Menyikapi Kelebihan Pasokan Ruang Perkantoran
Bisnis yang tertekan pandemi Covid-19, ditambah dengan pasokan ruang kantor yang berlebih, membuat penurunan tingkat hunian kantor. Situasi ini memberi warna baru dalam bisnis ruang perkantoran di Indonesia.

Foto udara kawasan bisnis dan perkantoran di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Minggu (7/2/2021). Bisnis ruang perkantoran kian tertekan karena efek pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 telah mengubah kebiasaan dan cara kerja masyarakat. Mereka yang tadinya rutin ngantor kini bisa bekerja di mana saja, termasuk di rumah. Bisnis yang tertekan, ditambah dengan pasokan ruang kantor yang berlebih, membuat penurunan tingkat hunian kantor. Situasi ini memberi warna baru dalam bisnis ruang perkantoran di Indonesia.
Aditya Surya (35) sudah lebih dari setahun menjalani pekerjaan secara remote atau tidak perlu ngantor karena pandemi. Pertemuan yang biasanya dilakukan secara tatap muka kini beralih di ruang digital melalui berbagai aplikasi, seperti Zoom dan WebEx.
Menurut dia, sebelum pandemi, kantornya tidak pernah mengenal sistem work from home (WFH). Setiap hari, ia diwajibkan ngantor dan ikut rapat harian. ”Sekarang kalau mau ke kantor malah ’dipersulit’ karena kantorku termasuk yang paling parno dengan Covid-19,” ujar pria yang bekerja di kantor kedutaan asing ini, Rabu (21/4/2021).
Aditya sudah bekerja di Jakarta selama empat tahun sejak 2016. Ia bekerja jauh dari keluarga yang tinggal di Yogyakarta. Begitu ditemukan kasus positif Covid-19 di Indonesia pada Matet 2020, ada anjuran untuk bekerja dari rumah. Ayah dua anak ini lalu memutuskan bekerja dari kampung halaman sehingga bisa lebih dekat dengan keluarga.

Foto udara kawasan bisnis dan perkantoran di Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Minggu (7/2/2021). Pandemi Covid-19 membuat bisnis ruang perkantoran turut tertekan.
Bekerja secara jarak jauh ternyata memberikan banyak keuntungan, seperti ia mudah mengatur waktu, mengurangi pengeluaran untuk transportasi, dan membuatnya dekat dengan keluarga. Kelemahan dari sistem kerja ini adalah batasan ruang personal dan profesional menjadi kabur.
Aditya menyarankan agar karyawan mendapatkan kebebasan untuk memilih sistem kerja yang paling sesuai dengan mereka, seperti bekerja di kantor, WFH, atau hybrid (gabungan keduanya). ”Kalau selama pandemi ini output kerja baik-baik saja, ya, kenapa tidak WFH aja,” katanya.
Pratama (40), karyawan swasta, menuturkan, doanya untuk tidak perlu sering-sering ke kantor dijawab dengan pandemi. ”Dulu aku pernah bilang ke istri, kayaknya enak deh kalau ke kantor hanya seminggu dua kali saja, eh kejadian,” ujarnya sambil tertawa.
Menurut dia, dengan adanya pandemi, perusahaan tempatnya bekerja menjadi sadar bahwa 40-50 persen pekerjaan karyawan bisa dilakukan di rumah.
Dalam kondisi normal, Pratama menghabiskan waktu minimal empat jam perjalanan pergi-pulang dari rumah di daerah Cibubur, Jakarta Timur, ke kantor di Kuningan, Jakarta Selatan. Begitu pandemi, ia tidak lagi harus menghabiskan waktu di perjalanan. Ia hanya ke kantor satu hingga dua kali dalam sepekan untuk mengikuti rapat penting.
Menurut dia, dengan adanya pandemi, perusahaan tempatnya bekerja menjadi sadar bahwa 40-50 persen pekerjaan karyawan bisa dilakukan di rumah, kecuali untuk pekerjaan front desk, seperti resepsionis, yang memang harus ke kantor. ”Kemungkinan sistem kerja WFH ini akan dijadikan pertimbangan kantor begitu pandemi selesai,” ujarnya.
Baca juga : Insentif Sektor Properti Disambut Baik dengan Catatan
Semakin tertekan
Perubahan sistem kerja, ditambah kegiatan bisnis yang melambat sebagai dampak pandemi, memang dinilai oleh banyak pengamat akan mengubah corak dalam bisnis perkantoran. Perubahan ini sudah mulai terasa ketika banyak perusahaan tidak memperpanjang atau mengurangi sewa ruang kantor serta menunda atau menahan rencana ekspansi. Banyaknya suplai perkantoran juga membuat harga sewa ruang kantor diprediksi akan semakin tertekan.
IGAM Savitri dari Asosiasi Real Estate Broker Indonesia bidang organisasi dan keanggotaan menjelaskan, pandemi membawa dampak penurunan permintaan ruang kantor, baik karena kebijakan WFH maupun penutupan ruang-ruang kantor yang bisnisnya terdampak pandemi. ”Kantor-kantor ini harus menutup atau memperkecil usahanya,” kata Savitri yang juga menjabat Direktur Leads Property, sebuah lembaga konsultan properti.

