prabowo bertemu Megawati seusai pemilu (tahun 2019), yang dimakan juga nasi goreng. Jadi, bingkainya bisa ke mana-mana,” kata Nurseto sambil tersenyum.
Walau terkesan sederhana, membuat nasi goreng yang enak dan rasanya meresap di hati bukan hal mudah. Apalagi sampai melekat hingga puluhan tahun. Cita rasa ambyar, rekonsiliasi pun bisa buyar. Nyaaaam….