Konsumsi kopi pada momen Ramadhan perlu penyesuaian seiring dengan perubahan ritme makan dan minum selama berpuasa. Hal tersebut penting demi menjaga sensasi sesapan kopi agar tetap nyaman di lambung.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·5 menit baca
Ibadah puasa selama Ramadhan mengubah pola makan dan minum, terutama umat Islam yang menjalankannya. Aktivitas konsumsi yang berpusat pada malam serta dini hari membuat orang kian hati-hati dalam menikmati sejumlah hidangan. Kehati-hatian itu terutama tercurah pada kopi, yang tidak bisa sembarangan orang minum apabila perut kosong.
Rizky Devita (28), misalnya, mewaspadai betul kopi berdampak ke sistem pencernaannya saat puasa. Warga Cipayung, Jakarta Timur, ini pernah mengalami perut mulas karena langsung minum kopi sesaat setelah berbuka puasa.
”Sekitar dua tahun lalu, perut saya pernah mulas-mulas karena minum kopi saat baru masuk buka puasa. Kondisi perut waktu itu pun belum terlalu terisi makanan. Sekarang akhirnya pengalaman itu jadi teringat terus dan aku wanti-wanti jangan sampai terulang,” tuturnya, Jumat (23/4/2021) siang.
Setelah pengalaman buruk itu, Rizky kerap dilanda kekhawatiran setiap ada kesempatan menyesap kopi pada bulan Ramadhan. Dia waswas pengalaman mulasnya terulang, apalagi kalau hal itu terjadi saat sedang berkumpul bersama teman-teman.
Pengalaman Rizky juga menjadi kewaspadaan sebagian orang yang menjalankan ibadah puasa. Karena risiko gangguan pencernaan, ada yang akhirnya menghindari atau mengurangi frekuensi minum kopi saat bulan puasa.
Beberapa tahun belakangan ini kebiasaan mengonsumsi kopi, yang sebelumnya minuman ini umumnya dikonsumsi orang tua, kini ikut dinikmati kalangan muda. Tingkat konsumsi kopi di dalam negeri pun meningkat. Kompas.id edisi 11 Maret 2020 menyebutkan, tahun 2018-2019 merupakan puncak konsumsi kopi dalam negeri. Pada periode ini, konsumsi kopi dalam negeri mencapai 4,8 juta kantong biji kopi. Jumlah tersebut empat kali lebih banyak dibandingkan dengan konsumsi pada 1990/1991.
Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia pun menyebutkan, tingkat konsumsi kopi dalam negeri tahun 1989 sebesar 500 gram per kapita per tahun. Kini, kalangan pengusaha kopi memperkirakan tingkat konsumsi kopi di Indonesia mencapai 800 gram per kapita per tahun. Pemenuhan kebutuhan kopi dalam negeri pun meningkat dari 120.000 ton tahun 1990-an menjadi 180.000 ton pada masa sekarang.
Meningkatnya konsumsi ini pun tak lepas dari kebiasaan menikmati minuman kopi yang telah menjadi bagian dari gaya hidup. Dalam waktu beberapa tahun saja, outlet kopi kekinian dengan mudah dapat ditemukan hampir di setiap daerah.
PT Toffin dan Mix Marketing&Communication mencatat, dalam kurun 2016-2019, jumlah outlet kedai kopi meningkat hampir tiga kali lipat. Pada 2016, jumlah outlet kedai kopi sebanyak 1.083 unit. Pada 2019, jumlahnya sudah lebih dari 2.937 unit.
Kopi Kulo sampai Agustus 2019 sudah memiliki 300 kedai. Kopi Kenangan hadir dengan 175 outlet, sedangkan Fore Coffee dengan 100 kedai.
Kopi Janji Jiwa bahkan telah memiliki 700 gerai yang tersebar di 50 kota besar di Indonesia. Pencapaian ini menjadikan Janji Jiwa tercatat dalam rekor Muri untuk ”Pertumbuhan Kedai Kopi Tercepat dalam Satu Tahun” (Kompas.id, 11 Maret 2020).
