Tak hanya menghadirkan koleksi yang mengadopsi gaya khas urban, desain yang riang (”playful”), dan warna vibran, para desainer muda Indonesia juga mengusung mode berkelanjutan yang ramah lingkungan.
Oleh
Mawar Kusuma & Fransisca Romana Ninik
·6 menit baca
Busana rancangan desainer Tanah Air kian mendapat tempat di hati pencinta mode, terutama kaum muda. Tak hanya menghadirkan koleksi yang mengadopsi gaya khas urban, desain yang riang (playful), dan warna vibran, mereka juga mengusung mode berkelanjutan yang ramah lingkungan.
Gabungan konsep tersebut menjelma busana yang memikat anak muda dan mereka yang berjiwa muda. Seperti yang terlihat dalam rancangan delapan desainer lokal yang dibuat khusus untuk pop-up store Ministry of Cool di Plaza Indonesia, Selasa (27/4/2021).
Pada Jumat (23/4/2021), hadir pula lini mode terbaru dari SVH, yaitu Drips by SVH yang juga mengusung gaya muda riang berbalut kesadaran menjaga alam.
Butik Ministry of Cool yang dioperasikan Plaza Indonesia menjadi wadah bagi jenama lokal sejalan gerakan mendukung produk dalam negeri yang diutarakan Presiden Joko Widodo. Sementara, SVH meluncurkan produk yang melulu uniseks dengan sentuhan desain longgar lewat video di kanal Youtube dengan pemasaran mengandalkan cara daring.
”Di lantai 4 ini targetnya memang kaum muda. Kami memilih delapan desainer ini karena DNA mereka memang anak-anak muda. Koleksinya hype, happening. Bajunya uniseks, jadi bisa lebih leluasa untuk dipakai pria dan wanita,” kata Ria Juwita, Senior Manager Event & Promotion and Creative Services Plaza Indonesia.
Kedelapan jenama tersebut, yakni Amotsyamsurimuda, Danjyo Hiyoji, Imaji Studio, Lekat Dua, Money Man, Rigio, Wilsen Willim, dan Wastu, menghadirkan koleksi siap pakai. Ragam koleksi mereka terentang dari busana upcycle, street fashion, hingga berbahan tenun lokal.Jenama Money Man, misalnya, bermain-main di ranah street fashion yang merepresentasikan jiwa bebas kaum muda. Salah satu rancangan yang unik adalah bandana jacket yang terbuat dari bandana lawas. ”Kami upcycle dari bandana vintage. Saya bikin reversible (bolak-balik). Satu jaket terdiri dari 20 bandana,” kata Dasril Tanjung, pemilik Money Man.
Elemen kejutan
Setiap bandana dikurasi motif dan warnanya untuk dipadukan satu sama lain menjadi tampilan yang harmonis. Dasril memilih warna-warna cerah, seperti biru terang, jingga, kuning, dan merah muda. Dengan cara ini, tidak ada tampilan yang sama dalam satu koleksi tersebut.
Permainan warna cerah dengan gambar print yang unik ditawarkan Amotsyamsurimuda. ”Aku senang bikin print yang ngaco. Jadi, baju itu diisi dengan print kilas balik desain dari rancangan-rancangan sebelumnya. Show pertamaku, show terakhirku, suasana di belakang panggung. Ini semacam tribute shirt,” ujarnya.
Kemeja dengan dasar putih yang diisi panel-panel gambar desain kilas balik berwarna cerah diberi judul ”Awas Designer Galak”. Kemeja ini disandingkan dengan tote bag bermotif senada.
Tampilan lain berupa kemeja berdasar hitam dengan print motif acak diberi aksen garis merah muda sebagai elemen kejutannya. Amotsyamsurimuda juga menampilkan kemeja yang didominasi motif garis-garis dalam beragam warna tetapi dengan potongan longgar. Meski jenaka, kesan yang ditampilkan tetap simpel dan proporsional.
Danjyo Hiyoji mengusung koleksi siap pakai yang segar dalam warna maupun potongan. Di antaranya adalah setelan celana dan jas hitam dengan permainan motif dalam warna cerah.
Pipa celana panjang di separuh sisi kanan dan kiri menampilkan ragam motif bentuk-bentuk berwarna cerah seperti oranye, kuning, hijau, dan biru. Sementara separuh sisi lainnya tetap hitam bergaris.
