Program Kolaborasi Kerja dan ”Video Conference” Akan Tetap Tumbuh Pascapandemi
Penyedia layanan konferensi video terus masih akan terus tumbuh di tengah pembatasan mobilitas pandemi Covid-19 yang mulai longgar di sejumlah negara.
JAKARTA, KOMPAS — Penyedia layanan konferensi video terus bersolek menambah fitur produktivitas bagi penggunanya di tengah pembatasan mobilitas pandemi Covid-19 yang mulai longgar di sejumlah negara. Layanan video konferensi dan program kolaborasi kerja diyakini masih akan terus tumbuh pascapandemi.
Google, Rabu (21/4/2021) atau Kamis dini hari waktu Indonesia, mengumumkan rencananya untuk merilis fitur ”Data Saver” atau penghemat konsumsi internet.
Director of Product Management Google Meet Dave Citron mengatakan, fitur ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengalaman bekerja dari jarak jauh lebih inklusif.
Baca juga: Efek Aplikasi Zoom, Peminat Operasi Plastik Melonjak
Fitur ini diharapkan dapat menghemat biaya internet dengan cara membatasi penggunaan paket data. Citron mengatakan, fitur ini secara khusus dinilai akan menjadi fitur yang penting di negara dengan biaya internet yang tinggi, seperti Indonesia.
”Fitur ini akan membatasi penggunaan paket data dan memungkinkan menghemat biaya internet, yang secara khusus akan penting bagi sejumlah pasar, seperti Brasil, Meksiko, dan Indonesia, di mana harga paket data dapat terasa mahal,” kata Citron melalui keterangan tertulis.
Berdasarkan bank data biaya hidup yang dikumpulkan oleh Numbeo.com, biaya internet Indonesia cenderung sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan pendapatan bruto per kapita (gross national income/GNI) berbasiskan paritas daya beli (purchase power parity/PPP).
Biaya internet bulanan di Indonesia bisa mencapai 0,26 persen dari GNI per kapita, lebih tinggi ketimbang AS (0,10 persen), Singapura (0,04 persen), Malaysia (0,11 persen), dan India (0,15 persen). Namun, perlu diperhatikan ini adalah biaya internet kabel.
Penyedia layanan konferensi video terus bersolek menambah fitur produktivitas bagi penggunanya di tengah pembatasan mobilitas pandemi Covid-19 yang mulai longgar di sejumlah negara.
Jika menggunakan harga internet seluler yang dikompilasi oleh Cable.co.uk, harga mutlak di Indonesia (0,42 dollar AS per 1 GB) lebih rendah ketimbang Inggris (1,42 dollar AS) dan Singapura (1,09 dollar AS). Namun, jika memperhitungkan GNI per kapita, Indonesia bisa tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura ataupun dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan Inggris.
Baca juga: Banjir Kritik, Zoom Akan Gratiskan Enkripsi
Fitur ini tampaknya masih akan diimplementasikan secara bertahap atau gradual roll out. Kompas mencoba di aplikasi Google Meet, baik versi Android maupun Google Meet yang terintegrasi dengan Gmail pada iOS, opsi Data Saver belum terlihat.
Dalam versi web pun, fitur Data Saver ini belum tersedia meski dalam versi web pengguna dapat memilih resolusi video yang dikirimkan dan diterima. Memilih opsi Standard Definition (360p) atau bahkan Audio Only, atau hanya suara, akan menggunakan data yang lebih sedikit ketimbang opsi High Definition (720p).
Dalam kesempatan yang sama, Citron juga memperkenalkan sejumlah fitur baru pada Google Meet. Tampilan antarmuka atau interface tampaknya menjadi fokus pembaruan layanan video konferensi ini.
Google Meet akan memiliki opsi untuk mengatur tampilan video dari diri pengguna sendiri (self-feed atau self view) menjadi tiga opsi, yakni dalam sebuah grid seperti peserta lain, gambar yang mengapung (floating), dan disembunyikan sepenuhnya.
Citron juga mengumumkan, Google Meet akan memiliki opsi untuk menyorot lebih dari satu pembicara utama (pinned). Biasanya, pengguna hanya dapat menaruh (pin) satu peserta lain sebagai pembicara utama.