Menyesuaikan
Namun, selama menjalankan ibadah puasa ini, menyesap kopi tidak lagi bisa dinikmati setiap saat. Jika tak memperhatikan kondisi tubuh saat menikmatinya, bisa-bisa mengalami mulas seperti yang dialami Rizky.
Ahli gizi sekaligus Ketua Indonesia Sport Nutritionist Association (ISNA) Rita Ramayulis menjelaskan, pola konsumsi kopi perlu penyesuaian seiring dengan perubahan ritme makan dan minum selama berpuasa. Penyesuaian itu penting demi menjaga sensasi sesapan kopi tetap terasa nyaman di lambung.
Menurut Rita, orang mesti memahami orientasi minum kopi saat bulan puasa berbeda dengan hari-hari biasa. Pada hari biasa, konsumsi kopi saat pagi dan siang berfungsi menjaga kesadaran sehingga orang tetap berproduktivitas. Fungsi tersebut hilang seiring dengan pola makan dan minum yang lebih banyak pada sore dan dini hari selama Ramadhan.
Hal yang perlu dipahami, konsep orang ngopi untuk menjaga produktivitas di bulan puasa itu jadi kurang relevan. Sebab, kalau malam, kan, bukan lagi waktu produktif. Justru selama bulan puasa, waktu malam itu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk istirahat, ucapnya.
Rita menyarankan, waktu minum kopi yang paling aman dan nyaman adalah satu atau dua jam setelah berbuka puasa. Hal itu pun dengan catatan bahwa perut sudah terisi makanan terlebih dulu sehingga tidak ada risiko gangguan atau peningkatan produksi asam lambung. Kenaikan asam lambung ini yang menyebabkan perut kerap mulas.
Hal yang perlu diingat, konsumsi kopi jangan sampai mengganggu durasi tidur selama Ramadhan. Karena itu, dia menyarankan agar minum kopi pada waktu yang tidak terlalu larut malam. Selepas tarawih masih okelah. Kalau lebih malam dari itu, takutnya sudah menggangu waktu tidur, ucap Rita.
Dia menambahkan, kopi sebaiknya tidak dikonsumsi saat sahur karena adanya efek diuretik yang memicu orang lebih sering buang air kecil. Kondisi itu juga memicu orang lebih cepat haus atau dehidrasi sehingga dikhawatirkan seseorang tidak cukup fit dalam menjalani puasa.
Apabila memungkinkan, ada baiknya untuk mengonsumsi kopi yang berkadar kafein rendah selama Ramadhan. Pilihan itu dia yakini dapat mengurangi efek samping kopi yang tidak diinginkan, seperti peningkatan produksi asam lambung.
Selama Ramadhan, penggemar kopi juga bersiasat agar tetap bisa menikmati kopi secara maksimal. Fajar Apriyanto (30), pekerja kantoran yang ditemui di Cikini, Jakarta Pusat, memilih minum kopi saat sudah mengonsumsi makanan berat.
Fajar juga cenderung memilih kopi yang diseduh dengan teknik V60. Menurut dia, seduhan kopi dengan teknik itu pas dengan seleranya serta tidak terlalu asam.
Muhammad Ridho (31), barista di sebuah kedai kopi di Mangga Besar, Jakarta Pusat, bercerita bahwa sebagian pelanggan cenderung memilih biji kopi robusta selama beberapa pekan belakangan. Pilihan tersebut diyakini tidak terlalu asam untuk dikonsumsi beberapa jam setelah berbuka puasa.
”Beberapa pelanggan punya preferensi sendiri, tetapi biji robusta itu termasuk yang sering dipesan di sini. Mereka mungkin ingin yang enggak terlalu asam, tapi balik lagi tergantung bagaimana seduhan kopinya juga,” ujar Ridho.
Terkait kebiasaan mengonsumsi kopi selama menjalankan puasa, Rita meyakini momen Ramadhan turut membuat durasi konsumsi kopi jadi lebih singkat. Sebab, kemungkinan orang akan sulit untuk menikmati kopi dua kali sehari di bulan puasa ini.
”Singkatnya durasi (ngopi) itu menjadikan para penikmat kopi untuk berpuasa juga. Selama konsumsi dalam jumlah yang cukup, tidak menjadi masalah,” ujarnya.