Celana panjang ini dipadukan dengan jas dengan permainan motif serupa. Warna hitam bergaris ditampilkan pada saku dan kerah, bahkan diberi aksen serut pada bagian pinggang dengan tali yang bisa diatur panjang pendeknya.
Paduan lain berupa jas hitam bergaris pada sebagian besar tampilan, hanya diberi gambar kuda pada pojok bawah dan serutan pada bagian kerah.
Wilsen Willim mengetengahkan busana dengan siluet yang nyaman untuk hari kerja atau akhir pekan. Dia bermain-main dengan sablon, misalnya pada kemeja, dengan motif elemen Indonesia, seperti pala atau barong.
Ramah lingkungan
Jenama Imaji Studio, Wastu, Lekat, dan Rigio mengedepankan konsep mode berkelanjutan dalam koleksi mereka. Imaji Studio juga melakukan upcycle untuk koleksinya. Jenama yang berdiri tahun 2015 ini, menurut pemiliknya, Shari Semesta, didirikan di bawah tiga pilar, yakni couture, nature, dan art.
Imaji Studio mengetengahkan desain kontemporer dalam busana leisure wear dengan palet warna kalem, seperti biru tua, coklat, dan abu-abu, karena memakai pewarna alam. ”Kami bekerja sama dengan petani lokal untuk pewarna alam. Material juga dibuat dari tenun lokal melalui kerja sama dengan pengrajin lokal juga,” tutur Shari.
Mereka menggunakan kembali kain-kain sisa koleksi sejak tahun 2015. Dengan cara ini, lanjut dia, jenamanya bisa berkontribusi pada pengurangan polusi dari sampah mode.
Auguste Soesastro dari Wastu memanfaatkan surplus kain dari baju ekspor. ”Bahan yang kami pakai tidak ada yang dibeli dari produksi kain. Semua adalah sisa dari pabrik ekspor mitra kami,” ujarnya.
Adapun Lekat masih mengangkat tenun badui dan beberapa jenis wastra Nusantara. Koleksi kemeja putih dengan aksen patchwork, misalnya, juga dibuat dari kain yang di-upcylce.
Demikian pula jenama Rigio yang rancangannya terinspirasi beragam hal saat jalan-jalan keliling dunia. Perancangnya, Sergio Berlino, ingin agar koleksinya bisa terus menghidupi makna mode berkelanjutan.
Mengedepankan material ramah lingkungan, Drips by SVH berfokus pada pakaian sehari-hari generasi muda perkotaan dengan desain yang sederhana dalam varian warna lembut yang dapat digunakan oleh laki-laki ataupun perempuan. Direktur Kreatif SVH Bambang Wahyudi Praja yang akrab disapa Bengki menyebut penggunaan material alami 100 persen serat kapas tanpa perlakuan kimiawi.
Mengakomodasi gaya busana untuk mobilitas tinggi, material kapas tersebut memiliki penyerapan keringat yang tinggi, sehingga cocok untuk konsumen iklim tropis seperti Indonesia. Serat kapas yang digunakan terdapat celah mikro dan lubang mikro, yang memungkinkan penyerapan kelembaban dan ventilasi yang lebih baik.
”Proses mendesainnya terinspirasi elemen alam. Nyaman dan ringan karena sustainable material. Selaras dengan filosofi tetesan air, kami percaya setiap tindakan memiliki dampak bagi ekosistem di sekeliling kita. Ini cara membuat alam lebih baik di masa pandemi,” ujar Bengki, yang melengkapi koleksi busananya dengan 50 desain tas.
Koleksi Drips by SVH yang dominan busana longgar ini juga pas untuk dipakai di hari Raya dengan menambahkan sedikit sentuhan aksesoris seperti kerudung. ”Konsep oversized karena kain 100 persen kapas ini akan menciut 2-3 persen ketika dicuci. Tidak khusus untuk hari raya, tapi tinggal styling-nya aja,” tambah Bengki.
Menyambut bulan Ramadan, SVH menggelar program CSR #SVHBerbagi dengan mendonasikan baju baru koleksi SVH. Ratusan paket baju telah disalurkan ke beberapa yayasan dan pesantren, seperti Pondok Pesantren dan Panti Asuhan Yayasan Kartujah Firdaus, serta Moslem Community Centre Yayasan Al-Alim.
Bergaya dan bergerak tanpa batas, koleksi busana yang khas anak muda ini mampu mengakomodasi jiwa bebas pemakainya. Bebas bergerak dengan tetap berbalut kecintaan pada bumi.