Petugas satuan polisi pamong praja melakukan inspeksi mendadak gedung perkantoran dan mal di kawasan Jalan Casablanca, Jakarta Selatan, Rabu (13/1/2021). Satpol PP DKI menyiagakan 2.000 personel untuk mengawasi pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat sesuai arahan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Jawa-Bali oleh pemerintah pusat pada 11-25 Januari 2021.
Dengan adanya oversupply perkantoran ini, menurut Savitri, harga sewa ruang perkantoran menjadi tertekan dan lebih kompetitif untuk para penyewa. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan yang memanfaatkan peluang untuk melakukan pengurangan atau memindahkan kantor mereka ke gedung perkantoran yang lebih baru dengan harga lebih kompetitif.
Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto mengatakan, tren penurunan ruang sewa perkantoran mulai terlihat sejak 2013. Ketika itu, rata-rata okupansi ruang perkantoran mencapai 95,3 persen, lalu turun pada tahun-tahun berikutnya. Tahun 2020, tingkat okupansi ruang perkantoran 80,6 persen. Tahun ini, tingkat hunian ruang perkantoran diperkirakan 77,9 persen dan turun lagi ke level 77,7 persen tahun 2022.
Menurunnya sewa ruang perkantoran dipicu semakin banyaknya suplai perkantoran. Ia menyebutkan, pada tahun 2021, tambahan ruang perkantoran diproyeksikan 231.857 meter persegi atau naik 9,2 persen dibandingkan tahun 2020 yang sebesar 212.247 meter persegi. Pasokan terbanyak ada di kawasan pusat bisnis (CBD) Jakarta.
Pasokan yang berlebih memicu tingkat okupansi melandai. Kegiatan bisnis yang melambat akibat pandemi Covid-19 makin memberi tekanan sehingga beberapa penyewa hengkang dan hal ini berimplikasi pada penurunan tingkat hunian.
”Pasokan yang berlebih memicu tingkat okupansi melandai. Kegiatan bisnis yang melambat akibat pandemi Covid-19 makin memberi tekanan sehingga beberapa penyewa hengkang dan hal ini berimplikasi pada penurunan tingkat hunian,” kata Ferry dalam konferensi pers Property Market Jakarta dan Bali triwulan I-2021, Rabu (7/4/2021).
Ferry menambahkan, tingginya ruang kosong baru yang tersedia menyebabkan tarif sewa ruang kantor tertekan. Penurunan tarif sewa di CBD Jakarta rata-rata 1 persen per bulan, sedangkan di luar CBD turun hampir 5 persen. Tarif sewa kantor di Jakarta diperkirakan terus turun sepanjang tahun ini. Pasokan ruang perkantoran diprediksi baru akan menemukan keseimbangan pada tahun 2023 dan 2024 dengan ketiadaan pasokan baru.

Pekerja membersihkan dinding kaca gedung perkantoran dengan menggunakan gondola di kawasan Grogol Petamburan, Jakarta, Sabtu (18/7/2020). Menurut konsultan properti Colliers International Indonesia, pada 2020-2024 akan ada penambahan ruang perkantoran seluas 1,22 juta meter persegi di Jakarta. Sementara okupansi kantor terus menurun karena suplai melebihi serapan.
Baca juga : Harga Sewa Gedung Perkantoran Diprediksi Tetap Tertekan Tahun Ini
Tak menyurutkan
Bagi para pengembang, oversupply perkantoran ini tidak menyurutkan tekad mereka untuk melanjutkan pembangunan atau meluncurkan gedung-gedung perkantoran baru. Berbagai siasat dilakukan, mulai dari merancang gedung sesuai tren dan protokol kesehatan hingga menyusun rencana pemasaran modern sesuai dengan kecenderungan digital saat ini.
Direktur Ciputra Group Nararya Ciputra Sastrawinata percaya, meski digitalisasi dan teknologi memberi keuntungan untuk para pekerja, pertemuan tatap muka masih memiliki lebih banyak keuntungan. Oleh karena itu, ruang perkantoran masih dibutuhkan. ”WFH ini sebelumnya, kan, bukan pilihan. WFH terjadi karena memang ada pandemi. Kalau diminta memilih, masih ada lebih banyak keuntungan pertemuan tatap muka,” katanya.
WFH ini sebelumnya, kan, bukan pilihan. WFH terjadi karena memang ada pandemi. Kalau diminta memilih, masih ada lebih banyak keuntungan pertemuan tatap muka.
Ciputra Group meyakini bahwa pandemi tidak akan mematikan geliat properti ruang perkantoran. Justru perusahaan yang mampu membaca tren dan menyesuaikan pemasaran produk terhadap target pasar yang tepat bisa meraup keuntungan.
Hal ini dibuktikan dengan penjualan Citra Towers Kemayoran yang tidak terdampak pandemi. Sebelum pandemi Covid-19, penjualan properti perkantoran di Citra Towers Kemayoran sudah mencapai 90 persen pada Desember 2019. Begitu ada pandemi, penjualan tetap naik, bahkan kini sudah mencapai 98 persen.

