Mercedes-Benz C 300 Final Edition, ”Si Bungsu” yang Menanti Dikoleksi
Sedan laris Mercedes-Benz C-Class generasi kelima berkode W205 memasuki edisi pamungkasnya. Peningkatan fitur keamanan serta statusnya sebagai edisi pamungkas makin membuat ”si bungsu” ini layak dikoleksi.
Oleh
HERLAMBANG JALUARDI
·6 menit baca
Sedan laris Mercedes-Benz C-Class generasi kelima berkode W205 memasuki edisi pamungkasnya. PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia melansir C 300 Final Edition dalam balutan nuansa AMG pada Januari 2021 silam. Peningkatan fitur keamanan serta statusnya sebagai edisi pamungkas makin membuat ”si bungsu” ini layak dikoleksi.
Perjalanan sedan C Class sejatinya dimulai ketika Mercedes-Benz mengembangkan W201 pada 1982 dari desainer Bruno Sacco. Bentuknya menonjolkan garis-garis tegas dengan lampu utama berbentuk kotak. Setelah menjalani uji coba sejauh 50.000 kilometer, mobil beremblem 190 E ini resmi meluncur pada Agustus 1983 dengan julukan ”Baby Benz”.
Model W201 bertahan cukup lama, yaitu sekitar 10 tahun. Pada 1993, Baby Benz berubah bentuk menjadi lebih dinamis di bawah kode model W202, dan pertama kali memakai nama C Class. Di Indonesia, mobil ini dirakit di pabrik Mercedes-Benz di daerah Wanaherang, Bogor, Jabar. Sedan berukuran menengah ini mulai beredar di dalam negeri pada 1994.
Popularitas C Class diikuti dengan perakitan model-model berikutnya, seperti W203 pada tahun 2000, W204 (2007), dan W205 (2015). ”Sejak dikenalkan pada 1994, C Class ini salah satu best seller dan punya banyak penggemar,” kata Choi Duk Jun, Presiden Direktur PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia (MBDI), pada Januari lalu. Lebih dari separuh penjualan sedan MBDI selama tahun 2020 disumbangkan C Class.
Setelah lima tahun mengaspal, generasi model W 205 akhirnya memasuki babak penutup. Untuk merayakannya, MBDI meluncurkan dua tipe terakhir, yaitu C 200 AMG dan C 300 AMG. Keduanya diimbuhi frasa ”Final Edition”. Edisi terakhir ini menjadi jembatan bagi C Class sebelum memasuki generasi berikutnya.
Kompas mencoba varian tertinggi, yaitu C 300, April lalu. Unit itu berwarna merah yang diberi nama hyacinth red metallic. Paduan warna merah dengan trim sematan AMG membuat mobil terlihat gahar sekaligus mewah di saat bersamaan. Tampilan luar makin komplet dengan penggunaan velg berdiameter 19 inci yang sebelumnya jadi kelengkapan standar tipe C 43 AMG.
Setelah lima tahun mengaspal, generasi model W 205 akhirnya memasuki babak penutup.
Selain berganti velg, penampilan C 300 edisi terakhir ini masih sama dengan edisi keluaran 2019. Rasa berkendaranya pun tetap solid. Manuver roda lewat putaran setir berbentuk flat bottom itu persis sesuai yang diinginkan pengemudinya.
C 300 AMG Final Edition ini memakai mesin yang sama dengan edisi sebelumnya, yaitu empat silinder segaris berkapasitas 1.991 cc. Mesin itu mengeluarkan tenaga maksimal 258 hp pada putaran 5.800-6.100 rpm, dengan torsi puncak 370 Nm pada putaran mesin 1.800-4.000 rpm. Spesifikasi itu sama dengan C 300 lansiran tahun 2019.
Walau demikian, produksi tenaga C 300 lebih besar 54 hp dibandingkan dengan varian C 200 Final Edition meski memakai mesin berjenis sama. Selisih harganya mencapai Rp 100 juta lebih mahal. C 300 AMG Final Edition dijual dengan harga Rp 1,020 miliar off the road.
Kode keamanan
C 300 keluaran terakhir ini telah memakai kunci modern yang tidak perlu dikeluarkan dari kantong. Membuka pintu tinggal memegang dan menarik pegangan pintunya—berlaku untuk semua pintu. Membuka bagasi pun tinggal mengayunkan kaki ke kolong. Menyalakan mesin tinggal menekan tombol start.
Posisi duduknya sangat nyaman dan mudah diatur secara elektrik. Penyesuaian ketinggian setir juga praktis dengan tuas elektrik. Sandaran kepala di jok pengemudi bisa dimaju-mundurkan secara manual sehingga posisi menyetir bisa lebih enak. Jadi sangat mudah mencari posisi menyetir paling nyaman.