Zoom genjot integrasi
Dua hari sebelumnya, Zoom juga merilis sejumlah fitur baru untuk aplikasi video konferensinya. Salah satu fitur yang diperkenalkan Head of Product Marketing Zoom Janelle Raney adalah fitur ”Vanishing Pen” atau pena yang dapat menghilang dalam fitur annotations atau pemberian catatan.
Baca juga: Zoom, Teams, dan Meet Berburu Pengguna di Masa Liburan Akhir Tahun
Dengan fitur ini, pengguna dapat memberikan catatan atau membubuhkan coretan pada layar bersama (shared screen) yang dapat menghilang secara sendirinya.
”Dengan ini, pengguna dapat mengarahkan fokus peserta lainnya tanpa harus menerus melakukan Undo atau menghapus sebuah annotation,” kata Raney.
Raney juga mengumumkan bahwa Zoom menambahkan pilihan emoji yang dapat dipilih pengguna sebagai reaksi dalam bingkai video masing-masing. Fitur-fitur ini mulai tersedia sejak update Zoom tanggal 19 April.
Awal pekan ini Zoom juga mengumumkan akan mengucurkan dana 100 juta dollar AS untuk pengembang aplikasi yang bersedia mengintegrasikan aplikasinya dengan Zoom. Dana yang diberi nama Zoom Apps Fund ini diharapkan dapat menambah jumlah aplikasi yang terintegrasi langsung dengan Zoom.
Zoom yang lebih fokus pada layanan konferensi video berbeda dengan Microsoft dan Google yang memiliki sejumlah layanan produktivitas lainnya dalam ekosistem masing-masing. Namun, adanya tren aplikasi kolaborasi tampaknya tidak bisa dikesampingkan Zoom.
Fitur pengintegrasian Zoom dengan aplikasi pendukung lain ini masih dalam proses pengembangan sejak diumumkan Oktober 2020. Namun, kini sejumlah perusahaan sudah menyatakan kesediaannya untuk mengintegrasikan aplikasi masing-masing dengan platform Zoom.
Dropbox adalah salah satu aplikasi tersebut. Menurut rencana, pengguna akan dapat saling mengirim file dan catatan dengan mudah dalam sebuah rapat Zoom dengan platform penyimpanan milik Dropbox.
Aplikasi kolaborasi kerja Slack juga akan terintegrasi dengan Zoom. Pengguna akan dapat langsung berkolaborasi di kanal Slack langsung dalam Zoom Meetings.
Integrasi beragam aplikasi pendukung produktivitas dengan Zoom ini menjadi langkah yang penting untuk daya saing melawan kompetitor utamanya, Microsoft Teams dan Google Meet. Google memiliki Gsuite yang dapat mengintegrasikan Google Chat dan Google Drive dengan Google Meet. Microsoft Teams pun terintegrasi dengan OneDrive dan SharePoint.
Popularitas layanan konferensi video diyakini akan tetap tumbuh meskipun pembatasan mobilitas di beberapa negara telah berangsur dilonggarkan. Zoom memproyeksikan pendapatannya akan meningkat hingga 41 persen pada tahun fiskal 2021 ini.
Pembatasan mobilitas akibat pandemi Covid-19 telah menyebabkan peningkatan pendapatan yang drastis bagi Zoom. Selama pandemi, pendapatannya meningkat lebih dari 400 persen. Pada 2019, revenue Zoom adalah 622,7 juta dollar. Angka ini meningkat menjadi 2,65 miliar dollar AS untuk 2020.
Craig Roth, Research Vice President Gartner, firma riset pasar, beberapa pekan lalu, menyatakan bahwa aplikasi kolaborasi produktivitas akan masih terus tumbuh pada beberapa tahun mendatang meski pembatasan mobilitas telah berakhir.
Data Gartner menunjukkan bahwa pasar ini akan tumbuh 17,1 persen pada 2021 dan 14,0 persen pada 2020.
”Meski sejumlah perusahaan mulai kembali ke kantor, Covid-19 telah menimbulkan perubahan permanen dalam struktur dunia kerja yang mengharuskan adanya tambahan investasi untuk program-program kolaborasi semacam ini,” kata Roth.