Bagian depan kompleks perkantoran Citra Towers Kemayoran di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, yang dilengkapi dengan tempat bersantai dan gedung bioskop.
GM Sales & Marketing Citra Towers Kemayoran Jimmy Soh menuturkan, pandemi telah memengaruhi berbagai sektor bisnis. Ada sektor usaha yang menurun, tetapi banyak juga yang bertahan atau justru bertumbuh sejak ada pandemi. Contohnya saja perusahaan asuransi, farmasi, kuliner, dan pertambangan. ”Perusahaan-perusahaan ini merupakan target pasar yang cukup menjanjikan,” katanya.
Ia menjelaskan, kunci kesuksesan Citra Towers Kemayoran terletak pada produk gedung yang memenuhi kebutuhan masyarakat, program marketing, dan pelayanan kepada konsumen yang memuaskan. Di Citra Towers, ruang perkantoran dibangun dengan fasilitas gaya hidup, seperti dilengkapi gedung bioskop dan restoran.
Di gedung ini juga terdapat ruang perkantoran dengan konsep CreO (creative office) untuk mendukung pengusaha muda dan para calon pengusaha dalam merintisstart up mereka. ”Dengan konsep ini, akhirnya orang menghargai. Kami mendapatkan keuntungan jangka panjang karena berhasil menciptakan produk sesuai keinginan masyarakat,” katanya.

Suasana interior gedung perkantoran Citra Towers Kemayoran di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat.
Selain dalam hal rancangan bangunan, Ciputra Group juga mengedepankan program marketing sesuai dengan perubahan. Pemasaran dan transaksi kini bisa dilakukan secara digital. ”Tanggapan dari konsumen sangat positif karena dengan cara digital, mereka tidak perlu antre atau tidak perlu jauh-jauh datang untuk lihat lokasi,” kata Nararya.
Perusahaan lain, PT Intiland Development Tbk, mengedepankan konsep perkantoran sehat sebagai unique selling point produk perkantoran yang dipasarkan. Konsep ini sebenarnya sudah disiapkan jauh sebelum pandemi, tetapi digaungkan kembali untuk meyakinkan calon konsumen bahwa faktor kesehatannya terjaga dengan berkantor di gedung Intiland.
Konsep sehat diterapkan di berbagai proyek, seperti Spazio Tower di Surabaya yang memiliki area terbuka hingga 60 persen, jendela yang dapat dibuka di setiap unitnya, serta koridor terbuka untuk memaksimalkan sirkulasi udara di dalam gedung. Demikian juga Praxis di Surabaya yang juga memiliki koridor luas tanpa AC dengan area terbuka dan penghawaan alami.

Kompleks perkantoran Spazio Tower yang dibangun pengembang PT Intiland Development Tbk di Surabaya, Jawa Timur.
Sementara di Jakarta, perusahaan ini membangun South Quarter di kawasan TB Simatupang, Jakarta Selatan, yang hemat energi.
Untuk menarik konsumen pengguna akhir (end user) dan investor, perusahaan ini juga menyediakan strategi insentif kemudahan, seperti program cicilan uang muka, promo bunga khusus dengan kredit investasi bank tertentu, keringanan biaya service charge, hingga menyediakan finished unit dengan lantai dan plafon.
”Seiring perkembangan WFH dan akibat pandemi Covid-19, tingkat permintaan terhadap pasar perkantoran memang mengalami kontraksi. Namun, kami melihat bahwa perkantoran yang menerapkan protokol kesehatan yang baik dengan sirkulasi udara dan pencahayaan yang baik saat ini dicari masyarakat,” kata Corporate Secretary Intiland Theresia V Rustandi.
Kami melihat bahwa perkantoran yang menerapkan protokol kesehatan yang baik dengan sirkulasi udara dan pencahayaan yang baik saat ini dicari masyarakat.

Gambar konsep koridor dalam gedung perkantoran Praxis yang dikembangkan PT Intiland Development Tbk di Surabaya, Jawa Timur.
Baca juga : Geliat Pengembang Properti Menangkap Peluang di Ibu Kota Negara Baru