Kenyamanan sudah terasa begitu mesin menyala. Jika pengemudi mengaktifkan fitur easy entry/exit, konfigurasi jok dan tuas setir akan otomatis kembali ke posisi terakhir sebelum ditinggalkan pengemudi.
Sabuk pengaman bakal mengetat sesaat begitu dikaitkan. Sensasi itu seperti memberi kode bahwa keamanan penghuni mobil akan terjaga baik. Jaminan itu diperkuat dengan kelengkapan fitur-fitur keamanan dan keselamatannya.
Melalui sensor yang terpasang di sejumlah sisi, mobil akan memonitor jarak aman dengan kendaraan lain. Layar infotainment akan menampilkan kondisi di sekitar mobil jika terlalu dekat dengan obyek lain, lengkap dengan bunyi peringatan. Suara ”bip” berulang juga akan terdengar jika pengemudi mengaktifkan lampu sein, sementara ada obyek lain yang mendekat di arah tersebut.
Jika terjebak di kemacetan yang padat, bunyi-bunyi itu bermunculan. Tak apa, ini demi keamanan. Bahkan, khusus di varian C 300, Mercedes-Benz telah menyematkan sistem yang mereka beri nama Pre-Safe. Mobil akan mengurangi dampak kecelakaan bagi penghuninya dengan cara menegakkan kursi, mengetatkan sabuk pengaman, dan menutup jendela serta sunroof jika sensor membaca kemungkinan tabrakan. Kami ”beruntung” tak sampai mencicipi fitur ini yang sebelumnya hanya ada di kelas yang lebih tinggi.
Fitur lain yang menyokong kemanan berlalu lintas adalah lane keeping assist. Kami merasakan setir bergetar—tak terlalu kencang—ketika membelokkan kemudi melintasi garis marka jalan tanpa menyalakan lampu belok. Lampu peringatan di layar instrumen bakal berkedip jika jarak dengan kendaraan di depan terlalu dekat. Jagalah jarak agar lebih aman.
Dalam pengujian di ruas jalan tol yang lengkap rambu dan marka jalannya, mobil juga "dicegah" untuk melanggar garis marka tak terputus di pinggir jalur. Jika garis sebelah kanan dilanggar, terasa roda kiri mengerem otomatis agar moncong mobil bergerak kembali ke jalurnya yang benar.
Melalui sensor yang terpasang di sejumlah sisi, mobil akan memonitor jarak aman dengan kendaraan lain.
Dihela maksimal
Fitur kemanan dan keselamatan, ditambah pengendalian yang presisi, menambah rasa percaya diri untuk menggeber mobil ini. Sayang kalau keunggulan tenaganya tidak dinikmati. Daya yang superior ini menjadi alasan penting memilih C 300 dari pada C 200. Di jalan tol yang lengang menuju daerah Sawangan, kami punya kesempatan menghelanya secara maksimal pada pagi hari.
Putaran roda belakang ditambah sistem transmisi sembilan percepatan (9G-Tronic) memberi efek pacu yang menyenangkan. Sebelum posisi transmisi menyentuh tingkat kesembilan, kecepatan tinggi sudah tercapai. Permukaan jalan tol yang agak bergelombang tak memberi efek goyang signifikan di dalam kabin meski tidak membawa penumpang dan barang. Pengendaliannya tetap mantap.
Kekedapan kabinnya juga terasa senyap. Pada awal Maret silam, kami pernah menyetir mobil ini dalam kondisi ban kanan depan kempes sama sekali. Ban jenis run flat tire itu sobek terhantam lubang. Suara gesekan aspal dengan ban kempes nyaris tak terdengar dari dalam kabin. Meski dalam kondisi genting, membawa pulang mobil dalam kondisi apes begitu jadi makin tenang berkat hiburan dari sistem audio keluaran Burmester yang merdu.
Dengan tenaga yang terbilang besar, konsumsi bahan bakarnya masih masuk akal. Penggunaan di dalam ruas tol dengan memanfaatkan cruise control pada batas 90 kilometer per jam membuahkan angka 15 kilometer per liter. Sementara merayap di kemacetan parah dalam kota, konsumsi bahan bakarnya menyentuh angka 7 kilometer per liter. Secara rata-rata untuk rute kombinasi jalan tol yang lengang dan jalan raya perkotaan yang padat, tercatat konsumsi BBM 8,6 km per liter.
Kehadiran generasi terbaru C Class memang hanya menunggu waktu. Namun, untuk saat ini, edisi penutup W205 ini masih jadi pilihan menarik. Bukan tidak mungkin, popularitas ”si bungsu” ini bakal menyerupai E Class W 124 Masterpiece yang jadi incaran pencinta Mercedes-Benz di kemudian hari.